Logo PASPI Indonesia 2023 | W-BG
Back to Top
Rating & Comment

BENARKAH DEFORESTASI GLOBAL MENJADI PENYEBAB UTAMA PERUBAHAN IKLIM GLOBAL?

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Jurnal

Resume

Deforestasi global bukan kontributor utama dalam emisi GRK global sehingga bukan menjadi kontributor utama pemanasan global dan perubahan iklim global. Pangsa deforestasi lebih kecil dibandingkan pangsa energi fosil dalam peningkatan emisi GRK dunia. Oleh karena itu, pengkaitan deforestasi dengan perdagangan komoditas internasional dengan argumen pengendalian perubahan iklim global sebagaimana dilakukan Uni Eropa dalam RED II atau EUDR, tidak memiliki dasar ilmiah dan data yang kuat.


Pendahuluan

Isu deforestasi global menjadi salah satu topik yang digunakan negara-negara maju kepada negara-negara yang sedang berkembang. Bahkan isu deforestasi telah digunakan oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk menghambat perdagangan kedua negara tersebut dengan negara lain.

Pengkaitan perdagangan minyak sawit (dan komoditas tropis lainnya) dunia dengan deforestasi telah terjadi. Misalnya Uni Eropa dengan kebijakan Renewable Energy Directives fase kedua atau RED II (PASPI Monitor, 2019) dan European Union Deforestation-free Regulation atau EUDR (PASPI Monitor, 2022, 2023a,, 2023b, 2023c, 2023e) yang mengkaitkan minyak sawit dengan isu deforestasi dalam perdagangan internasional. Argumen pengkaitan deforestasi dengan perdagangan internasional adalah karena deforestasi dinilai sebagai penyebab utama terjadinya pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change). Apakah benar deforestasi global menjadi penyebab utama perubahan iklim?

Perubahan iklim global merupakan dampak dari pemanasan global. Penyebab pemanasan global adalah akibat meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada atmosfer bumi. Sehingga kaitan deforestasi pada perubahan iklim global terletak pada seberapa besar kontribusi deforestasi pada emisi GRK global. Oleh karena itu, tulisan ini mendiskusikan lebih lanjut terkait korelasi deforestasi global menjadi penyebab utama perubahan iklim global.


PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PENYEBABNYA

Perubahan iklim global merupakan dampak langsung dari pemanasan global melalui suatu mekanisme yang disebut sebagai efek rumah kaca (green house effect). Istilah efek rumah kaca diadopsi dari teknologi rumah kaca pertanian sub-tropis. Untuk menjaga temperatur ruang yang nyaman bagi pertumbuhan tanaman, tanaman dipelihara didalam “rumah” yang atapnya dan dindingnya terbuat dari kaca. Sinar matahari masih bisa masuk menembus dinding kaca tapi pantulan panasnya terperangkap dalam rumah kaca tersebut dan menghangatkan ruangan sehingga mekanisme tersebut sebagai efek rumah kaca. Dengan rumah kaca tersebut, tanaman terisolasi dari pengaruh udara dingin dari luar sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal.

Secara alamiah, atmosfer bumi diisi oleh gas-gas karbon dioksida (CO2), metane (CH4), nitrogen (N2) dan uap air (H2O) dengan konsentrasi alamiah tertentu. Fungsi gas rumah kaca tersebut untuk membentuk mekanisme efek rumah kaca alamiah (natural greenhouse effect) untuk menjaga kenyamanan hidup di planet bumi. Dengan fungsi yang demikian sehingga gas-gas tersebut disebut juga Gas Rumah Kaca (GRK atau greenhouse gasses/GHG). Dalam pengukuran global, berbagai jenis GRK tersebut diukur setara dengan gas karbon dioksida (CO2 eq).

Dengan adanya mekanisme efek rumah kaca alamiah pada atmosfer bumi tersebut (Gambar 1), sebagian panas matahari yang masuk ke atmosfer bumi, terperangkap pada atmosfer bumi pada level yang cukup untuk melindungi dan memelihara temperatur atmosfer bumi agar nyaman untuk kehidupan. Pada kondisi normal/alamiah, sekitar 34 persen panas matahari dipancarkan matahari dipantulkan kembali ke angkasa oleh permukaan bumi, awan, dan atmosfer. Sementara 19 persen diantaranya diserap awan dan atmosfer dan sisanya yakni sekitar 47 persen sisanya mencapai permukaan bumi.

Gambar 1. Mekanisme Efek Gas Rumah Kaca Dalam Fenomena Pemanasan Global (Sumber: US Global Change Research Program)

Mekanisme Efek Gas Rumah Kaca Dalam Fenomena Pemanasan Global Global Warming
Gambar 1. Mekanisme Efek Gas Rumah Kaca Dalam Fenomena Pemanasan Global/Global Warming (Sumber: US Global Change Research Program)

Ketika konsentrasi GRK di atmosfer bumi meningkat maka intensitas efek rumah kaca pada atmosfer bumi pun mengalami peningkatan. IPCC (2018) mengungkapkan bahwa konsentrasi emisi GRK di atmosfer bumi mengalami peningkatan dalam periode pre-industri (1800-an) hingga saat ini. Konsentrasi CO2 pada atmosfer bumi telah meningkat dari 280 ppmv (part per million volume) pada 1800-an menjadi 407 ppmv pada tahun 2018 (IEA, 2013, 2016, 2019). Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga mengungkapkan bahwa tingkat konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer bumi pada Mei 2022 telah meningkat menjadi 417.6 ppmv. Artinya konsentrasi GRK pada atmosfer bumi saat ini telah meningkat diatas konsentrasi GRK alamiah GHG atmosfer bumi pada era pra-industri.

Peningkatan konsentrasi GRK global pada atmosfer bumi tersebut telah meningkatkan intensitas efek rumah kaca pada atmosfer bumi. Akibatnya panas matahari semakin banyak terperangkap pada atmosfer bumi dan memanaskan udara bumi yang dikenal sebagai global warming (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023d). Bahkan saat ini muncul terminologi baru yakni “global boiling” yang merujuk pada kondisi yang lebih “panas” dari global warming. Global boiling merupakan lanjutan dari global warming, dimana selain terjadi peningkatan suhu rata-rata bumi tetapi juga terjadi gelombang panas dengan frekuensi dan tingkat keparahan yang signifikan (Amnuaylojaroen, 2023; Kamal, 2023).

Kenaikan temperatur bumi baik pada fenomena global warming maupun global boiling menimbulkan berbagai perubahan, anomali, dan dinamika udara/atmosfer bumi global kemudian disebut sebagai perubahan iklim global atau global climate changes (PASPI, 2023).

Dengan demikian kiranya cukup jelas bahwa penyebab perubahan iklim dunia adalah meningkatnya emisi GRK global pada atmosfer bumi, yang melampaui konsentrasi alamiahnya.  Sehingga yang perlu dipersoalkan adalah sektor apa yang menjadi kontributor utama emisi GRK global?

Peningkatan konsentrasi emisi GRK yang signifikan di atmosfer bumi disebabkan karena aktivitas manusia (IPCC, 2020) dengan kontributor utama pembakaran energi fosil (Liu et al., 2017; Mikhaylov et al., 2020). Berbagai studi empiris (IEA, 2016; Olivier et al., 2022) juga mengungkapkan hal yang sama yakni sektor energi (energi fosil) merupakan kontributor utama emisi GRK global (PASPI, 2023). 

Bahkan sejak era pra-industri hingga saat ini, konsumsi (pembakaran) energi fosil merupakan penyumbang peningkatan emisi GRK global sejak era pra-industri hingga saat ini (Ritchie dan Roser, 2017). Dari sekitar 58.8 Gt CO2 eq emisi GRK global, sekitar 73 persen disumbang oleh emisi dari energi fosil (Gambar 2).

Gambar 2. Kontributor Emisi GRK global (Sumber: Oliver et al., 2022)

Perkembangan Emisi LULUCF dalam Emisi GRK Global
Gambar 2. Kontributor Emisi GRK global (Sumber: Oliver et al., 2022)

Sumber energi fosil yang berkontribusi dalam peningkatan emisi GRK global berasal dari batu bara, minyak bumi, gas alam, dan methane (PASPI Monitor, 2023f). Dalam periode tahun 2000-2022 (Gambar 3), emisi dari konsumsi batubara (coal) meningkat hampir dua kali lipat dari hanya 8.9 Gt CO2 eq menjadi 15.5 Gt CO2 eq. Kontribusi emisi dari minyak bumi (oil) juga meningkat dari 9.7 Gt CO2 eq menjadi 11.2 Gt CO2 eq. Demikian juga emisi gas alam (natural gas) meningkat dari 4.6 Gt CO2 eq menjadi 7.3 Gt CO2 eq dalam periode yang sama. Ketiga sumber energi fosil tersebut menyumbang sekitar 82 persen emisi GRK energi fosil.

Selain konsumsi energi fosil, terdapat sektor lain yang berkontribusi dalam peningkatan emisi GRK global (Gambar 2) yakni sektor pertanian (16 persen) dan Land Use Change Land Use Change Forestry/LULUCF (12 persen). Hal ini menunjukkan bahwa pangsa emisi sektor pertanian dan LULUCF lebih kecil dibandingkan dengan sektor energi. Artinya penurunan emisi pada sektor pertanian dan LUCLUF tidak memiliki kontribusi yang besar jika emisi energi fosil tersebut tidak diturunkan secara signifikan.

Gambar 3. Kontribusi Energi Fosil dalam GRK Global Periode Tahun 2000-2022 (Sumber: IEA, 2023)

Kontribusi Energi Fosil dalam GRK Global Periode Tahun 2000 2022
Gambar 3. Kontribusi Energi Fosil dalam GRK Global Periode Tahun 2000-2022 (Sumber: IEA, 2023)

KONTRIBUSI DEFORESTASI GLOBAL PADA EMISI GLOBAL

Hasil studi Joint Research Centre European Union (Crippa et al., 2023) mengungkapkan bagaimana kontribusi dari deforestasi global pada emisi GRK global (Gambar 4). Kontribusi deforestasi, LULUCF, lahan gambut (organic soil), serta kebakaran hutan dan lahan hanya sekitar 16 persen dari GRK global dengan tren penurunan dari tahun ke tahun. Dari total GRK global yakni sekitar 58.8 Gt CO2 eq, kontribusi emisi dari deforestasi dan LULUCF global hanya sekitar 7-9 Gt CO2 eq.

Gambar 4. Kontribusi Energi Fosil dalam GRK Global Periode Tahun 2000-2022 (Sumber: IEA, 2023)

Kontribusi Deforestasi Global dan LULUCF pada emisi GRK Global
Gambar 4. Kontribusi Deforestasi Global dan LULUCF pada emisi GRK Global (Sumber: Crippa et al., 2023)

Hal yang menarik adalah sektor kehutanan dimana terjadi deforestasi, LULUCF, lahan gambut, kebakaran hutan juga menyerap CO2 (carbon sink) dari atmosfer bumi. Sehingga secara neto cenderung menjadi bagian dari net zero emission.

Data empiris tersebut juga mengungkapkan bahwa deforestasi bukanlah kontributor utama GRK global. Kontribusinya pada GRK global relatif kecil dan bukan menjadi kontributor utama dalam emisi GRK global.

Sementara itu, kontributor utama GRK global adalah energi fosil. Dengan demikian, sektor energi fosil tersebut harus yang paling bertanggung jawab pada kenaikan emisi GRK global serta dampaknya pada pemanasan global dan perubahan iklim global.

Produsen energi fosil jangan lagi membiayai NGO multilateral untuk mengalihkan isu emisi dan pemanasan global atau memindahkan tanggung jawab tersebut dengan menuding sektor lain seperti deforestasi. Pengkaitan deforestasi global dengan perdagangan antar negara dengan tujuan mencegah perubahan iklim global hanya mengada-ada dan tidak memiliki dasar yang kuat. Seharusnya pengkaitan emisi energi fosil dengan perdagangan dunia lebih beralasan dalam konteks pengendalian perubahan iklim global.

Jika emisi GRK energi fosil ini dapat diturunkan secara signifikan akan berdampak signifikan bagi penurunan emisi GRK global. Sehingga pemanasan global dan perubahan iklim global dapat diturunkan. Sebagaimana diingatkan kembali IPCC (2023) “new warning from the scientific community to stop fossil fuels before it’s too late”.  Sebelum terlambat, masyarakat dunia harus bersedia dan berkomitmen kuat untuk mengurangi bahkan menghentikan penggunaan energi fosil.


Kesimpulan

Deforestasi global bukan kontributor utama dalam emisi GRK global. Hal ini juga menunjukkan bahwa deforestasi bukan driver utama pemanasan global dan perubahan iklim global. Oleh karena itu, pengkaitan deforestasi dengan perdagangan komoditas internasional dengan argumen pengendalian perubahan iklim global sebagaimana dilakukan Uni Eropa, tidak memiliki dasar ilmiah dan data yang kuat.

Sekitar 73 persen emisi GRK global disumbang oleh energi fosil. Sehingga yang paling bertanggung jawab dalam terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim global adalah energi fosil. Data tersebut menjadi landasan kuat untuk pengkaitan emisi energi fosil dengan perdagangan internasional dengan tujuan pengendalian perubahan iklim.

ACKNOWLEDGEMENT

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel jurnal ini.

  1. Amnuaylojaroen T. 2023. Perspective on the Era of Global Boiling: A Future Beyond Global Warming. Advance in Meteorology.
  2. Crippa M, Guizzardi D, Pagani F, Banja M, Muntean M, Schaaf E, Becker W, Monforti-Ferrario F, Quadrelli R, Risquez Martin A, Taghavi-Moharamli P, Köykkä, Grassi G, Rossi S, Brandao De Melo, Oom D, Branco A, San-Miguel J, Vignati E. 2023. JRC Science for Policy Report: GHG Emissions of All World Countries 2023.
  3. [IEA] International Energy Agency. 2013. Emission from Fuel Combustion.
  4. [IEA] International Energy Agency. 2016. Emission from Fuel Combustion.
  5. [IEA] International Energy Agency. 2019. Emission from Fuel Combustion.
  6. [IEA] International Energy Agency. 2023. CO2 Emissions in 2022.
  7. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2018. The Physical Science Basis, Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge (UK): Cambridge University Press.
  8. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2020. Global Warming of 1.5 degree of celcius an IPCC Special Report.
  9. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2023. AR6 Synthesis Report: Climate Change 2023.
  10. Kamal S. 2023. From Global Warming to Global Boiling – UN Secretary General. National Journal of Health Science. 8(3): 91-92.
  11. Liu Y, Gao C, Lu Y. 2017. The Impact of Urbanization on GHG Emissions in China: The Role of Population Density. Journal of Cleaner Production. 157: 299-309.
  12. Mikhaylov A, Moiseev N, Aleshin K, Burkhardt T. 2020. Global Climate Change and GHG Effect. Entrepreneurship and Sustainability Issues. 7(4): 2897-2913.
  13. Olivier JGJ, Schure KM, Peters JAHW. 2022. Trends in Global CO2 and Total Greenhouse Gas Emissions: 2021 Summary Report.
  14. [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
  15. PASPI Monitor. 2019. Minyak Sawit dalam Persaingan Bahan Baku Biodiesel Uni Eropa: Motif RED II ILUC. Jurnal Monitor: Analisis Isu Strategis Sawit. 5(42): 1689-1696
  16. PASPI Monitor. 2022. Menyikapi Kebijakan Anti Deforestasi Uni Eropa pada Minyak Sawit. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3 (21): 721-726.
  17. PASPI Monitor. 2023a. European Deforestation-Free Regulation: Kebijakan Anti Deforestasi yang Makin Boros Deforestasi dan Emisi Global. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(4): 761-766.
  18. PASPI Monitor. 2023b. Pilihan Strategis Industri Sawit Nasional Merespon Kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR). Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(5): 767-776.
  19. PASPI Monitor. 2023c. Dampak Ekonomi European Union Deforestation Free Regulation (EUDR) pada Industri Sawit Nasional. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(6): 777-781.
  20. PASPI Monitor. 2023d. Global Warming dan Solusi dari Industri Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(7): 783-789.
  21. PASPI Monitor. 2023e. European Union Deforestation Free Regulation on Supply Chain (EUDR) Ciptakan Risiko Ketidakpastian Industri Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(13): 827-832.
  22. PASPI Monitor. 2023f. COP-28 Dubai Summit, Emisi Energi Fosil, dan Bioenergi Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(14): 833-840.
  23. Ritchie H, Roser M. 2017. CO2 and Other Greenhouse Gas Emissions.
  24. US Global Change Research Program. tt. Human Influence on the Greenhouse Effect.
Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x