Logo PASPI Indonesia 2023 | W-BG
Back to Top
Rating & Comment

STRATEGI DAN KEBIJAKAN HILIRISASI SAWIT JALUR OLEOFOOD COMPLEX

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Jurnal

Salah satu jalur hilirisasi sawit domestik yang sedang berlangsung di Indonesia adalah hilirisasi oleofood complex (PASPI, 2023). Hilirisasi oleofood complex ini merupakan pendalaman hilir dari berbagai industri pengolahan minyak sawit yang menghasilkan bahan pangan dan farmasi berbasis sawit (minyak maupun by product) yang diperuntukan konsumsi domestik, substitusi impor maupun ekspor.

Hilirisasi jalur oleofood complex bertujuan untuk : (1) menghasilkan produk pangan berbasis sawit baik produk setengah jadi (intermediate product) maupun produk akhir (finished product) yang diperlukan bagi penduduk sekitar 279 juta orang yang tersebar pada 83.794 desa/kelurahaan, 416 kabupaten, 98 kota, dan 38 provinsi; (2) menghasilkan produk pangan berbasis sawit untuk substitusi produk pangan/farmasi yang masih diimpor; (3) menghasilkan produk pangan/farmasi berbasis sawit yang bernilai tambah lebih tinggi untuk tujuan ekspor; dan (4) meningkatkan nilai tambah produk pangan dan farmasi berbasis sawit yang dinikmati di dalam negeri.

Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai strategi dan kebijakan yang sedang dan telah ditempuh pemerintah. Tentu saja sesuai dengan perkembangan industri, kebijakan baru perlu dikeluarkan pemerintah untuk semakin menajamkan hilirisasi jalur oleofood complex ke depan.

Tulisan ini akan mendiskusikan bagaimana arah, strategi, dan kebijakan hilirisasi oleofood complex yang sedang berlangsung saat ini. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi terkait strategi dan kebijakan yang perlu ditempuh Indonesia ke depan. 



STRATEGI DAN KEBIJAKAN HILIRISASI OLEOFOOD COMPLEX

Secara umum hilirisasi sawit jalur oleofood complex yang sedang berlangsung di Indonesia sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Hilirisasi oleofood complex domestik mengolah Crude Palm Oil (CPO) atau Crude Palm Kernel Oil (CPKO) menjadi produk turunan antara (intermediate product). Kemudian dilanjutkan pengolahan/aplikasinya untuk menghasilkan produk akhir (finished product) baik untuk dikonsumsi secara langsung maupun digunakan sebagai input produksi oleh industri pangan.

Kelompok pangan yang dihasilkan dari pengolahan minyak sawit terdiri dari produk antara (intermediate product) yakni Culinary Oils/Fats, Bakery Oils/Fats, Chocolate and Confectionery Fats, Dairy Fats Alternatives, dan Functional Oils/Fats. Sementara itu, produk akhir (finished product) berbasis minyak sawit yang juga telah dikonsumsi dalam keseharian antara lain minyak goreng, margarin, cokelat kemasan, mie, ice cream, biskuit, susu untuk bayi dan balita (PASPI, 2023). Selain produk pangan, kandungan mikronutrient/senyawa bioaktif yang banyak terkandung dalam minyak sawit (PASPI, 2023) juga dapat dimanfaatkan untuk produk kesehatan/farmasi.

Gambar 1. Hilirisasi Sawit Jalur Oleofood Complex

kebijakan hilirisasi sawit
Hilirisasi Sawit Jalur Oleofood Complex

Menurut data Kementerian Perindustrian (2022) pada jalur oleofood complex, industri hilir domestik menghasilkan 36.47 juta kiloliter Refined Palm Oil (RPO) yang kemudian menghasilkan Refined Bleaching Deodorize (RBD) Olein sebesar 22.47 juta kiloliter dan RBD Stearin sebanyak 5.62 juta kiloliter (PASPI Monitor, 2023c).

Masyarakat umum juga sudah mengenal minyak goreng atau margarin sebagai salah satu produk akhir (finished product) berbasis minyak sawit. Minyak goreng sawit (MGS) memiliki nama lain yakni RBD Olein. Dari sebanyak 22.47 juta kiloliter yang diproduksi, RBD Olein/minyak goreng sawit yang digunakan untuk konsumsi domestik mencapai 8.3 juta kiloliter yang terdiri dari untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi industri pangan, maupun untuk UKM kuliner.

Berdasarkan jenis produknya, minyak goreng sawit juga terdiri dari curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium. Dari 8.3 juta kiloliter minyak goreng sawit yang dikonsumsi (PASPI Monitor, 2023c), terbagi menjadi konsumsi minyak goreng curah sebesar 2.47 juta kiloliter, konsumsi minyak goreng kemasan sederhana sebanyak 231 ribu kiloliter, konsumsi minyak goreng kemasan premium sebanyak 1.27 juta kiloliter, konsumsi minyak goreng curah untuk industri sebanyak 1.85 juta kiloliter, dan konsumsi olein untuk industri lainnya sebesar 2.57 juta kiloliter.

Selain untuk konsumsi domestik, produk pangan sawit yang dihasilkan melalui jalur oleofood complex ini juga ditujukan untuk pasar ekspor. Produk yang diekspor antara lain berupa RPO sebesar 8.39 juta kiloliter, RBD Olein 14.16 juta kiloliter, dan RBD Stearin 3.03 juta kiloliter (PASPI Monitor, 2023c).

Hal ini menunjukkan bahwa strategi hilirisasi jalur oleofood complex produk pangan sawit telah mengadopsi strategi promosi ekspor (PE) atau export promotion (EO) (PASPI Monitor, 2024), dimana hilirisasi tersebut ditujukan untuk pasar ekspor setelah kebutuhan domestik terpenuhi. Dari produksi RBD Olein di dalam negeri, sekitar 37 persen untuk memenuhi konsumsi domestik dan kemudian sisanya ditujukan kepada pasar ekspor (63 persen).

Data di atas juga menunjukkan bahwa strategi promosi ekspor yang terjadi adalah kombinasi ekspor produk antara (PE1) dalam bentuk RPO dan ekspor produk akhir (PE2) dalam bentuk RBD Olein, RBD Stearin, atau minyak goreng sawit curah (RBD Olein) atau dalam kemasan dan margarin/shortening curah (RBD Stearin) atau dalam kemasan.

Kebijakan utama untuk mendorong hilirisasi khususnya jalur oleofood complex adalah kebijakan pungutan ekspor (PASPI Monitor, 2023d). Kebijakan pungutan ekspor memang utamanya sebagai mekanisme penghimpunan dana untuk kebutuhan pengembangan industri sawit domestik (sesuai amanat UU 39/2014 tentang Perkebunan), namun desain tarif pungutan ekspor tersebut juga dikaitkan dengan hilirisasi sawit domestik (Sipayung, 2018; PASPI Monitor, 2024).

Tarif pungutan ekspor didesain sedemikian rupa yakni semakin ke hilir maka tarif pungutan ekspornya semakin kecil. Desain tarif yang demikian menjadi |insentif bagi perkembangan hilirisasi domestik. Misalnya, tarif pungutan ekspor minyak goreng hanya sekitar 40 persen dari tarif pungutan ekspor bahan baku (CPO) dan 55-80 persen dari tarif pungutan ekspor produk antara (intermediate product).

Selain melalui desain tarif pungutan ekspor, pemerintah juga menerapkan kebijakan tertentu pada kondisi tertentu. Misalnya untuk menjamin ketersediaan minyak goreng domestik, pemerintah menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan rasio ekspor dan domestik tertentu serta kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) (PASPI Monitor, 2023e).  Kebijakan stabilisasi minyak goreng sawit domestik melalui DMO-DPO diterapkan pada kondisi harga minyak sawit dunia yang mengalami peningkatan signifikan pada periode Semester 1-2022 (PASPI Monitor, 2023a).

Kebijakan DMO dan DPO ini sebetulnya tidak sustainable, menciptakan hambatan perdagangan (ekspor), dan menimbulkan ketidakpastian (PASPI Monitor, 2022). Sebaiknya untuk stabilisasi penyediaan minyak goreng domestik, pemerintah menggunakan instrumen tarif pungutan ekspor yang fleksibel. Instrumen fleksibilitas tarif pungutan ekspor dapat pula dikombinasikan dengan penugasan BUMN (PTPN) untuk memasok minyak goreng yang menargetkan pemenuhan kebutuhan konsumen kelas ekonomi menengah ke bawah (PASPI Monitor, 2023e) dengan pengenaan harga eceran tertinggi (HET), jika pemerintah memandang harga minyak goreng tersebut terlalu mahal. Selisih harga pasar dengan HET dibayar dari dana sawit agar PTPN tidak mengalami kerugian.


SUBSTITUSI IMPOR OLEOFOOD

Selama ini, strategi dan kebijakan hilirisasi oleofood complex masih terbatas pada strategi promosi ekspor. Selain promosi ekspor, Indonesia sebetulnya juga memerlukan strategi dan kebijakan Substitusi Impor (SI) yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri oleofood complex domestik untuk menggantikan produk pangan/farmasi impor (PASPI Monitor, 2024).

Hingga saat ini, Indonesia masih mengimpor beberapa produk pangan/farmasi yang seharusnya dapat dihasilkan di dalam negeri. Misalnya pada produk pangan, Indonesia mengimpor produk cocoa butter dengan tren peningkatan selama periode tahun 2011-2022 (Gambar 2). Produk tersebut digunakan oleh industri makanan dan minuman untuk menghasilkan produk cokelat atau makanan/minuman yang mengandung cokelat.

Gambar 2. Volume dan Nilai Produk Cocoa Butter yang Diimpor Indonesia (Sumber: ITC Trademap, 2024)

Volume dan Nilai Produk Cocoa Butter yang Diimpor Indonesia

Produk cocoa butter tersebut dapat dihasilkan dari hilirisasi oleofood complex domestik, dimana minyak sawit (CPO dan CPKO) dapat diolah menjadi cocoa butter substitute (Siahaan, 2006; Isyanti et al., 2017; Tarigan et al., 2017). Dengan demikian, pengembangan industri domestik oleofood complex yang memproduksi cocoa butter substitute perlu didorong sebagai upaya strategi substitusi impor untuk menurunkan impor cocoa butter yang terus meningkat.

Indonesia juga tercatat sebagai importir vitamin A dan vitamin E. Peningkatan impor (volume dan nilai) vitamin A dan E dari tahun ke tahun (Gambar 3) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri seiring dengan pertumbuhan penduduk, perubahan gaya hidup, dan pertumbuhan ekonomi. Vitamin A dan E yang diimpor digunakan oleh industri domestik seperti industri farmasi, industri kosmetik/ toiletries, industri pangan, dan industri pakan.

Gambar 3. Perkembangan Nilai dan Volume Vitamin A (a) dan Vitamin E (b) yang Diimpor Indonesia Periode Tahun 2011-2022 (Sumber: ITC Trademap, data diolah PASPI, 2024)

Perkembangan Nilai dan Volume Vitamin A a dan Vitamin E b yang Diimpor Indonesia Periode Tahun 2011 2022
Gambar 4. Perkembangan Nilai dan Volume Vitamin A (a) dan Vitamin E (b) yang Diimpor Indonesia Periode Tahun 2011-2022 (Sumber: ITC Trademap, data diolah PASPI, 2023)

Dalam rangka mengatasi stunting dan kekurangan vitamin A, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan memiliki program pemberian vitamin A baik secara oral yang dilakukan di posyandu/puskesmas maupun melalui penambahan (fortifikasi) vitamin A pada bahan makanan. Kedua program tersebut memiliki implikasi terhadap semakin besarnya kebutuhan vitamin A dalam negeri sehingga impor akan semakin tinggi, mengingat sebagian besar kebutuhan vitamin A bersumber dari impor (PASPI Monitor, 2020).

Kondisi di atas cukup ironis. Indonesia mengimpor Vitamin A dan E yang meningkat setiap tahunnya, padahal perkebunan sawit Indonesia berpotensi menghasilkan vitamin A dan E yang dapat memenuhi kebutuhan domestik. Dengan luas kebun sawit mencapai 16.8 juta hektar, Indonesia menjadi “lumbung” vitamin A dan E terbesar dunia. Hal ini dikarenakan minyak sawit mengandung vitamin A dan vitamin E yang sangat tinggi (PASPI, 2023), namun dengan sistem pengolahan minyak sawit yang ada saat ini menyebabkan kandungan vitamin A dan E pada CPO terbuang sia-sia (PASPI Monitor, 2023b).

Ke depan, Indonesia perlu segera mengembangkan industri hilir oleofood complex untuk memanen vitamin A dan E yang dapat mensubstitusi vitamin impor maupun untuk ditujukan pada pasar ekspor. Pengembangan vitamin A dan E berbasis minyak sawit, khususnya untuk memenuhi kebutuhan domestik, sangat urgent untuk dilakukan mengingat kebutuhan vitamin tersebut akan terus meningkat.

Potensi produk hilir sawit lainnya juga perlu dioptimalkan. Misalnya dengan pengembangan industri oleofood yang memproduksi milk replacer/milk substitute untuk industri makanan dan minuman (industri susu dan es krim). Hingga saat ini untuk kebutuhan susu domestik, Indonesia masih mengimpor 70 persen untuk kebutuhan susu domestik. Pengembangan oleofood berupa milk replacer/milk substitute berbasis minyak sawit, berpotensi mengurangi ketergantungan Indonesia pada susu impor. Produk milk replacer/milk substitute berbasis minyak sawit juga memiliki potensi pasar yang lebih besar yakni dengan menargetkan pasar/konsumen vegan dan lactose intolerant.

Pengembangunan industri oleofood complex subsitut impor tersebut bukan hanya sekadar mendorong perluasan dan pendalaman hilirisasi sawit semata. Pengembangan substitusi impor juga berdampak luas baik penghematan devisa maupun nilai tambah ekonomi domestik.


Kesimpulan

Hilirisasi sawit jalur oleofood complex di Indonesia sedang berkembang pesat. Dari jalur hilirisasi oleofood complex, bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan minyak goreng domestik bahkan memenuhi kebutuhan dunia melalui ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa strategi hilirisasi sawit yang ditempuh merupakan strategi promosi ekspor dengan target pasar domestik sekaligus ekspor. Kebijakan penting dari hilirisasi promosi ekspor tersebut adalah desain tarif pungutan ekspor untuk pada produk akhir (finished product) yang lebih rendah dibandingkan produk antara (intermediate product) maupun bahan baku (raw product).

Di sisi lain, Indonesia juga perlu mengembangkan strategi dan kebijakan substitusi impor dalam hilirisasi oleofood complex. Produk yang dihasilkan dari industri oleofood complex domestik akan mensubstitusi produk pangan/farmasi yang diimpor. 


Implikasi Kebijakan

Diperlukan dukungan kebijakan yang komprehensif untuk pengembangan hilirisasi sawit jalur oleofood complex baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar ekspor. Selama ini, kebijakan pungutan ekspor dengan desain tarif untuk pada produk akhir (finished product) yang lebih rendah dibandingkan produk antara (intermediate product) maupun bahan baku (raw product) telah diterapkan dan efektif menjadi insentif untuk mendorong hilirisasi sawit untuk ekspor. Kebijakan pungutan ekspor dengan tarif yang fleksibel juga dapat menjadi instrumen untuk menyeimbangkan kebutuhan domestik dan ekspor pada kondisi tertentu.

Sedangkan untuk pengembangan hilirisasi sawit jalur oleofood complex yang difokuskan untuk substitusi impor, kebijakan yang dapat diterapkan melalui peningkatan tarif impor untuk produk yang dapat disubstitusi oleh produk sawit (misal cocoa butter, vitamin A, vitamin E yang berasal dari impor) dan kebijakan insentif pajak (Tax Allowance, Tax Holiday, Superdeduction Tax). Dengan berbagai kebijakan tersebut dapat menjadi insentif untuk pengembangan industri oleofood complex yang diharapkan dapat menciptakan multiplier effect yang lebih besar (pendapatan, penyerapan tenaga kerja, nilai tambah), meningkatkan devisa (promosi ekspor), dan penghematan devisa (substitusi impor).


ACKNOWLEDGEMENT

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel diseminasi dan policy brief ini.

  1. Isyanti M, Sudibyo A, Supriatna D, Suherman AH. 2015. Penggunaan Berbagai Cocoa Butter Substitute Hasil Hidrogenasi dalam Pembuatan Cokelat Batangan. Warta IHP/Journal of Agro-based Industry. 32(1): 33-44.
  2. ITC Trademap. 2023. Import Cocoa Butter by Indonesia. [internet].
  3. ITC Trademap. 2023. Import Vitamin A and E by Indonesia. [internet].
  4. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2022. Tata Kelola Industri CPO dan Minyak Goreng Indonesia. Bahan Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR-RI pada tanggal 24 Mei 2022.
  5. [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
  6. PASPI Monitor. 2020. Potensi Penyediaan Vitamin A Berbasis Minyak Sawit untuk Memenuhi Kebutuhan Domestik. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 1(26): 175-182. 
  7. PASPI Monitor. 2022. Tata Kelola Minyak Sawit Indonesia: Mencari Keseimbangan Kepentingan Domestik dan Ekspor. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit. 3(8): 633-640.
  8. PASPI Monitor. 2023a. Kaleidoskop 2022: Industri Sawit Nasional Bergejolak. Berita Sawit.
  9. PASPI Monitor. 2023b. Minyak Makan Merah sebagai Solusi untuk Substitusi Impor, Cegah Stunting, dan Ketahanan Pangan Lokal. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(5).
  10. PASPI Monitor. 2023c. Kebijakan Stabilisasi Minyak Goreng Sawit Domestik Antisipasi Masa El Nino 2023/2024. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(8).
  11. PASPI Monitor. 2023d. Peranan Kebijakan Pungutan Ekspor Sawit dan BPDPKS dalam Industri Sawit Nasional. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(9).
  12. PASPI Monitor. 2023e. Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) serta Alternatif Kebijakan untuk Stabilisasi Minyak Goreng Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(12).
  13. PASPI Monitor. 2024. Strategi dan Kebijakan Hilirisasi Sawit Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(13).
  14. Siahaan D. 2006. Peran Penelitian dan Pengembangan dalam Pembangunan Klaster Industri Berbasis Minyak Kelapa Sawit. Warta PPKS. 14(1): 17-30.
  15. Sipayung T. 2018. Politik Ekonomi Perkelapasawitan. Bogor (ID): Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute.Tarigan EB, Towaha J, Iflah T, Pranowo D. 2017. Substitusi Lemak Kakao dengan Minyak dari Inti Kelapa Sawit dan Kelapa Terhidrogenasi untuk Produk Cokelat Susu. Jurnal Penelitian Tanaman Industri.
Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x