Abstrak
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi Aceh. Lahan sawit terluas salah satunya daerah Aceh. Dibalik banyaknya tanaman sawit, ada dampak yang membuat minyak kelapa sawit ini mahal. Dampak yang membuat minyak mahal terkait dengan larangan ekspor beberapa waktu lalu menyebabkan stok minyak kelapa sawit (CPO) milik perkebunan kelapa sawit melimpah TBS produksi petani atau perkebunan sawit rakyat hanya sebagian kecil diserap perusahaan-perusahaan sawit karena mereka mendahulukan menyerap hasil produksinya sendiri.
Dalam kontribusi sektor pertanian kelapa sawit, sawit telah menjadi bagian penting bagi perekonomian Aceh. Hal ini terlihat dari banyaknya perkebunan kelapa sawit dan telah memberikan dampak besar bagi perekonomian masyarakat Aceh. Namun,seperti apa jika minyak goreng yang dihasilkan oleh sawit justru mahal.
Kata kunci : Sawit Mahal,Peningkatan Ekonomi,Ekspor.
Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang letaknya strategis bagi alternatif baru jalur ekspor minyak kelapa sawit Indonesia. Secara geografis, Aceh berdekatan dengan India dan Pakistan. Kedua negara masuk dalam negara-negara tujuan utama ekspor minyak sawit indonesia.
Daya beli CPO di dalam negeri, masih rendah, baik dari pabrik minyak goreng yang ada di dalam negeri maupun dari Pertamina selaku produsen biosolar/biodiesel, sehingga produksi CPO yang dihasilkan pabrik kelapa sawit (PKS) di dalam negeri terjadi penumpukan di tangki-tangki PKS.
Dengan pengembangan fasilitas berupa infrastruktur, pelabuhan, listrik, gas dan juga kapasitas produksi kelapa sawit yang besar. Saya yakin Aceh bisa memproduksi industri hilir kelapa sawit sekaligus menjadi jalur ekspor Indonesia ke India dan Pakistan. Harga beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani di 10 daerah produsen kelapa sawit di Aceh, terus turun hingga Rp 600/Kg, dari sebelumnya di atas 1.000/Kg. Penurunan ini menurut kalangan pengusaha kelapa sawit disebabkan, kegiatan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia ke berbagai negara importirnya.
Kalangan produsen CPO di dalam negeri mengatakan, akibat penyetopan ekspor CPO ke luar negeri, harga CPO bergerak turun sampai Rp 7.000/Kg, dari sebelumnya Rp 14.000/Kg.
Pada saat krans ekspor dibuka kembali, harga CPO dunia sedang turun, sehingga produsen CPO belum melakukan ekspor ke luar negeri, karena harga beli CPO di dalam negeri, belum menguntungkan produsen CPO.
Selain pengaruh ekspor CPO, faktor lain penyebab mahalnya minyak goreng banyaknya tumbuhan sawit yang harus dibongkar atau replanting. Pembongkaran sawit sendiri harus mempunyai biaya yang cukup besar dan mulai dengan membuat bibit sawit baru. Dalam hal ini banyak perkebunan sawit masyarakat yang tidak produktif,ditambah lagi harga CPU sawit yang turun.
Faktor lain akibat pengeksporan terjadi peningkatan pasokan minyak nabati antara lain minyak kedelai (soybean oil) dalam jumlah besar dari pada tahun sebelumnya. Merujuk data Asosiasi Kedelai Amerika (American Soybean Association/ASA), minyak kedelai yang masuk ke pasar global jumlahnya mencapai 2 hingga 3 juta ton. Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, saat harga bahan baku atau CPO turun justru pengusaha minyak goreng mencoba pertahankan margin keuntungan di dalam negeri. Sehingga tidak ada korelasi antara penurunan harga CPO di pasar internasional dengan harga minyak goreng kemasan. Menurutnya, saat ini yang dilakukan perusahaan sawit yaitu menekan harga di level petani, khususnya petani yang tidak bermitra dengan perusahaan.
Bagus
Sangat berbobot
Smansa Rampah unimal
Thanks guys
keren kali cukup keren.