Pencapaian Tujuan SDGs melalui Industri Kelapa Sawit

SDGs (Sustainable Development Goals) merupakan platform pembangunan global yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 2015 dengan target pencapaian selama periode tahun 2016-2030 (PASPI Monitor, 2021). SDGs memiliki 17 tujuan besar yang dapat dikelompokkan dalam aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Pencapaian tujuan SDGs dalam ketiga aspek tersebut dilakukan oleh seluruh stakeholder pembangunan di dunia baik oleh lembaga pemerintah maupun swasta, pada level perusahaan industri atau sektor, atau dalam cakupan regional, nasional hingga global.

Pada level perusahaan industri atau sektor, industri kelapa sawit memiliki banyak kontibusi dalam pencapaian SDGs. Berdasarkan hasil penelitian, industri kelapa sawit telah berkontribusi pada pencapaian 16 tujuan dari 17 tujuan SDGs (PASPI Monitor, 2020). Industri sawit nasional mampu menjadi bagian dari solusi pencapaian 7 SDGs pada aspek ekonomi, 6 SDGs pada aspek sosial dan 3 SDGs pada aspek lingkungan. Berikut ini penjelasan lebih rinci terkait pencapaian SDGs pada ketiga aspek tersebut.

a.   Aspek Ekonomi

Tujuan SDGs dalam aspek ini meliputi SDG-1 (menghapus kemiskinan); SDG-2 (menghapus kelaparan, kekurangan gizi dan membangun ketahanan pangan inklusif; SDG-7 (membangun energi yang berkelanjutan); SDG-8 (pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang inklusif); SDG-9 (Infrastruktur dan industrialisasi dan inovasi); SDG-10 (pengurangan ketimpangan); serta SDG-12 (konsumsi dan produksi yang berkelanjutan).

Di tingkat nasional, produk sawit juga menjadi sumber devisa ekspor terbesar dalam sektor non migas. Bahkan pada tahun 2021, Industri kelapa sawit mampu mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah dalam menghasilkan devisa ekspor sebesar USD 36.21 milyar (PASPI Monitor, 2022). Selain itu, implementasi kebijakan biodiesel dapat menurunkan ketergantungan Indonesia terhadap diesel impor sehingga dapat menghemat devisa impor. Industri sawit nasional juga berkontribusi terhadap penghapusan kelaparan dan perbaikan gizi melalui penyediaan minyak nabati dan produk pangan berbasis sawit yang bernutrisi dengan harga yang lebih kompetitif (PASPI Monitor, 2020).

Pada tingkat daerah, peningkatan produksi minyak sawit di daerah sentra perkebunan kelapa sawit mampu mendorong peningkatan PDRB kabupaten sentra sawit. Hal tersebut dapat berdampak pada pengembangan perekonomian daerah. Selain itu, pemerataan kesejahteraan dan pengurangan ketimpangan pada pelosok daerah dapat dicapai melalui perkembangan daerah pelosok menjadi pusat ekonomi baru berbasis perkebunan sawit (PASPI Monitor, 2020).

b.   Aspek Sosial

Tujuan dalam aspek sosial meliputi SDG-3 (kesehatan dan kesejahteraan); SDG-4 (pendidikan berkualitas yang inklusif); SDG-5 (kesamaan gender); SDG-6 (ketersediaan air bersih dan sanitasi yang inklusif); SDG-11 (pembangunan pemukiman yang inklusif, aman dan berkelanjutan); serta SDG-16 (perdamaian dan keadilan sosial yang inklusif).

Industri minyak kelapa sawit berkontribusi dalam pembangunan pedesaan melalui perbaikan kualitas kehidupan, pengurangan kemiskinan, dan penyediaan infrastruktur pedesaan. Selain itu, industri ini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru berbasis perkebunan kelapa sawit di kawasan pedesaan. Di bidang gender, perkebunan sawit, dan industri hilirnya memberikan peluang bagi segala gender untuk berkarir di bidang perkelapasawitan. Bukan hanya itu, kemitraan yang digagas oleh perusahaan perkebunan mampu meminimalisir konflik sosial yang terjadi sehingga menciptakan perdamaian di sekitar wilayah perkebunan (PASPI, 2020).

c.   Aspek Lingkungan

Tujuan dalam aspek lingkungan meliputi SDG-13 (mengatasi perubahan iklim global dan dampaknya); SDG-14 (konservasi dan pemanfaatan sumberdaya perairan secara berkelanjutan); dan SDG-15 (pengelolaan biodiversitas, ekosistem daratan dan hutan secara berkelanjutan).

Setiap hektar perkebunan kelapa sawit mampu menyerap karbon dioksida dari atmosfer bumi sebesar 161 ton/ha dan menghasilkan oksigen 18.7 ton/ha (Henson, 1999; Harahap et al., 2005; Fairhurst dan Hardter, 2004 dalam PASPI Monitor, 2020). Selain itu, perkebunan kelapa sawit juga meningkatkan biomassa lahan dan menurunkan emisi gas rumah kaca di lahan gambut (Murayama dan Baker, 1996; Melling et al., 2005, 2007; Sabiham, 2013 dalam PASPI Monitor, 2020). Perkebunan kelapa sawit dengan hutan relatif sama jika dilihat dari segi peranan tata air berbagai indikator hidrologis. Bukan hanya itu, perkebunan ini memiliki peranan dalam penurunan emisi dan pencegahan perubahan iklim melalui pengembangan biofuel berbasis sawit yang rendah emisi dan berkelanjutan.

Dalam konservasi sumberdaya perairan, tanaman kelapa sawit dianggap ramah lingkungan karena merupakan tanaman yang paling efisien dan hemat dalam penggunaan pupuk, pestisida, dan herbisida sehingga polusi/residu yang dibuang ke perairan juga lebih rendah (PASPI Monitor, 2020). Industri sawit nasional juga telah berpartisipasi dalam pengelolaan biodiversitas dan konservasi daratan dengan menyisakan bagian lahan HGU-nya untuk dijadikan sebagai High Carbon Stock (HCS) dengan flora dan fauna asli daerah tersebut. Selain itu, perusahaan perkebunan sawit melalui lembaga NGO berpartisipasi dalam memfasilitasi konservasi biodiversitas dan melakukan perbaikan tata kelola seperti penguatan ISPO dan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) guna menurunkan laju deforestasi.

Meskipun banyak kampanye negatif yang belum terbukti kebenarannya, industri ini justru mampu menjadi sebagai salah satu sektor strategis bagi Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan kontribusi yang diberikan sebagai bagian dari solusi pencapaian SDGs baik dalam aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan. Besarnya kontribusi industri kelapa sawit terhadap pencapaian SDGs secara global dapat digunakan untuk melawan kampanye negatif dan kebijakan yang mendiskriminasi kelapa sawit.