Back to Top
Rating & Comment

EUROPEAN UNION DEFORESTATION REGULATION (EUDR): KOMPLEKSITAS DAN ISU TATA KELOLA PERDAGANGAN GLOBAL

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Jurnal
CITE THIS JOURNAL ARTICLE
PASPI. (2024). EUROPEAN UNION DEFORESTATION REGULATION (EUDR): KOMPLEKSITAS DAN ISU TATA KELOLA PERDAGANGAN GLOBAL. JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES. 4(28). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kompleksitas-eudr/
PASPI. EUROPEAN UNION DEFORESTATION REGULATION (EUDR): KOMPLEKSITAS DAN ISU TATA KELOLA PERDAGANGAN GLOBAL. JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES. 2024;4(28):937-943. Available from: https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kompleksitas-eudr/.
PASPI. "EUROPEAN UNION DEFORESTATION REGULATION (EUDR): KOMPLEKSITAS DAN ISU TATA KELOLA PERDAGANGAN GLOBAL." JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES, vol. 4, 2024, pp. 937-943. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kompleksitas-eudr/. Diakses Pada : .

PENDAHULUAN

Berdasarkan target semula, kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) akan diberlakukan tanggal 29 Desember 2024 atau sekitar 1.5 tahun sejak launching EUDR pada tanggal 29 Juni 2023. Namun kompleksitas pelaksanaan EUDR dan ketidaksiapan baik di negara-negara yang akan diberlakukan EUDR maupun negara-negara anggota EU sendiri, tampaknya pelaksanaan EUDR akan ditunda.

Kebijakan EUDR ditujukan untuk menekan deforestasi dan degradasi hutan di seluruh dunia (European Commission, 2018, 2021, 2023; Council of European Union, 2022). Tujuan tersebut dicapai dengan menghilangkan keterkaitan (decoupling) deforestasi dan degradasi hutan dari rantai pasok (supply chain) komoditas (dan produk turunan maupun produk terkait) yang dipasarkan ke EU maupun yang diekspor dari EU ke negara lain.

Pendekatan EUDR yang mencakup rantai pasok sawit seluruh dunia, dari hulu ke hilir, traceability, landscape/geolocation, multiproduct, multistage industry, multicountry, multiecosystem, multifarming/plantation dengan variasi tinggi, memang menciptakan kompleksitas yang hampir tak terbayangkan oleh EU sendiri. Anggota Parlemen Eropa, Peter Liese dan Herbert Dorfmann, menyebutkan bahwa EUDR sebagai “monster birokrasi” yang akan membebani petani, pengecer, serta bisnis kecil dan besar. Selain kompleksitas tinggi, proses pemenuhan tuntutan EUDR tersebut juga memerlukan waktu, kemampuan, dan biaya yang mahal sehingga berpotensi mengganggu rantai pasok minyak sawit global.

Adanya kompleksitas dan risiko ketidakpastian EUDR membuat banyak negara yang mengajukan protes setidaknya penundaan pelaksanaan. Bahkan anggota EU sendiri seperti Jerman dan Perancis juga meminta penundaan implementasi EUDR.

Artikel jurnal ini akan mendiskusikan bagaimana kompleksitas yang akan dihadapi jika EUDR diimplementasikan pada industri sawit. Kemudian didiskusikan juga terkait sejumlah isu tata kelola perdagangan minyak nabati global berkaitan dengan jika EUDR diimplementasikan.


KOMPLEKSITAS EUDR

Uni Eropa (European Union/EU) telah mengeluarkan kebijakan European Union Deforestation Free Regulation on Supply Chain. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Regulation (EU) 2023/1115 of the European Parliament and of the Council of 31 May 2023 on the making available on the Union market and the export from the Union of certain commodities and products associated with deforestation and forest degradation and repealing Regulation (EU) No 995/2010 (PASPI Monitor, 2023a,b,c,d).

 Kebijakan EUDR tersebut dipublikasikan pada EU Official Journal tanggal 9 Juni 2023 dan diberlakukan sebagai aturan yang mengikat tanggal 29 Juni 2023. Pada awalnya pemberlakuan bagi pelaku usaha (operator/trader) diberikan tenggang waktu 18 bulan sehingga pada tanggal 29 Desember 2024 seluruh operator/trader wajib memenuhinya. Sedangkan untuk smallholder enterprises (SMEs) diberikan masa transisi lebih panjang 24 bulan atau mulai diberlakukan pada tanggal 29 Juni 2025. 

Garis besar regulasi EUDR tersebut (Article 1 & 3) menyebutkan tiga hal utama yang menjadi prinsip EUDR. Pertama, Bebas Deforestasi dan Degradasi Hutan. Komoditas/produk yang diperbolehkan masuk dan keluar pasar EU haruslah bebas deforestasi (deforestation free) dan degradasi hutan dengan cut-off date 31 Desember 2020. Meskipun cut-off date deforestasi yang dipersoalkan setelah 31 Desember 2020, namun kebun-kebun sawit yang sudah ada harus dilengkapi informasi koordinat/poligon (geolocation) dan produksi. Data-data kebun dan produksi tersebut disajikan secara digital mengikuti standar EU yang ditetapkan. Termasuk dalam hal ini informasi asal usul tutupan lahan kebun sawit yang kemungkinan besar juga akan diminta dalam EUDR untuk tujuan due diligence di masa depan.

Terkait implementasi EUDR pada industri minyak sawit global, diperkirakan akan menghadapi kompleksitas yang tidak mudah dikelola. Misalnya dari segi asal usul kebun sawit di Indonesia, terdapat sekitar dua puluhan jenis tutupan lahan (land cover) sebagai asal usul kebun sawit di Indonesia (Gunarso et al., 2013; Suharto et al., 2019). Mengacu pada prinsip EUDR tutupan lahan yang mana yang dikategorikan sebagai high risk deforestation, low risk deforestation maupun middle risk deforestation. Kompleksitas asal usul lahan kebun sawit ini makin meningkat akibat adanya perbedaan definisi hutan di Indonesia dengan di negara lain termasuk yang diacu dalam EUDR (PASPI Monitor, 2022a,b,c; Purnomo, 2023).

EUDR akan diimplementasikan pada kompleksitas multiproduk (sekitar 200 an produk hilir sawit), multistage industry, multicountry, multiecosystem/land cover, multifarming/plantation dengan variasi tinggi. Dapat dibayangkan bagaimana kompleksitas, waktu, dan tenaga yang dibutuhkan serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi penyediaan informasi geolokasi, informasi tanaman dan produksi, dan informasi lainnya dari kebun sawit indonesia yang luasnya mencapai 16.8 juta hektar, kebun sawit dunia dengan luas sekitar 25 juta hektar, bahkan kebun kedelai dunia dengan luas mencapai 130 juta hektar.

Kedua, Patuh terhadap Regulasi. Komoditas/produk dihasilkan haruslah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara produsen. Data geolokasi dan bioinformasi tanaman/produk tersebut masih harus dilengkapi dengan data legalitas kebun sawit sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Pada level ini, peraturan perundang-undangan apa yang dimaksud oleh EUDR untuk wajib dipenuhi, mengingat setidaknya terdapat 33 undang-undang yang berlaku di Indonesia terkait dengan industri sawit? Dari banyaknya legalitas kebun sawit, hanya Hak Guna Usaha (HGU) yang memiliki informasi terkait geolokasi, sedangkan legalitas lainnya umumnya tidak spesifik melampirkan informasi geolokasi. Informasi terkait aktivitas dan legalitas juga harus terdokumentasi secara digital. Apakah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut cukup bukti dengan bukti administrasi ataukah juga memerlukan empirical evidence? Dapat dibayangkan juga bagaimana kerumitan, waktu, tenaga, dan biaya yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan EUDR tersebut.

Ketiga, Uji tuntas (Due Diligence) sepanjang rantai pasok (supply chain) produk sawit mulai dari kebun sawit, Pabrik Kelapa Sawit (PKS), fasilitas penyimpanan|logistik, transportasi/pengapalan, industri refinery, hingga ke industri manufaktur. Uji tuntas tersebut juga dilakukan tidak hanya pada minyak sawitnya saja, namun mencakup produk turunannya yang berjumlah sekitar 200-an produk dari industri sawit yang juga multisourcing dan multigeolocation. Uji tuntas ini mencakup tiga proses yakni: (1) gathering information; (2) risk assessment; dan (3) risk mitigation. Uji tuntas ini bertujuan untuk menelusuri (traceability) baik yang terkait dengan geolokasi, bioinformasi kebun/produk, legal compliance, stok/logistik, legalitas, dan lain-lain di sepanjang rantai pasok hulu-hilir. Produk akhir dari proses uji tuntas tersebut adalah sertifikasi. 

Uji tuntas supply chain ini berhadapan dengan kompleksitas multi edible oils, multistage industry, multicountry, multiecosystem/land cover, multifarming/plantation yang masing-masing memiliki karakteristik yang bervariasi dan tidak bisa disamakan. Misalnya industri pangan EU yang umumnya menggunakan multi edible oils (minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed) harus mampu melakukan traceability di sepanjang rantai pasok berbagai minyak hayati (edible oils) yang digunakan, dimana minyak hayati tersebut juga berasal dari rantai pasok yang diproduksi dari banyak pertanian/perkebunan di berbagai ekosistem dan industri di berbagai negara. Sekalipun menggunakan digitalisasi, hal tersebut tidak mudah dilakukan. Meskipun tetap dilaksanakan, namun proses tersebut akan sangat mahal.

Pengungkapan informasi tersebut berhadapan dengan kompleksitas kerahasiaan data privasi yang berbeda-beda antar negara. Apakah data geospasial dari kebun-kebun sawit, termasuk kebun sawit petani, yang menjadi kewajiban dalam EUDR dapat diakses sebebas-bebasnya oleh masyarakat EU atau masyarakat global?


ISU TATA KELOLA PERDAGANGAN GLOBAL

Selain isu kompleksitas, EUDR juga mengandung berbagai isu tata kelola perdagangan global yang jika tidak diselesaikan secara bijaksana maka berpotensi merusak tatanan perdagangan global, bahkan dapat menimbulkan konflik perdagangan global.

Kebijakan EUDR merupakan pemberlakuan sepihak regulasi EU kepada negara-negara lain. Cara EU ini oleh Anu Bradford dari Columbia University menyebutnya sebagai “Brussel Effect“ (Barford, 2020) bertentangan dengan konsensus international. Kebijakan suatu negara yang menyangkut kepentingan negara-negara lain hanya dapat diimplementasikan setelah dinotifikasi dan disepakati secara internasional. Seharusnya kebijakan EUDR terlebih dahulu dinotifikasi dalam World Trade Organization (WTO) dan jika telah disepakati oleh negara-negara anggota baru diberlakukan secara internasional.

Cara EU yang demikian dapat disebut sebagai bentuk neo-imperialism seharusnya dihindari oleh EU yang memiliki sejarah imperialis-colonialism di masa lalu. Jika cara-cara EU seperti ini dibiarkan komunitas internasional, maka akan menghilangkan kredibilitas lembaga multinasional seperti WTO dan menciptakan ketidakpastian perdagangan secara internasional.

Kebijakan EUDR juga potensial melanggar ketentuan WTO/GATT (PASPI Monitor, 2024). Dalam konteks pasar minyak nabati dunia, EUDR hanya diberlakukan pada minyak sawit dan minyak kedelai. Sementara EUDR tidak berlaku untuk minyak rapeseed dan minyak bunga matahari (maupun 10 jenis minyak nabati lainnya) baik yang dihasilkan oleh EU maupun negara-negara lain. Padahal dalam konsumsi antar minyak nabati tersebut saling substitusi (Morgan, 1993; Kojima et al., 2016; Santeramo, 2017; Parcell, 2018; Shigetomi et al., 2020) sehingga semua minyak nabati adalah “like product”.

Pemberlakuan EUDR yang diskriminatif ini potensial bertentangan dengan prinsip GATT/TBT (Articles I/III:4 GATT Article 2.1 TBT Agreement, Article XI:1 GATT 1994) dan menghambat perdagangan (Article 2.2 TBT Agreement). Kebijakan EUDR yang menuntut pemenuhan terhadap regulasi dan tata kelola, justru EUDR tersebut tidak memenuhi bahkan melanggar pada regulasi dan tata kelola internasional yang berlaku. Jika hal ini dibiarkan, selain mendegradasi kepercayaan komunitas dunia pada WTO juga menciptakan ketidakpastian perdagangan minyak nabati global.

Pelaksanaan EUDR yang terburu-buru, dapat mengacaukan proses bisnis dan rantai pasok perdagangan minyak sawit global. Implementasi EUDR mulai dari pemenuhan penyampaian informasi geolokasi secara digital, digitalisasi legalitas, penyusunan informasi supply chain dari hulu-hilir serta proses due diligence sangatlah kompleks dan sulit dibayangkan akan selesai sebelum Desember 2024. Berbeda dengan minyak nabati dari tanaman semusim yang panennya musiman, perkebunan sawit dengan proses pemanenan berlangsung day to day secara rotasi sepanjang tahun. Selama proses implementasi EUDR tersebut potensial mengganggu bahkan mengacaukan proses produksi baik pada level kebun sawit, PKS hingga ke industri hilir dan perdagangan minyak sawit dunia. Hal ini berpotensi mengacaukan pemanenan TBS dan produksi minyak sawit hingga mengancam perdagangan minyak sawit global.

Implementasi EUDR, memerlukan waktu, tenaga/skill, dan biaya yang cukup besar (Hadi, 2023; Unnithan, 2023; Lukman, 2023). Hal ini akan menaikkan biaya produksi dan penyediaan minyak sawit global. Siapa yang menanggung biaya untuk implementasi EUDR? Dapatkah EU konsisten membayar harga premium minyak sawit yang compliance pada EUDR? Belajar dari pengalaman implementasi RSPO, meskipun RSPO berasal dari Eropa ternyata masyarakat Eropa tidak bersedia membayar harga premium untuk minyak sawit bersertifikat berkelanjutan (CSPO/Certified Sustainable Palm Oil) dan lebih memilih minyak sawit murah meskipun unsustainable (Annunzita et al., 2019; Hinkes dan Christoph-Schulz, 2019).

Kebijakan EUDR juga dapat dinilai sebagai alat EU untuk menguasai/mengeksploitasi produsen minyak sawit. Pemberlakuan EUDR yang dikontrol langsung EU sehingga menempatkan EU dan aktor bisnisnya sebagai pembeli tunggal (monopsoni) pada pasar EU. Posisi dan kekuatan monopsonistik tersebut kemudian ditransmisikan oleh aktor di sepanjang pada supply chain minyak sawit dari hilir ke hulu sehingga produsen TBS menderita eksploitasi kekuatan monopsonistik. Dengan kata lain, EUDR berpotensi menjadi “VOC” (Vereegnide Oost-Indische Compagnie) gaya baru yang mengeksploitasi minyak sawit.

Pemaksaan pemberlakuan EUDR juga potensial “mengusir” petani sawit dari rantai pasok minyak sawit global. Pemberlakuan EUDR (mencakup geolokasi, informasi produksi, legalitas, dan due diligence secara digital) dengan kemampuan sendiri, dipastikan petani sawit sulit memenuhi tuntutan EUDR tersebut (Hadi, 2023; Unnithan, 2023; Lukman, 2023). Dalam konteks meminimumkan risiko, perusahaan perkebunan sawit akan lebih memilih menyelamatkan supply chain-nya untuk memenuhi tuntutan EUDR tersebut. Kondisi ini berpotensi membuat petani sawit tersingkir dari supply chain minyak sawit global. Jika kondisi ini terjadi akan menciptakan berbagai persoalan sosial, ekonomi, keamanan, dan politik yang serius bagi negara-negara produsen minyak sawit. EUDR akan berubah menjadi instrumen EU untuk mematikan kebun sawit rakyat serta memiskinkan petani sawit dan keluarganya.


Kesimpulan

EUDR mempersyaratkan komoditas/produk sawit yang boleh masuk ke pasar EU adalah komoditas/produk yang bebas deforestasi dan degradasi hutan, memenuhi legalitas di negara produsen, dan lolos due diligence. Pemenuhan EUDR akan menghadapi sejumlah kompleksitas yang berimplikasi pada biaya yang cukup besar. Implementasi pendekatan EUDR yang multiproduk (sekitar 200-an produk hilir sawit), multistage industry, multicountry, multiecosystem/land cover, multi farming/plantation dengan variasi tinggi memiliki konsekuensi biaya yang cukup besar dan berpotensi mengganggu rantai pasok minyak sawit global. 

Kebijakan EUDR juga menyangkut berbagai isu tata kelola perdagangan global. Beberapa diantaranya ketidakpastian aturan global, tidak compliance dengan aturan WTO/TBT, perbedaan peraturan perundangan antara EU dengan Indonesia, berpotensi mengganggu supply chain sawit global, meningkatkan biaya produksi, berpotensi membangun kekuatan monopsoni EU, dan berpotensi menyingkirkan petani sawit dari supply chain minyak sawit global.



  1. Annunziata, A Marini, AR Vecio. 2019. Effectiveness of Sustainability Labels in Guiding Food Choices: Analysis of Visibility and Understanding Among Young Adults. Sustainability Production and Consumption. 17(1): 108-115.
  2. Bradford A. 2020. The European Union in a Globalized World: the “Brussels Effect”. Columbia Law School.
  3. Council of European Union. 2022. Draft Regulation of the European Parliament and of the Council on the making available on the Union market as well as export from the Union of certain commodities and products associated with deforestation and forest degradation and repealing Regulation (EU) No 995/2010. General approach
  4. Europe Economics. 2016. The Downstream Economic Impact of Palm Oil Exports. Europe Economics Chancery House. London.
  5. European Commision. 2018. Impact Assessment: Minimizing Risk if Deforestation and Forest Degradation Associated of Product Placed on EU Market
  6. European Commision. 2021. Proposal for a Regulation of The European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010.
  7. European Union 2023. Regulation of The European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010
  8. Gunarso P, ME Hartoyo, Y Nugroho. 2013. Analisis penutupan lahan dan perubahannya menjadi kelapa sawit di Indonesia: Studi kasus di 5 pulau besar di Indonesia periode 1990-2010. Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan. 2(1):10-19.
  9. Hadi A. 2023. EUDR & Its Implication for Palm Oil Industry. Materi dipresentasikan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) di Bali tanggal 2-3 November 2023.
  10. Hinkes C, I Christoph-Schulz. 2019. Consumers Attitude Toward Palm Oil: Insight from Locus Group Discussion. Journal of Food Products Marketing. 25 (9): 875-895.
  11. Kojima Y, Parcell J, Cain J. 2016. A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use.
  12. Lukman, R.A. 2023. Addressing Smallholders Issue in the EUDR. Materi dipresentasikan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) di Bali tanggal 2-3 November 2023.
  13. Morgan N. 1993. World Vegetables Oil Consumption Expands and Diversifies. Food Review. 16(2). DOI: 10.22004/ag.econ.266114 
  14. Parcell J, Kojima Y, Roach A, Cain W. 2018. Global Edible Vegetable Oil Market Trends. Journal of Scientific and Technical Research. 2(1): 2282-2291.
  15. PASPI Monitor. 2021. Apakah Deforestasi merupakan Fenomena Normal dalam Pembangunan?. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(11): 339-344.
  16. PASPI Monitor. 2022a. Kebijakan “Deforestation-Free” dan Polemiknya. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(15): 683-688.
  17. PASPI Monitor. 2022b. Kebijakan “Deforestation-Free” Policy, Embodied Deforestation, dan Jejak Deforestasi. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(17): 695-702.
  18. PASPI Monitor. 2022c. Menyikapi Kebijakan Anti Deforestasi Uni Eropa pada Minyak Sawit. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3 (21): 721-726.
  19. PASPI Monitor. 2023a. European Deforestation-Free Regulation: Kebijakan Anti Deforestasi yang Makin Boros Deforestasi dan Emisi Global. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(4): 761-766.
  20. PASPI Monitor. 2023b. Pilihan Strategis Industri Sawit Nasional Merespon Kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR). Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(5): 767-776.
  21. PASPI Monitor. 2023c. Dampak Ekonomi European Union Deforestation Free Regulation (EUDR) pada Industri Sawit Nasional. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(6): 777-781.
  22. PASPI Monitor. 2023d. European Union Deforestation Free Regulation on Supply Chain (EUDR) Ciptakan Risiko Ketidakpastian Industri Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(13): 827-832.
  23. PASPI Monitor. 2024. Diskriminasi Sawit European Deforestation-Free Regulation Potensial Melanggar Prinsip WTO. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(17): 855-860.
  24. Purnomo A. 2023. Assessing EUDR and Indonesia Regulatory Gap: What is the Option?. Materi dipresentasikan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) di Bali tanggal 2-3 November 2023.
  25. Santeramo FG. 2017. Cross-Price Elasticity for Oils And Fats in EU and USA.
  26. Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10:206-224.
  27. Suharto R, Agus F, Santosa Y, Sipayung T, Gunarso, P. 2019. Kajian Terhadap European Union Renewable Energy Directive (EU Directive 2018/2001) dan EU Commission Delegated Regulation 2019/807 serta Perumusan Posisi Indonesia terhadap Kebijakan Tersebut. Jakarta (ID): Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; PT Riset Perkebunan Nusantara.
  28. Unnithan. 2023. EU Regulation on Deforestation-Free Supply Chains: How Can the Palm Oil Industry Comply?. Materi dipresentasikan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) di Bali tanggal 2-3 November 2023.
Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x