Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di Indonesia yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2021 luas tanaman perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 8574,9 ribu hektar. Luasnya lahan tanaman perkebunan kelapa sawit dan tingginya pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sering dikaitkan dengan isu dan mitos yang tidak benar dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Paradigma mengenai isu negatif kelapa sawit dijadikan sebagai landasan dalam berbagai kampanye “No Palm Oil”, atau “Palm Oil Free”, serta “Zero Deforestation” hingga kebijakan RED II ILUC Uni Eropa oleh komunitas anti sawit dengan tujuan untuk menciptakan “Dunia Tanpa Sawit” (PASPI Monitor, 2022). Sebagai generasi muda yang cerdas kita tidak boleh percaya begitu saja dengan informasi yang tidak berdasarkan data. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dibahas mengenai mitos dan fakta kelapa sawit dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Kontribusi kelapa sawit dalam aspek ekonomi telah banyak diungkap dalam berbagai studi. Industri sawit berkontribusi signifikan pada ekspor, devisa negara, neraca perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan ekonomi daerah. Ketahanan ekonomi yang dicapai oleh daerah penghasil sawit atau desa sawit telah mencapai 58% dari kondisi ideal ketahanan ekonomi yang ditargetkan pemerintah (dalam hal ini adalah Kemendesa PDTT) sedangkan ketahanan ekonomi yang pada daerah bukan penghasil sawit atau desa non sawit baru mencapai 53% dari target tersebut (PASPI Monitor, 2022). Beberapa mitos dan fakta kelapa sawit dalam aspek ekonomi menurut PASPI (2022) diantaranya adalah:
- Industri minyak kelapa sawit Indonesia dinilai sebagai sektor ekonomi yang ekstraktif. Anggapan tersebut adalah mitos karena suatu sektor ekonomi disebut ekstraktif jika hanya mengambil atau memanen yang tersedia di alam termasuk berburu, memancing, logging dan pertambangan. Perkebunan kelapa sawit merupakan kegiatan ekonomi non ekstraktif karena produksi Crude Palm Oil (CPO) diperoleh dengan cara membudidayakan kelapa sawit serta melakukan pengolahan lebih lanjut, dengan menggunakan manajemen dan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
- Industri kelapa sawit sekarang ini telah beralih dari pengekspor minyak sawit mentah (CPO) menjadi minyak sawit olahan adalah fakta. Ekspor minyak sawit olahan di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 78,4% sedangkan ekspor minyak sawit mentah hanya mencapai 21,6%.
- Perkebunan kelapa sawit bukanlah kegiatan ekonomi yang eksklusif melainkan kegiatan ekonomi yang bersifat inklusif merupakan fakta. Apabila terjadi peningkatan ekspor minyak kelapa sawit selain meningkatkan pendapatan pada perkebunan kelapa sawit (direct effect) juga akan meningkatkan pendapatan (melalui indirect effect dan induced consumption effect) pada sektor-sektor perekonomian nasional. Dengan demikian, industri kelapa sawit termasuk kegiatan ekonomi yang inklusif.
- Ekspor minyak kelapa sawit sebagai penyumbang devisa negara tertinggi adalah fakta. Dalam perekonomian Indonesia, sektor non migas (termasuk didalamnya industri minyak sawit) merupakan sektor andalan untuk menghasilkan devisa negara. Nilai netto ekspor minyak kelapa sawit pada tahun 2016 mencapai 17,8.
- Industri minyak kelapa sawit turut berkontribusi pada penerimaan pemerintah adalah fakta. Secara akumulatif penerimaan pemerintah dari bea keluar minyak sawit meningkat dari Rp. 4,2 triliun (2007) menjadi Rp. 111,6 triliun (2016).
- Industri minyak sawit Indonesia memiliki kebijakan hilirisasi sehingga menciptakan nilai tambah adalah fakta. Pertumbuhan nilai tambah terjadi pada perkebunan kelapa sawit maupun industri hilir minyak sawit. Diperkirakan pertumbuhan nilai tambah tersebut akan makin cepat dan luas akibat percepatan hilirisasi minyak sawit dan peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit yang sedang berlangsung.
- Industri kelapa sawit berkontribusi dalam menyerap tenaga kerja adalah fakta. Secara umum, jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri minyak sawit mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yakni 2,1 juta orang tahun 2000 menjadi 8,2 juta orang tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa industri minyak sawit adalah padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.
- Penggunaan biodiesel sawit menguntungkan Indonesia adalah fakta. Berdasarkan realisasi kebijakan mandatori biodiesel tahun 2014-2016 di Indonesia menghasilkan akumulasi penghematan solar, emisi CO2 dan devisa impor solar. Secara akumulasi, impor solar yang berhasil dihemat adalah 5 juta ton dengan penghematan devisa untuk impor solar sebesar USD 2,3 miliar.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan di kawasan pedesaan, daerah pelosok, daerah tertinggal bahkan daerah degraded land. Daerah pelosok pada umumnya masih terisolasi sehingga Perkebunan Negara / Perkebunan Swasta harus membuka jalan masuk (acces road), pembangunan jalan usaha tani (farm road), pembangunan kebun inti dan plasma, pembangunan perumahan karyawan, fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasilitas sosial atau umum dan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan. Adapun mitos dan fakta kelapa sawit dalam aspek sosial menurut PASPI (2022) diantaranya adalah:
- Perkebunan kelapa sawit turut serta dalam mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar meningkat. Komposisi rata-rata pendidikan tenaga kerja yang terserap di perkebunan kelapa sawit menurut PASPI (2014) adalah sekitar 51% berpendidikan SD ke bawah, 16% berpendidikan SLTP, 30% berpendidikan SLTA dan 4 % berpendidikan diploma atau sarjana. Perkebunan kelapa sawit secara umum lebih akomodatif terhadap latar belakang tenaga kerja yang tersedia di kawasan pedesaan. Pandangan bahwa tenaga kerja yang terserap perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan kualitas tenaga kerja di pedesaan adalah mitos karena tidak didukung fakta.
- Pada faktanya perkebunan kelapa sawit di daerah pedesaan bukanlah mengeksploitasi sumber daya pedesaan tetapi sebaliknya melalui pengembangan perkebunan kelapa sawit justru menarik investasi baru yang cukup besar ke daerah terisolir di pedesaan sehingga dapat mengubah daerah terbelakang menjadi pusat pertumbuhan baru di pedesaan.
- Beberapa tahun terakhir ini, jejaring LSM anti sawit di Indonesia sering mempublikasikan dan menuduh perkebunan kelapa sawit mempekerjakan anak-anak (di bawah 17 tahun) dalam bentuk foto anak-anak yang sedang berada di kebun sawit. Hal tersebut adalah mitos karena tuduhan dengan foto tersebut bukan hanya tidak masuk akal tetapi juga mengeksploitasi anak-anak demi pembenaran tujuan LSM itu sendiri. Seharusnya jika LSM benar-benar menemukan bahwa ada perusahaan yang secara sengaja mempekerjakan anak-anak dan dibuktikan secara meyakinkan seharusnya LSM mengadukannya secara hukum.
- Tuduhan bahwa perkebunan sawit memberikan perlakuan yang berbeda antara pekerja laki-laki dan perempuan (diskriminasi gender) adalah mitos. Pada faktanya industri sawit turut berkontribusi dalam pencapaian SDGs poin 5 tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sehingga industri sawit selalu berkomitmen untuk menerapkan kesetaraan gender bagi para pekerjanya.
Perkembangan industri kelapa sawit dunia yang sangat cepat sering dikaitkan dengan Land Use Change (LUC) yang terkait isu deforestasi, biodiversity loss dan isu lingkungan lainnya (PASPI Monitor, 2022). Pengaitan minyak sawit dunia dengan isu deforestasi dan biodiversity loss telah menjadi tema kampanye jejaring NGO anti sawit global yang sangat intensif diberbagai negara yang telah menggiring masyarakat dunia agar hidup tanpa minyak sawit melalui kampanye “No Palm Oil”, atau “Palm Oil Free”, serta “Zero Deforestation”. Adapun isu-isu tersebut tidaklah benar adanya karena tidak ada data akurat yang mampu membuktikan pernyataan tersebut. Beberapa mitos dan fakta sawit dalam aspek lingkungan menurut PASPI (2022) diantaranya adalah:
- Lahan sawit yang berasal dari deforestasi (dari konversi hutan produksi terganggu) hanya sekitar 2,5 juta hektar, sedangkan dari reforestasi (dari konversi lahan pertanian dan lahan terlantar) sebesar 7,9 juta hektar. Sehingga perluasan kebun sawit di Indonesia justru berperan dalam reforestasi (meningkatkan stok karbon wilayah) seluas 5,3 juta hektar. Dengan demikian perkebunan kelapa sawit Indonesia selain bukan pemicu utama deforestasi namun merupakan suatu reforestasi. Tudingan bahwa ekspansi kebun kelapa sawit merupakan pemicu deforestasi utama tidak didukung oleh data. Kebun sawit justru menghijaukan kembali ekologi dan ekonomi wilayah yang rusak akibat logging pada masa sebelumnya.
- Perkebunan kelapa sawit juga bukan merupakan pemicu biodiversity loss. Berdasarkan data statistik kehutanan luas konversi hutan menjadi non hutan di Pulau Sumatera mencapai 34,2 juta hektar, sedangkan luas perkebunan sawit di Pulau Sumatera pada waktu yang sama adalah 6,8 juta hektar atau hanya 19,9% dari luas total konversi tersebut. Perkebunan kelapa sawit bukanlah pemicu utama konversi hutan menjadi non hutan di Pulau Sumatera. Sekitar 80% hasil konversi hutan dipergunakan untuk kepentingan sektor diluar kebun sawit. Dengan demikian, perkebunan kelapa sawit bukan merupakan pemicu biodiversity loss.
- Pada faktanya kebun sawit ramah lingkungan karena memiliki kemampuan konservasi tanah dan air. Kebun sawit memiliki tiga mekanisme yang secara sinergis berfungsi dalam melindungi tanah dan air yakni mekanisme struktur dan naungan kanopi (canopy land cover), mekanisme tata kelola lahan kebun sawit dan mekanisme sistem perakaran kelapa sawit.
- Tanaman kelapa sawit lebih hemat air dibandingkan dengan tanaman tanaman hutan lainnya adalah fakta. Penelitian terdahulu dengan menggunakan indikator evapotranspirasi tanaman membuktikan bahwa tanaman bambu dan lamtoro tergolong boros air dengan kebutuhan sekitar 3.000 mm per tahun, tanaman akasia 2.400 mm per tahun, tanaman sengon 2.300 mm per tahun, tanaman pinus dan karet sekitar 1.300 mm per tahun, sedangkan kebun sawit hanya 1.104 mm per tahun.
- Perkebunan sawit tidak menyebabkan lahan menjadi tandus adalah fakta. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa biomas (salah satu komponen penting kesuburan lahan) pada kebun sawit meningkat dengan semakin tua umur kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit umur 4 tahun, menghasilkan biomas sekitar 40 ton per hektar/tahun, kemudian meningkat menjadi sekitar 93 ton pada umur 15 tahun. Pada saat umur 24 tahun (umur peremajaan kembali) volume biomas mencapai puncak yakni sekitar 113 ton/ha/tahun. Ketika diremajakan kembali, biomas tersebut dibiarkan di lahan untuk kesuburan lahan. Semakin tua umur kelapa sawit maka akan semakin meningkat pula bahan organik yang tersimpan di dalam biopori tanah. Dengan demikian jika bahan organik tetap dikembalikan ke tanah, kesuburan tanah perkebunan kelapa sawit tentu tidak mengalami penurunan sehingga tuduhan perkebunan kelapa sawit mengakibatkan tanah menjadi tandus adalah mitos.
Artikelnya sangat menarik kak
Semoga bermanfaat kak
bermanfaat ges
Makasiii kak
Sangat menarik dan informatif
Semoga bermanfaat ya artikelnya
Keren, sangat informatif sekali artikelnya
❤❤❤
Sangat informatif artikelnya
Semoga bisa menambah wawasan kita tentang kelapa sawit yaa
Artikelnya sangat bermanfaat
Alhamdulillah thank you bestiee
Wahhh sangat informatif, terima kasih ya
Sama-sama
Bagussss weeeeiiii
Thanks bestiee semoga bermanfaat yaa artikelnya ❤
Kerenn banget, sangat bermanfaat
❤❤❤
Artikelnya keren
Makasiii diii ❤
Masya Allah informasi yang diberikan sangat menarik dan bermanfaat.
❤❤❤
Informatif dan menarik artikelnya
Terima kasih amarrr
Penjelasan yang bagus dan informatif
Semoga bermanfaat yaa stella
informasinya sangat bermanfaat
Alhamdulillah semoga bisa menambah wawasan kita tentang kelapa sawit ya kak
artikelnya bagus banget ❤️
❤❤❤
Bermanfaat
Terima kasih mas afif
menarik dan bermanfaat
Terima kasih kak
Menambah wawasan, goodjob
❤❤❤
Sangat informatif sekaliii
Semoga bermanfaat ya kak ❤
Sangat bermanfaat
Makasih kakkk
Topik yang dibahas sangat menarik