Back to Top
Rating & Comment

Peran Strategis Ekonomi Hijau Sawit dalam Transformasi Pembangunan Berkelanjutan Indonesia

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Policy Brief
CITE THIS POLICY BRIEF
PASPI. Artikel Diseminasi & Policy Brief . (2025). INDUSTRI SAWIT DALAM MEMBANGUN EKONOMI HIJAU DI INDONESIA (Issue Brief no. 11). https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2025/10/INDUSTRI-SAWIT-DALAM-MEMBANGUN-EKONOMI-HIJAU-DI-INDONESIA.pdf

Ekonomi Hijau telah menjadi komponen fundamental dalam strategi pembangunan nasional Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Industri kelapa sawit, sebagai salah satu sektor strategis perekonomian, membuktikan keselarasan dengan prinsip green economy yang menekankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan keadilan sosial.

Konsep ekonomi hijau yang dipromosikan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) sejak tahun 2008 menemukan implementasi nyata dalam industri sawit Indonesia. Melalui multifungsi yang melekat pada perkebunan sawit, yang mencakup fungsi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan, sektor ini telah menunjukkan kontribusi konkret dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan komitmen Net Zero Emission (NZE) 2060.

Dalam dua dekade terakhir, arah pembangunan global mengalami pergeseran fundamental menuju paradigma sustainability. Indonesia menjadi salah satu negara yang turut mengadopsi konsep ekonomi hijau dalam arah kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Seiring dengan meningkatnya komitmen nasional terhadap pembangunan berkelanjutan dan penurunan emisi karbon, transisi Indonesia menuju ekonomi hijau semakin terlihat jelas dalam satu dekade terakhir.


Mengapa Industri Sawit Menjadi Kunci Ekonomi Hijau Indonesia?

Perkebunan sawit memiliki karakteristik unik sebagai sistem produksi “three in one” yang menghasilkan minyak nabati, biomassa, dan jasa lingkungan secara bersamaan melalui proses fotosintesis. Ketiga produk ini bersifat joint product yang tidak saling meniadakan, melainkan memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan kepada masyarakat secara simultan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan secara eksplisit mengakui tiga fungsi strategis perkebunan sawit. Pertama, fungsi ekonomi berkaitan dengan peningkatan kemakmuran dan penguatan struktur ekonomi regional dan nasional. Kedua, fungsi ekologi terkait konservasi tanah dan air, penyerapan karbon, dan penyediaan oksigen. Ketiga, fungsi sosial budaya sebagai perekat dan pemersatu bangsa melalui keterlibatan multietnis dalam aktivitas ekonomi produktif.

Multifungsi yang melekat pada sektor pertanian dan perkebunan ini juga sejalan dengan konsep yang diakui secara internasional. Konsep multifungsi perkebunan mencakup white function yang menggambarkan fungsi ekonomi, yellow function yang menggambarkan fungsi atau jasa sosial budaya, serta blue function dan green function yang menggambarkan fungsi atau jasa lingkungan berkaitan dengan pelestarian tata air dan pelestarian sumberdaya alam.

Ekonomi Hijau Sawit dalam Dimensi Ekonomi

Aspek hijau dari sawit dalam dimensi ekonomi dapat dilihat dari keunggulan produktivitasnya yang luar biasa. Minyak sawit memiliki keunggulan produktivitas sekitar empat hingga tujuh kali lipat lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya seperti kedelai, rapeseed, dan bunga matahari. Keunggulan ini menciptakan availability atau ketersediaan pasokan minyak sawit dalam jumlah yang relatif besar, stability atau kestabilan pasokan sepanjang bulan dan tahun, serta affordability atau harga yang relatif lebih kompetitif dan terjangkau.

Ketiga karakteristik ini sangat menguntungkan konsumen baik di negara produsen maupun importir, khususnya negara dengan tingkat pendapatan rendah atau negara miskin yang dapat membeli minyak sawit maupun produk olahannya dengan harga yang terjangkau. Inilah yang membuat minyak sawit memiliki sifat pro-poor atau membantu penduduk miskin dunia.

Pada level makroekonomi, kontribusi industri sawit dalam pertumbuhan ekonomi inklusif dapat dilihat baik pada level lokal, daerah, nasional, maupun global. Perkebunan sawit menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat desa yang bermata pencaharian sebagai petani sawit maupun karyawan di perusahaan perkebunan sawit. Melalui transaksi ekonomi akibat peningkatan pendapatan di kawasan masyarakat perkebunan sawit tersebut, sektor ini berperan sebagai lokomotif yang mampu menarik tumbuh kembangnya sektor ekonomi lain baik di kawasan desa tersebut maupun di desa atau daerah lain.

Efek multiplier dan economic spillovers tersebut kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Pada level nasional, industri sawit memiliki posisi penting sebagai sumber devisa yang menciptakan surplus perdagangan Indonesia. Ekspor produk sawit telah berkontribusi signifikan dalam memperkuat neraca perdagangan Indonesia dan mencapai rekor tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Sementara itu, kontribusi industri sawit dalam ekonomi global ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan dan penerimaan pajak akibat kegiatan impor dan hilirisasi sawit di negara importir. Kegiatan pengolahan minyak sawit di negara-negara importir menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah ekonomi yang signifikan bagi negara-negara tersebut.

Ekonomi Hijau Sawit dalam Dimensi Sosial

Aspek hijau dari sawit dalam dimensi sosial termanifestasi dalam kontribusi penting perkebunan dan industri sawit terhadap pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja di level lokal dan daerah. Berbagai studi menunjukkan bahwa pengembangan perkebunan sawit telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dan mengurangi ketimpangan pendapatan di kawasan pedesaan.

Pengembangan perkebunan sawit di kawasan pedesaan atau daerah juga berdampak pada terbangunnya berbagai fasilitas umum serta meningkatnya akses masyarakat pada pendidikan dan kesehatan. Keberadaan perkebunan sawit mendorong pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, sekolah, puskesmas, dan fasilitas umum lainnya yang secara langsung meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Pada level global, impor dan hilirisasi minyak sawit berdampak pada penyerapan tenaga kerja atau job-creation di negara importir. Industri pengolahan minyak sawit di berbagai negara importir mempekerjakan jutaan orang dan berkontribusi pada perekonomian lokal negara-negara tersebut.

Hal lain yang tidak kalah penting terkait dengan aspek sosial terpotret pada fungsi perkebunan sawit dalam aspek sosial budaya, yakni dengan terciptanya keragaman antar suku dan etnis di daerah sentra sawit. Banyak masyarakat dari berbagai suku atau etnis bangsa bermigrasi ke Sumatera dan Kalimantan baik melalui program transmigrasi maupun sukarela untuk bekerja menjadi petani sawit atau karyawan perusahaan perkebunan sawit maupun sektor ekonomi lainnya.

Keterlibatan multietnis dalam kegiatan ekonomi berarti juga bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu wadah pelestarian keragaman interaksi sosial antar etnis dan budaya. Selain itu, masyarakat yang lebih heterogen mengindikasikan terbentuknya modal sosial bridging seperti collective action. Salah satu bentuk collective action yang terbentuk di antara masyarakat perkebunan sawit adalah koperasi dan bentuk kemitraan antara pelaku usaha perkebunan sawit.

Ekonomi Hijau Sawit dalam Dimensi Lingkungan

Aspek hijau dari sawit dalam dimensi lingkungan merupakan kontribusi yang sangat penting namun seringkali kurang dipahami secara luas. Perkebunan sawit memiliki kemampuan sebagai carbon sink atau penyerap karbon, bahkan net carbon sink-nya lebih besar jika dibandingkan hutan tropis. Kemampuan ini menjadikan perkebunan sawit sebagai kontributor penting dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan mitigasi perubahan iklim.

Emisi GRK Chart

Jika dibandingkan dengan tanaman minyak nabati lainnya seperti kedelai, rapeseed, dan bunga matahari, sawit relatif lebih ramah lingkungan dan sustainable. Keunggulan ini terlihat dari berbagai aspek. Pertama, sawit lebih hemat dan efisien dalam penggunaan lahan karena produktivitasnya yang jauh lebih tinggi. Untuk menghasilkan jumlah minyak nabati yang sama, sawit membutuhkan lahan yang jauh lebih sedikit dibandingkan tanaman minyak nabati lainnya.

Kedua, sawit lebih hemat air dibandingkan tanaman minyak nabati lainnya. Water footprint atau jejak air dari produksi minyak sawit lebih rendah dibandingkan minyak nabati alternatif. Ketiga, sawit menghasilkan polutan air dan tanah yang lebih rendah. Keempat, sawit memiliki tingkat biodiversity loss yang lebih kecil ketika dibandingkan dengan alternatif penggunaan lahan untuk tanaman minyak nabati lainnya. Kelima, sawit lebih hemat emisi dalam siklus produksinya.

Karakteristik-karakteristik ini menjadikan perkebunan sawit sebagai solusi pro-environment dalam memenuhi kebutuhan global akan minyak nabati tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Bahkan, perkebunan sawit dapat berkontribusi positif terhadap lingkungan melalui fungsi ekologisnya dalam konservasi tanah dan air, penyerapan karbon, penyediaan oksigen, dan sebagai penyangga kawasan lindung.


Bagaimana Strategi Innovation-Driven Memperkuat Ekonomi Hijau Sawit?

Industri sawit Indonesia telah memasuki fase transformasi yang signifikan. Hingga tahun 2017, industri sawit nasional masih berada di tahap awal industrialisasi dengan memanfaatkan kelimpahan sumberdaya alam atau fase factor-driven yang ditandai dengan peningkatan produksi minyak sawit berbasis ekstensifikasi lahan. Pengembangan industri sawit ke depan diarahkan untuk naik kelas melalui peningkatan produktivitas atau capital driven dan selanjutnya peningkatan produktivitas total atau innovation-driven.

Pemanfaatan ilmu pengetahuan, riset, dan sumber daya manusia kreatif sebagai basis peningkatan produktivitas total dalam fase innovation-driven menjadi kunci industri sawit menuju ekonomi hijau. Selain berbasis innovation-driven, upaya untuk meningkatkan dan memperluas kontribusi industri sawit dapat dilakukan baik pada sektor hulu yang mencakup perkebunan sawit dan Pabrik Kelapa Sawit atau huluisasi, maupun sektor hilir yang mencakup industri pengolahan sawit atau hilirisasi.

Strategi Peningkatan Produktivitas Berkelanjutan

Strategi pertama dalam huluisasi adalah peningkatan produktivitas. Untuk memenuhi demand minyak sawit domestik dan dunia yang terus meningkat, peningkatan produktivitas menjadi solusi untuk meningkatkan produksi minyak sawit nasional tanpa harus melakukan ekstensifikasi lahan yang dapat mengancam hutan.

Rata-rata produktivitas sawit nasional saat ini sekitar tiga hingga empat ton per hektar dan ditargetkan harus meningkat menjadi lima hingga enam ton per hektar. Selain dapat menghasilkan minyak sawit dengan volume yang lebih banyak, tingginya produktivitas minyak tersebut juga berimplikasi pada penghematan lahan dan mencegah deforestasi baik secara langsung maupun tidak langsung seperti konversi lahan pertanian.

Peningkatan produktivitas tersebut dapat dicapai melalui dua jalur utama. Pertama, melalui peremajaan atau replanting dengan menggunakan bibit unggul yang memiliki potensi produktivitas lebih tinggi. Kedua, melalui perbaikan kultur teknis atau Good Agriculture Practices pada kebun eksisting, yang mencakup pemupukan berimbang, pengendalian hama dan penyakit yang efektif, pemanenan yang tepat waktu, dan praktik-praktik budidaya terbaik lainnya.

Strategi Ekstensifikasi dalam Reforestasi

Strategi kedua dalam huluisasi adalah ekstensifikasi dalam reforestasi. Ekstensifikasi yang dimaksud adalah penambahan lahan baru untuk pengembangan kebun sawit dengan memanfaatkan lahan kritis atau lahan terdegradasi, semak belukar, atau bekas tambang. Pendekatan ini sangat berbeda dengan ekstensifikasi konvensional yang berpotensi mengkonversi hutan.

Terdapat dua model lanskap ekstensifikasi kebun sawit pada lahan terdegradasi yang dapat diterapkan. Model pertama adalah model mozaik kebun sawit dan hutan. Pada model ini, penggunaan ruang darat diatur secara spasial dengan mengombinasikan blok-blok kebun sawit produktif, kawasan lindung, sempadan sungai, hutan sekunder, dan koridor satwa liar secara terpadu dalam satu lanskap.

Model ini sebenarnya bukan merupakan model yang baru karena sejak awal perusahaan perkebunan sawit di Indonesia telah mengalokasikan lahan Hak Guna Usaha-nya sebagai areal High Carbon Stock dan High Carbon Value untuk menambah carbon stock sekaligus area konservasi biodiversitas dan sumberdaya alam di kawasan budidaya perkebunan.

Model kedua adalah model agroforestri sawit, yakni memanfaatkan lahan terdegradasi dengan menerapkan pola tanam campuran antara sawit dengan spesies tanaman hutan, tanaman pelindung tanah, atau tanaman pangan bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan model agroforestri sawit telah dilakukan di beberapa daerah dengan hasil yang menjanjikan.

Misalnya, di Kalimantan Timur dikembangkan pola sawit-sengon dan sawit-durian, di Riau dikembangkan pola sawit-jengkol dan sawit-petai, serta di Sumatera Selatan dikembangkan pola sawit-pisang, sawit-nanas, dan sawit-sengon. Selain meningkatkan produksi minyak sawit dan memulihkan fungsi ekologi seperti carbon stock, meningkatkan unsur hara tanah, mencegah erosi, meningkatkan biodiversitas, dan hemat emisi, penerapan model agroforestri sawit tersebut juga menambah manfaat ekonomi bagi petani atau perusahaan perkebunan.

Dengan kedua model ekstensifikasi kebun sawit dalam reforestasi pada lahan terdegradasi atau lahan kritis tersebut, akan terjadi dampak ganda yang sangat positif. Di satu sisi, kapasitas produksi minyak sawit nasional meningkat secara berkelanjutan. Di sisi lain, tutupan vegetasi dan serapan karbon atau karbon stok juga meningkat. Dengan kata lain, kebun sawit bertambah dan pada saat yang bersamaan hutan juga bertambah. Inilah paradigma baru pengembangan perkebunan sawit yang sejalan dengan prinsip ekonomi hijau.

Strategi Penurunan Emisi melalui Inovasi Teknologi

Strategi ketiga dalam huluisasi adalah penurunan emisi karbon. Meskipun perkebunan sawit memiliki kemampuan meningkatkan karbon stok sehingga berkontribusi dalam penurunan emisi, namun proses produksi minyak sawit juga menghasilkan emisi. Menurut studi yang telah dilakukan, kontribusi emisi terbesar pada tahap proses produksi kebun sawit hingga ke CPO Mill bersumber dari tiga hal utama, yaitu POME atau Palm Oil Mill Effluent sebesar 62 persen, pupuk sebesar 31,5 persen, dan penggunaan energi fosil sebesar 5,1 persen.

Dengan berbagai inovasi teknologi, emisi gas rumah kaca dari proses produksi minyak sawit dapat diturunkan secara signifikan. Pertama, aplikasi teknologi methane capture untuk pengolahan POME dapat menurunkan emisi GRK sangat signifikan mencapai 66 hingga 90 persen. Teknologi ini menangkap gas metana yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dan mengubahnya menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Adopsi teknologi methane capture tersebut dapat menurunkan emisi CPO Mill secara signifikan tanpa berpengaruh pada produksi CPO.

Kedua, inovasi teknologi pupuk juga dapat menurunkan emisi pupuk sekaligus meningkatkan produktivitas minyak. Inovasi teknologi Controlled Release Fertilizer dapat menurunkan emisi pupuk hingga 50 persen. Pupuk jenis ini melepaskan nutrisi secara bertahap sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga mengurangi kehilangan nutrisi ke atmosfer dalam bentuk emisi.

Demikian juga, substitusi pupuk anorganik dengan biofertilizer juga menurunkan emisi GRK dari pupuk tanpa mempengaruhi produktivitas tanaman. Biofertilizer mengandung mikroorganisme yang dapat membantu tanaman menyerap nutrisi lebih efisien dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia sintetis yang produksinya menghasilkan emisi tinggi.

Ketiga, penggunaan varietas unggul melalui program replanting, pemanfaatan biochar berbasis biomassa sawit, substitusi energi fosil dengan biofuel sawit, dan optimasi lokasi PKS dan hilirisasi di kawasan pedesaan juga dapat meminimumkan emisi di sektor hulu sawit. Kombinasi berbagai strategi ini dapat menurunkan emisi pada produksi minyak sawit secara drastis.

Penurunan emisi dengan mengadopsi inovasi teknologi dan manajemen produksi minyak sawit dibandingkan baseline menunjukkan bahwa perkebunan sawit berpotensi berpartisipasi dalam perdagangan karbon. Adopsi inovasi teknologi penurunan emisi ditambah dengan penerapan strategi ekstensifikasi dalam reforestasi baik model mozaik maupun model agroforestri, dapat dimanfaatkan perkebunan atau industri sawit untuk mendapatkan manfaat ekonomi tambahan melalui mekanisme carbon credit pada perdagangan karbon maupun akses pada green financing lainnya yang mendukung pengembangan ekonomi hijau.

Strategi Substitusi Produk Berbasis Fosil

Upaya untuk meningkatkan dan memperluas kontribusi industri sawit dalam membangun ekonomi hijau di Indonesia juga dapat dilakukan pada sektor hilir melalui pengembangan hilirisasi. Keempat jalur hilirisasi sawit yang meliputi oleofood complex, oleochemical complex, biofuel atau bioenergy complex, dan biomass-biomaterial complex dapat menghasilkan produk berbasis sawit yang dapat mensubstitusi produk turunan minyak fosil yang boros emisi.

Biodiesel sawit sebagai salah satu produk hasil hilirisasi jalur bioenergi atau biofuel sawit merupakan substitut solar fosil. Penggunaan biodiesel sawit di Indonesia melalui program mandatori biodiesel atau program Bxx telah terbukti memberikan multimanfaat yang signifikan. Program ini tidak hanya menurunkan ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar fosil, tetapi juga telah terbukti menurunkan emisi GRK hingga mencapai 35,58 juta ton CO₂ ekuivalen pada tahun 2024.

Selain biodiesel sawit, pengolahan minyak dan biomassa sawit juga memiliki potensi yang besar untuk mensubstitusi energi fosil dan menurunkan emisi. Pengolahan minyak sawit dapat menghasilkan bioenergi generasi pertama yang meliputi biodiesel, solar sawit, bensin sawit, avtur sawit atau Sustainable Aviation Fuel, dan biogas. Pengembangan SAF sawit sangat penting dalam konteks global mengingat sektor penerbangan merupakan salah satu sektor yang sulit untuk didekarbonisasi.

Selanjutnya, pengolahan biomassa sawit juga menghasilkan bioenergi generasi kedua yang meliputi bioethanol, biogas, dan biocoal. Biomassa sawit yang selama ini dianggap sebagai limbah ternyata memiliki potensi energi yang sangat besar. Tandan kosong kelapa sawit, cangkang, fiber, dan biomassa lainnya dapat dikonversi menjadi berbagai bentuk energi terbarukan.

Selain itu, limbah POME juga dapat diolah untuk menghasilkan bioenergi generasi ketiga yakni biogas atau biomethane dan biodiesel algae. Teknologi ini memanfaatkan alga atau ganggang yang tumbuh pada limbah cair pabrik kelapa sawit untuk menghasilkan biogas dan biodiesel, sehingga mengubah limbah menjadi sumber energi yang bernilai.

Pengolahan minyak sawit melalui jalur hilirisasi oleochemical complex dan biomassa sawit melalui jalur hilirisasi biomass-biomaterial complex berpotensi menghasilkan produk oleokimia dasar dan produk turunannya yang dapat mensubstitusi produk petrokimia dan turunan yang boros emisi.

Misalnya, produk biosurfaktan yang mencakup toiletries dan kosmetik, biolubrikan, dan bioplastik merupakan alternatif pengganti yang relatif lebih ramah lingkungan, biodegradable, dan hemat emisi dibandingkan produk surfaktan, lubrikan, dan plastik berbasis petrokimia. Plastik konvensional yang berbasis petroleum membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, sementara bioplastik sawit dapat terurai dalam waktu yang jauh lebih singkat.

Inovasi produk hilir sawit yang belum banyak diketahui secara luas adalah bioemulsifier. Produk tersebut dapat diaplikasikan pada produk pangan atau minuman olahan atau food and beverage product, kosmetik atau cosmetics product, kesehatan dan farmasi atau healthy and pharmacy product dan lain-lain. Bioemulsifier sawit memiliki berbagai keunggulan yakni cost-plus-sustainable advantage yang meliputi biodegradable, renewable, dan sustainable, yang dapat menjadi alternatif yang tepat untuk mensubstitusi emulsifier sintetis berbasis fosil.

Uraian di atas menunjukkan bahwa industri sawit tidak hanya secara built in atau bawaan bermanfaat secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun melalui implementasi berbagai strategi baik di sektor hulu atau huluisasi maupun sektor hilir atau hilirisasi, industri sawit berpotensi meningkatkan dan memperluas kontribusinya dalam membangun ekonomi hijau di Indonesia. Artinya industri sawit berpotensi menjadi salah satu sektor yang menggerakkan perekonomian atau pro-growth yang memberikan manfaat yang inklusif secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan.


Opsi Kebijakan untuk Memperkuat Transisi Ekonomi Hijau Industri Sawit

Ada lima opsi kebijakan untuk memperkuat transisi ekonomi hijau di Industri sawit :

Akselerasi Program Peremajaan Sawit Rakyat Terintegrasi

Implementasi paket kebijakan Peremajaan Sawit Rakyat atau PSR yang terintegrasi dengan pembangunan sarana-prasarana, sertifikasi ISPO, dan legalitas lahan sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dari tiga hingga empat ton per hektar menjadi lima hingga enam ton per hektar. Program ini perlu didukung dengan reinvestasi dana pungutan ekspor sawit dan mekanisme pembiayaan hijau yang aksesibel bagi petani sawit rakyat.

Petani sawit rakyat yang menguasai sekitar 40 persen dari total luas perkebunan sawit nasional umumnya memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan perkebunan besar. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti penggunaan bibit yang kurang berkualitas, kultur teknis yang belum optimal, keterbatasan akses pada pembiayaan, dan kendala infrastruktur. Program PSR yang terintegrasi dapat mengatasi berbagai permasalahan ini secara komprehensif.

Pengembangan Model Ekstensifikasi Berkelanjutan

Mendorong pengembangan model mozaik kebun sawit-hutan dan agroforestri sawit pada lahan kritis atau terdegradasi untuk meningkatkan produksi sekaligus memperluas tutupan vegetasi menjadi opsi kebijakan yang penting. Model ini perlu didukung dengan insentif fiskal dan akses pada mekanisme carbon credit untuk memberikan manfaat ekonomi tambahan kepada pelaku usaha yang menerapkan praktik berkelanjutan.

Indonesia memiliki jutaan hektar lahan kritis dan terdegradasi yang tersebar di berbagai wilayah. Pemanfaatan lahan-lahan ini untuk pengembangan perkebunan sawit dengan model mozaik atau agroforestri dapat memberikan manfaat ganda yaitu rehabilitasi lahan sekaligus peningkatan produksi minyak sawit. Pemerintah perlu menyediakan peta lahan kritis yang dapat dimanfaatkan dan memberikan kemudahan perizinan bagi pelaku usaha yang akan mengembangkan model ini.

Adopsi Teknologi Penurunan Emisi Berbasis Inovasi

Mewajibkan dan memberikan insentif bagi adopsi teknologi methane capture, controlled release fertilizer, dan biofertilizer melalui skema subsidi, pajak karbon yang progresif, dan akses pada green financing sangat penting untuk mendorong transformasi hijau di sektor hulu. Kebijakan ini perlu disertai dengan penguatan kapasitas penelitian dan pengembangan teknologi hijau di institusi riset nasional.

Saat ini, adopsi teknologi penurunan emisi di industri sawit masih terbatas. Salah satu kendala utama adalah biaya investasi awal yang cukup besar. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan insentif yang menarik seperti subsidi investasi, pembebasan pajak untuk peralatan teknologi hijau, atau skema kredit dengan bunga rendah. Selain itu, perlu juga diberlakukan kewajiban bertahap untuk adopsi teknologi ini, dimulai dari perusahaan besar kemudian secara bertahap diperluas ke perkebunan rakyat.

Akselerasi Hilirisasi Empat Jalur Produk Sawit

Memperkuat implementasi kebijakan pungutan ekspor dan mandatori biodiesel atau biofuel, serta memberikan insentif fiskal dan non-fiskal untuk pengembangan jalur oleochemical complex dan biomass-biomaterial complex menjadi kunci pengembangan ekonomi hijau sawit. Kebijakan ini perlu disertai dengan pengembangan industrial cluster berbasis sawit yang terintegrasi dengan infrastruktur energi terbarukan.

Hilirisasi sawit tidak hanya meningkatkan nilai tambah ekonomi tetapi juga berkontribusi pada penurunan emisi melalui substitusi produk-produk berbasis fosil. Pemerintah perlu memberikan prioritas pada pengembangan industri hilir sawit yang menghasilkan produk-produk hijau seperti biodiesel, bioplastik, dan oleokimia hijau. Pembangunan kawasan industri khusus untuk hilirisasi sawit dengan infrastruktur yang mendukung dapat mempercepat pengembangan sektor ini.

Integrasi Industri Sawit dalam Skema Perdagangan Karbon

Menetapkan kerangka regulasi yang jelas untuk partisipasi industri sawit dalam perdagangan karbon domestik dan internasional sangat penting untuk memberikan insentif ekonomi bagi praktik berkelanjutan. Hal ini mencakup penetapan baseline emisi, metodologi perhitungan carbon credit, dan mekanisme verifikasi yang kredibel untuk memastikan integritas lingkungan sekaligus memberikan insentif ekonomi bagi praktik berkelanjutan.

Industri sawit memiliki potensi besar untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon mengingat kemampuannya sebagai carbon sink dan potensi penurunan emisi melalui adopsi teknologi. Namun, untuk dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon, diperlukan kerangka regulasi yang jelas dan metodologi yang terstandarisasi. Pemerintah perlu segera menyusun regulasi ini dan memberikan asistensi teknis kepada pelaku usaha perkebunan sawit untuk dapat mengakses pasar karbon.


Kesimpulan

Ekonomi Hijau Sawit merupakan manifestasi konkret dari transformasi Indonesia menuju pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi inklusif, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan. Industri sawit, dengan multifungsi yang melekat dan potensi inovasi yang besar, telah membuktikan posisinya sebagai sektor strategis dalam ekonomi hijau nasional.

Perkebunan dan industri sawit telah menunjukkan bahwa manfaat atau kontribusi yang dihasilkan telah on the right track atau selaras dengan prinsip ekonomi hijau yakni pertumbuhan ekonomi yang inklusif, kesejahteraan manusia dan keadilan sosial, serta mengurangi risiko lingkungan termasuk mengurangi emisi karbon. Bukti empiris menunjukkan kontribusi nyata industri sawit dalam ketiga dimensi ekonomi hijau tersebut.

Melalui implementasi strategi innovation-driven pada sektor hulu dan hilir, industri sawit dapat meningkatkan kontribusinya secara signifikan. Peningkatan produktivitas melalui program PSR dan perbaikan kultur teknis, ekstensifikasi berkelanjutan melalui model mozaik dan agroforestri pada lahan kritis, adopsi teknologi penurunan emisi, dan pengembangan hilirisasi empat jalur tidak hanya memperkuat daya saing ekonomi, tetapi juga membuka peluang partisipasi dalam perdagangan karbon dan akses pada green financing.

Strategi huluisasi mencakup tiga pilar utama yaitu peningkatan produktivitas, ekstensifikasi dalam reforestasi, dan penurunan emisi karbon. Ketiga pilar ini saling memperkuat dan berkontribusi pada peningkatan produksi minyak sawit yang berkelanjutan, perluasan tutupan vegetasi dan serapan karbon, serta penurunan emisi dari proses produksi. Strategi hilirisasi melalui pengembangan empat jalur hilirisasi sawit menghasilkan produk-produk yang dapat mensubstitusi produk berbasis fosil yang boros emisi, sehingga berkontribusi pada penurunan emisi di sektor energi dan industri.

Ke depan, sinergi antara kebijakan pemerintah, inovasi teknologi, dan komitmen pelaku usaha menjadi kunci keberhasilan transformasi industri sawit menuju ekonomi hijau. Pemerintah perlu menyediakan kerangka kebijakan yang kondusif dan insentif yang memadai. Institusi penelitian perlu mengakselerasi inovasi teknologi hijau. Pelaku usaha perlu berkomitmen untuk mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan dan teknologi hijau.

Dengan implementasi strategi dan kebijakan yang tepat, industri sawit dapat terus menjadi aset strategis yang menggerakkan perekonomian nasional atau pro-growth sekaligus memberikan manfaat yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Industri sawit tidak hanya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, tetapi juga pada pencapaian target pembangunan berkelanjutan dan komitmen perubahan iklim Indonesia di tingkat global.


Download artikel asli dilink bawah ini


Daftar Pustaka

  1. Aldington TJ. 1998. Multifunctional Agriculture: A Brief Review from Developed and Developing Country Perspectives. Roma (IT): FAO Agriculture Department, Internal Document.
  2. Beyer RM, AP Durán, TT Rademacher, P Martin, C Tayleur, SE Brooks, D Coomes, PF Donald, FJ Sanderson. 2020. The Environmental Impacts of Palm Oil and Its Alternatives. Environmental Science bioRxiv. https://doi.org/10.1101/2020.02.16.951301 
  3. Beyer RM, Rademacher T. 2021. Species Richness and Carbon Footprints of Vegetable Oils: Can High Yields Outweigh Palm Oil’s Environmental Impact?. Sustainability. 13: 1813. https://harvardforest1.fas.harvard.edu/sites/harvardforest.fas.harvard.edu/files/publications/pdfs/Beyer_Sustainability_2021.pdf
  4. Budidarsono S, Dewi S, Sofiyuddin M, Rahmanulloh A. 2012. Socioeconomic Impact Assessment of Palm Oil Production. Technical Brief No. 27: Palm Oil Series. World Agroforestry Centre -(ICRAF), SEA Regional Office. http://apps.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/TB12053.PDF
  5. Chrisendo D, Siregar H, Qaim M. 2022. Oil Palm Cultivation Improves Living Standards and Human Capital Formation in Smallholder Farm Households. World Development. 159:1-9. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2022.106034 
  6. Dib JB, Alamsyah Z, Qaim M. 2018. Land-Use Change and Income Inequality in Rural Indonesia. Forest Policy and Economy. 94:55–66. http://zalamsyah.staff.unja.ac.id/wp-content/uploads/sites/286/2019/11/Land-use-change-and-income-inequality-in-rural-Indonesia.pdf 
  7. Ditjenbun Kementerian Pertanian RI. 2024. Buku Statistik Perkebunan 2023-2025 Jilid 1. https://share.google/r2LXho8hTdUV9Xgvu 
  8. Dobbs TL, Pretty JN. 2001. The United Kingdom’s Experience with Agri-Environmental Stewardship Schemes: Lessons and Issues for the United States and Europe. http://agecon.lib.umn.edu/cgibin/detailview.pl?paperid=2436 
  9. Edwards RB. 2019. Export Agriculture and Rural Poverty: Evidence from Indonesian Palm Oil. Working Paper Dartmouth College. https://static1.squarespace.com/static/57d5edcf197aea51693538dc/t/5c98e6b4a4222ff822715558/1553524407756/eard_v9_1903_JIE-merged.pdf
  10. Euler M, Schwarze S, Siregar H, Qaim M. 2016. Oil Palm Expansion Among Smallholder Farmers in Sumatera, Indonesia. Journal Agrciultural Economics. (67): 658-76. https://doi.org/10.1111/1477-9552.12163 
  11. European Economics. 2016. The Downstream Economic Impact of Palm Oil Exports. https://theoilpalm.org/wp-content/uploads/2016/09/Palm-Oil-Economics-Full-Study-1.pdf
  12. [FAO] Food Agricultural Organization. 2013. Biofuels and Sustainability Challenges: A Global Assessment of Sustainability Issues, Trends and Policies for Biofuels and Related Feedstocks. https://agris.fao.org/agris-search/search.do?recordID=XF2015000712
  13. Gerbens-Leenes, Hoekstra P. Van der Meer, T. 2009. The Water Footprint of Energy from Biomass: a Quantitative Assessment and Consequences of an Increasing Share of Bioenergy Supply. Ecological Economics. 68 (4): 1052-1060. http://dx.doi.org/10.1016/j.ecolecon.2008.07.013
  14. Hidayat F, Yudhistira, Sapalina F, Pane RDP, Listia E, Amalia R, Winarna. 2023. Aplikasi Pupuk Hayati Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 31(2): 96-107. 
  15. Henson I. 1999. Comparative Ecophysiology of Palm Oil and Tropical Rainforest. Oil Palm and Environment: A Malaysian Perspective. Kuala Lumpur (MY): Malaysian Oil Palm Brower Council.
  16. Huylenbroeck GV, V Vandermulen, EM Penningen, A Verspecht. 2007. Multifunctionality of Agriculture: A Review Definition, Evidence and Instruments. Living Review in Landscape Research. 1(3). http://lrlr.landscapeonline.de/Articles/lrlr-2007-3/download/lrlr-2007-3Color.pdf 
  17. [IFA] International Fertilizer Association. 2022. Reducing Emissions From Fertilizer Use. https://www.fertilizer.org/key-priorities/fertilizer-use/emissions-reduction/#:~:text=In%20September%202022%2C%20IFA%20released,2%2C%20is%20the%20main%20objective
  18. Kasryno F. 2015. The Economic Impacts of Palm Oil in Indonesia. The High Carbon Stock Science Study 2015. https://www.simedarbyplantation.com/sites/default/files/sustainability/high-carbon-stock/consulting-reports/socio-economic/hcs-consulting-report-15-the-economic-impacts-of-palm-oil-in-indonesia.pdf
  19. Krishna VV, Euler M, Siregar H, Qaim M. 2017. Differential Livelihood Impacts of Oil Palm Expansion in Indonesia. Agriculture Economics. 48: 639-653. https://doi.org/10.1111/agec.12363
  20. Kurnianingsih A, Yahya S, Sudrajat. 2025. Kelapa Sawit sebagai Tanaman Agroforestri. Warta PPKS. 30(1): 39-50. https://doi.org/10.22302/iopri.war.warta.v30i1.181 
  21. Mathews J, Ardiyanto A. 2015. Estimation Of Greenhouse Gas Emissions for Palm Oil Biodiesel Production: A Review And Case Study Within The Council Directives 2009/28/Ec Of The European Parliament. Journal of Oil Palm, Environment & Health. 6:25-41. https://www.jopeh.com.my/index.php/jopecommon/article/view/95/128
  22. Moyer W, Josling T. 2002. Agricultural Policy Reform: Politics and Process in the EU and US in the 1990s. Burlington (US): Global Environmental Governance.
  23. Nisa JK, Wijayanti P. 2023. Methane Emissions Reduction from Palm Oil Mill Effluent through a Biogas Plant (Case Study: Tungkal Ulu Biogas Plant, Jambi). Jurnal Wilayah dan Lingkungan. 11(1). https://doi.org/10.14710/jwl.11.1.%p
  24. Nurida NL, Mulyani A, Widiastuti F, Agus F. 2018. Potensi dan Model Agroforestry untuk Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di Kabupaten Berau, Paser dan Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Tanah dan Iklim. 42 (1): 13-18 . https://doi.org/10.21082/jti.v42n1.2018.13-26  
  25. [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2022. Analisis Komparasi Kemajuan Sosial, Ekonomi & Ekologi Antara “Desa Sawit” Vs “Desa Non-Sawit” di Indonesia. Bogor (ID): PASPI.
  26. [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
  27. PASPI Monitor. 2020. Multifungsi Perkebunan Sawit sebagai Jawaban atas Isu Sustainability. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 1(17): 107-114. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2020/07/17.-MULTIFUNGSI-PERKEBUNAN-SAWIT-SEBAGAI-JAWABAN-ATAS-ISU-SUSTAINABILITY.pdf 
  28. PASPI Monitor. 2021a. Multifungsi Perkebunan Sawit dan Sustainable Development Goals. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit. 2(1): 281-288. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2021/01/2.1.-MULTIFUNGSI-PERKEBUNAN-SAWIT-DAN-SUSTAINABLE-DEVELOPMENT-GOALS.pdf 
  29. PASPI Monitor. 2021b. Penciptaan Pendapatan (Income Generating) pada Hilirisasi Minyak Sawit di Negara Importir. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit. 2(3): 293-298. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2021/01/2.3.-PENCIPTAAN-PENDAPATAN-INCOME-GENERATING-PADA-HILIRISASI-MINYAK-SAWIT-DI-NEGARA-IMPORTIR.pdf 
  30. PASPI Monitor. 2021c. Minyak Sawit adalah Minyak Nabati yang Paling “Berminyak” di Dunia. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit. 2(9): 327-332. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2021/03/2.9.-MINYAK-SAWIT-ADALAH-MINYAK-NABATI-YANG-PALING-BERMINYAK-DI-DUNIA.pdf
  31. PASPI Monitor. 2021d. Kontribusi Industri Minyak Sawit dalam Pengurangan Kemiskinan Dunia. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit 2(17): 377-382. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/jurnal-sawit-dan-kemiskinan/#7-minyak-sawit-adalah-minyak-nabati-yang-membantu-penduduk-miskin-dunia-pro-poor-jurnal-paspi-nomor-5-tahun-2021-
  32. PASPI Monitor. 2022. Devisa Sawit dan Neraca Perdagangan Indonesia 2021 Capai Rekor Tertinggi. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit. 3(2): 589-594. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-dan-devisa-ekspor/#10-kontribusi-devisa-sawit-dalam-neraca- perdagangan-indonesia-
  33. PASPI Monitor. 2023a. Kontribusi Sawit sebagai Sumber Devisa Utama dalam Lonjakan Surplus Perdagangan Indonesia Tahun 2022. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit. 4(3): 753-760. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-sebagai-sumber-devisa/
  34. PASPI Monitor. 2023b. Global Warming dan Solusi dari Industri Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(7): 783-789. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/global-warming-dan-solusi/
  35. PASPI Monitor. 2023c. Pelestarian Biodiversitas dan Biodiversitas di Kebun Sawit Indonesia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(9): 799-806. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/biodiversitas-kebun-sawit/
  36. PASPI Monitor. 2023d. Carbon Trading dan Potensi Perkebunan Sawit Indonesia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(10): 807-814. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/carbon-trading-sawit/ 
  37. PASPI Monitor. 2023e. Perkebunan Sawit: Ruralisasi Ekonomi dan Integrasikan Ekonomi Desa-Kota. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(12): 821-826. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/ruralisasi-ekonomi-integrasi/ 
  38. PASPI Monitor. 2023f. COP-28 Dubai Summit, Emisi Energi Fosil, dan Bioenergi Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(14): 833-840. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-dalam-carbon-sink/
  39. PASPI Monitor. 2023g. Keunggulan Perkebunan Sawit dalam Carbon Sink dan Produk Minyak Hemat Emisi. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(15): 841-848. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-dalam-carbon-sink/
  40. PASPI Monitor. 2024h. 3 in 1: Perkebunan Sawit Produksi Minyak Nabati, Biomassa, dan Jasa Lingkungan. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(16): 849-854. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/3-in-1-minyak-sawit-biomassa/ 
  41. PASPI Monitor. 2023i. Kebijakan Nationally Determined Contribution (NDC) dan Net Zero Emissions (NZE) Indonesia serta Tiga Jalur Kontribusi Industri Sawit. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(2). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kebijakan-ndc-dan-nze/
  42. PASPI Monitor. 2023j. Peran Strategis Kebijakan Mandatori Biodiesel Sawit dalam Ekonomi Indonesia. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(3). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/strategis-kebijakan-mandatori/
  43. PASPI Monitor. 2023k. Masalah Sawit Rakyat dan Kebutuhan Paket Kebijakan Peremajaan Sawit Rakyat Sebagai Solusi. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(4). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/masalah-sawit-rakyat/
  44. PASPI Monitor. 2023l. Reinvestasi Dana Pungutan Ekspor Sawit pada Peremajaan Sawit Rakyat. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(11). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/reinvestasi-dana-ekspor-sawit/ 
  45. PASPI Monitor. 2024a. Kontribusi Sawit sebagai Sumber Devisa dan Surplus Neraca Perdagangan Indonesia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(19): 869-874. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-sumber-devisa-nasional/
  46. PASPI Monitor. 2024b. Sawit adalah Anugerah Tuhan untuk Masyarakat Dunia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(26): 917-922. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/minyak-sawit-anugerah-tuhan/
  47. PASPI Monitor. 2024c. Menikmati dan Menanggung Biaya Bersama Mandatori Biodiesel Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(20). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/mandatori-biodiesel-evaluasi/
  48. PASPI Monitor. 2025a. Inovasi Diversifikasi Bioenergi Berbasis Sawit untuk Substitusi Energi Fosil. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 5(2): 9-20. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/bioenergi-berbasis-sawit/
  49. PASPI Monitor. 2025b. Keunggulan dan Inovasi Pemanfaatan Biomassa Sawit: Merubah ”Limbah” menjadi ”Emas”. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 5(3): 21-32. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/pemanfaatan-biomassa-sawit/ 
  50. PASPI Monitor. 2025c. Bioplastik Sawit sebagai Substitusi Petroplastik. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 5(4): 33-38. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/bioplastik-sawit-petroplastik/ 
  51. PASPI Monitor. 2025d. Prospek Emulsifier Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 5(5): 39-43. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/prospek-bioemulsifier-sawit/ 
  52. PASPI Monitor. 2025e. Inovasi Akselerasi Program “PSR-Sarpras-ISPO-Legalitas” pada Sawit Rakyat. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 2(7). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/psr-sarpras-ispo-legalitas/ 
  53. PASPI Monitor. 2025f. Devisa Sawit dalam Neraca Perdagangan Indonesia. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 2(10). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/devisa-sawit-perdagangan-indo/  
  54. PASPI Monitor. 2025g. Infografis – Empat Jalur Hilirisasi Sawit. https://palmoilina.asia/berita-sawit/empat-jalur-hilirisasi-sawit/
  55. PASPI Monitor. 2025h. Infografis – Multimanfaat Pengembangan Biodiesel Bagi Indonesia Tahun 2008 – 2024. https://palmoilina.asia/berita-sawit/multimanfaat-pengembangan-biodiesel/
  56. Qaim M, KT Sibhatu, H Siregar, I Grass. 2020. Environmental, Economic, and Social Consequences of the Oil Palm Boom. Annual Review of Resource Economics. 12:321-344. https://doi.org/10.1146/annurev-resource-110119-024922  
  57. Rifin A. 2011. The Role of Palm Oil Industry in Indonesian Economy and Its Competitiveness. [disertasi]. Tokyo (JP): University of Tokyo. 
  58. Rist L, Feintrenie L, Levang P. 2010. The Livelihood Impacts of Oil Palm: Smallholders in Indonesia. Biodiversity and Conservation. 19(4): 1009–1024. http://dx.doi.org/10.1007/s10531-010-9815-z
  59. Santika T, Wilson KA, Budiharta S, Law EA, Poh TM. 2019. Does Oil Palm Agriculture Help Alleviate Poverty? A Multidimensional Counterfactual Assessment of Oil Palm Development in Indonesia. World Development. 120:105–117. http://dx.doi.org/10.1016/j.worlddev.2019.04.012
  60. Satria T. 2017. Analisis Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus PTPN IV Kebun Sei Kopas, Kabupaten Asahan [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/953
  61. Seng QK, J Tamahrajah. 2021. My Say: The Palm Oil Industry Can Be Net-Zero Carbon by 2040. Edge Malaysia Weekly. https://www.theedgemarkets.com/article/my-say-palm-oil-industry-can-be-netzero-carbon-2040
  62. Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10: 206-224. https://doi.org/10.1038%2Fs41598-020-77458-4
  63. Sikora J, Niemiec M, Szelag-Sikora A, Gródek-Szostak Z, Kubon M, Komorowska M. 2020.  The Impact of a Controlled-Release Fertilizer on Greenhouse Gas Emissions and the Efficiency of the Production of Chinese Cabbage. Energies. 13(8): 2063. https://doi.org/10.3390/en13082063
  64. Sipayung T. 2012. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Bogor (ID): IPB Press
  65. Sipayung T. 2018. Politik Ekonomi Perkelapasawitan Indonesia. Bogor (ID): Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute
  66. Sipayung T. 2025. Industri Sawit dalam Membangun Ekonomi Hijau. Materi Paparan pada Seminar 2ND Indonesia Palm Oil Research and Innovation Conference and Expo yang diselenggarakan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) pada tanggal 2 Oktober 2025 di Jakarta.
  67. Sun H, Zhang Y, Yang Y, Chen Y, Jeyakumar P, Shao Q, Zhou Y, Ma M, Zhu R, Qian Q, Fan Y, Xiang S, Zhai N, Li Y, Zhao Q, Wang H. Effect of Biofertilizer and Wheat Straw Biochar Application on Nitrous Oxide Emission and Ammonia Volatilization from Paddy Soil. Environmental Pollution. 15(275). https://doi.org/10.1016/j.envpol.2021.116640
  68. Susila WR. 2004. Contribution of Palm Oil Industry to Economic Growth and Poverty Alleviation in Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 23(3): 107-114.
  69. Susila WR, E Munadi. 2008. Dampak Pengembangan Biodiesel Berbasis CPO Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Informatika Pertanian. 17(2): 1173-1194.
  70. Syahza A. 2005. Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan di Riau. Jurnal Ekonomi. 10: 1-12. https://repository.unri.ac.id/bitstream/handle/123456789/2980/almasdi4.pdf?sequence=1&isAllowed=y 
  71. Syahza A. 2013. Strategi Pengembangan Daerah Tertinggal dalam Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 14(1): 126-139. https://media.neliti.com/media/publications/82444-ID-strategi-pengembangan-daerah-tertinggal.pdf
  72. Syahza A, Bakce D, Irianti M, Asmit B, Nasrul B. 2021. Development of Superior Plantation Commodities Based on Sustainable DevelopmentInternational Journal of Sustainable Development and Planning. 16(4): 683-692. https://doi.org/10.18280/ijsdp.160408  
  73. [TNP2K] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2019. Ringkasan Kebijakan: Industri Kelapa Sawit, Penanggulangan Kemiskinan dan Ketimpangan. TNP2K dan Australian Government. https://www.tnp2k.go.id/download/5065Industri%20Kelapa%20Sawit,%20Penanggulangan%20Kemiskinan%20dan%20Ketimpangan1.pdf
  74. Vincenza M. 2021. The Environmental Impacts of Palm Oil and Main Alternative Oils. Euro- Mediterranean Centre on Climate Change (CMCC)
  75. World Growth. 2011. The Economic Benefit of Palm Oil to Indonesia. https://www.scirp.org/(S(i43dyn45teexjx455qlt3d2q))/reference/ReferencesPapers.aspx?ReferenceID=1673892

Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x