Perkembangan industri sawit Indonesia di pasar global telah membuat banyak pihak anti sawit semakin gencar dalam membangun framing negatif terhadap industri sawit, salah satunya adalah dengan membangun isu sawit dalam biodiversitas. Dalam artikel ini, PASPI akan membahas apa saja isu sawit dalam biodiversitas dan bagaimana faktanya.
Materi Isu Sawit dalam Biodiversitas
- Mitos 6-21 Produksi minyak sawit menyebabkan biodiversity loss yang lebih besar dibandingkan minyak nabati lainnya
- Mitos 6-27 Hutan memiliki kemampuan lebih baik dalam pemanenan energi surya dibandingkan perkebunan kelapa sawit
- Mitos 6-32 Biodiversitas Indonesia hilang akibat pengembangan perkebunan kelapa sawit
- Mitos 6-33 Biodiversitas perkebunan kelapa sawit sangat rendah
- Mitos 6-34 Pulau Sumatera sebagai sentra utama perkebunan kelapa sawit mendominasi penggunaan ruang dan menghilangkan biodiversitas asli
- Mitos 6-35 Pulau Kalimantan sebagai salah satu daerah pengembangan perkebunan kelapa sawit mendominasi ruang dan menghilangkan biodiversity asli
Mitos 6-21
Produksi minyak sawit menyebabkan biodiversity loss yang lebih besar dibandingkan minyak nabati lainnya
Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang relatif cepat dalam periode 20 tahun terakhir sering dituding berdampak pada biodiversity loss (Fitzherbert et al., 2008; Koh dan Wilcove, 2008; Foster et al., 2011; Savilaakso et al., 2014; Vijay et al., 2016; Austin et al., 2019; Qaim et al., 2020). Isu pengkaitan perkebunan kelapa sawit dengan biodiversity loss juga telah menjadikan minyak sawit dan produk turunannya sebagai high-risk commodity di Uni Eropa.
Seluruh kegiatan di permukaan bumi yang mengkonversikan hutan menjadi non-hutan, baik pada tanaman minyak nabati, serelia, peternakan, pemukiman, dan lain-lain, pasti menyebabkan biodiversity loss. Demikian juga, ekspansi tanaman minyak nabati dunia seperti minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari, juga menyebabkan biodiversity loss. Sehingga pertanyaannya adalah bukan terjadi atau tidak terjadi biodiversity loss¸ melainkan terkait dengan pilihan-pilihan yang berkonsekuensi pada besar kecilnya biodiversity loss. Apakah biodiversity loss pada produksi minyak sawit lebih tinggi dibandingkan dengan produksi minyak kedelai, minyak rapeseed atau minyak bunga matahari?
Beyer et al., (2020) serta Beyer dan Rademacher (2021) melakukan studi komparasi biodiversity loss global antar minyak nabati dengan membandingkan biodiversitas tutupan lahan antara sesudah dan sebelum dikonversikan menjadi tanaman minyak nabati. Studi tersebut menggunakan indikator jejak (footprint) Species Richness Loss (SRL) per liter minyak nabati sebagai ukuran biodiversity loss (Gambar 1).
Hasil studi tersebut mengungkapkan bahwa biodiversity loss minyak sawit lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lain (minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak bunga matahari, dan minyak rapeseed). Secara relatif dengan SRL minyak sawit sebagai pembanding menunjukkan bahwa indeks SRL minyak kedelai 284 persen, indeks SRL minyak rapeseed 179 persen dan indeks SRL minyak bunga matahari 144 persen. Artinya dengan SRL sebagai indikator biodiversity loss menunjukkan bahwa minyak sawit adalah minyak nabati yang paling rendah biodiversity loss-nya, sedangkan minyak nabati yang paling besar biodiversity loss-nya adalah minyak kedelai (PASPI Monitor, 2021a).
Gambar 1 : Komparasi Spices Richness Loss Minyak Sawit Versus Minyak Nabati Lain (Sumber: Beyer et al., 2020; Beyer dan Rademacher, 2021)
Biodiversity loss relatif minyak sawit yang lebih rendah dibandingkan minyak nabati lainnya mudah dipahami. Perkebunan kelapa sawit dikembangkan di zona tropis yaitu zona permukaan bumi yang kaya sinar matahari dan air. Berbeda dengan tanaman minyak nabati utama lainnya (minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak bunga matahari) yang berukuran relatif kecil dan tergolong tanaman musiman. Kelapa sawit merupakan tanaman perenial, memiliki siklus produksi (life span) selama 25-30 tahun, memiliki ukuran pohon relatif besar, tumbuh relatif cepat, dan memiliki canopy cover mendekati 100 persen, sehingga dengan bertambahnya umur maka biodiversitas di areal perkebunan juga akan meningkat kembali.
Referensi
- Beyer RM, AP Durán, TT Rademacher, P Martin, C Tayleur, SE Brooks, D Coomes, PF Donald, FJ Sanderson. 2020. The Environmental Impacts of Palm Oil and Its Alternatives. Environmental Science bioRxiv. https://doi.org/10.1101/2020.02.16.951301
- Beyer RM, Rademacher T. 2021. Species Richness and Carbon Footprints of Vegetable Oils: Can High Yields Outweigh Palm Oil’s Environmental Impact? Sustainability. 13: 1813. https://doi.org/10.3390/su13041813.
- Fitzherbert E, MK.Struebug, A Morel, F Danielsen, CA Bruhi, PF Donald, B. Phalan. 2008. How Will Oil Palm Expansion Affect Biodiversity? Trends in Ecology and Evolution. 23(10): 538-545.
- Foster WA, Snaddon JL., Turner EC, Fayle TM, Cockerill TD, Ellwood MDF, Broad GR, Chung AYC, Eggleton P, Khen CV. 2011. Establishing the Evidence Base for Maintaining Biodiversity and Ecosystem Function in The Oil Palm Landscapes of Southeast Asia. Philosophical Transactions Biological Sciences. 366 (1582): 3277–3291.
- Koh LP, Wilcove DS. 2008. Is Oil Palm Agriculture Really Destroying Tropical Biodiversity? Conservation Letters. 1(2): 60–64. https://doi.org/10.1111/j.1755-263X.2008.00011.x
- Savilaakso S, Garcia C, Garcia-Ulloa J, Ghazoul J, Groom M, Guariguata MR, Laumonier Y, Nasi, R, Petrokofsky G, Snaddon J. 2014. Systematic Review of Effects on Biodiversity from Oil Palm Production. Environmental Evidence. 3(4): 1–20. https://doi.org/10.1186/2047-2382-3-4
- Vijay V, Pimm LS, Jenkins CN, Smith SJ. 2016. The Impacts of Oil Palm on Recent Deforestation and Biodiversity Loss. Plos One. 11(7): 1-19. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0159668
- PASPI Monitor. 2021a. Biodiversity Loss to Produce Palm Oil is Higher than Other Vegetable Oils, isn’t True?. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(45): 563-568.
- Qaim M, KT Sibhatu, H Siregar, I Grass. 2020. Environmental, Economic, and Social Consequences of the Oil Palm Boom. Annual Review of Resource Economics. 12:321-344. https://doi.org/10.1146/annurev-resource-110119-024922
Mitos 6-27
Hutan memiliki kemampuan lebih baik dalam pemanenan energi surya dibandingkan perkebunan kelapa sawit
Perkebunan kelapa sawit merupakan bagian mata rantai penghubung antara satu-satunya sumber energi alam semesta yakni matahari dengan manusia. Melalui proses fotosintesis pada tanaman kelapa sawit, energi cahaya (foton) dari matahari ditangkap/dipanen dan disimpan dalam bentuk energi kimia yakni minyak sawit dan biomassa.
Perbandingan kemampuan memanen energi surya antara perkebunan kelapa sawit dan hutan ditunjukkan pada Tabel 1. Perkebunan kelapa sawit secara relatif lebih unggul dibandingkan hutan dilihat dari indikator efisiensi fotosintesis, konversi radiasi, incremental biomass, maupun produktivititas bahan kering. Sementara itu, keunggulan relatif hutan terletak pada indikator indeks luas daun dan total stok biomassa. Dengan demikian untuk pemanenan energi surya, perkebunan kelapa sawit lebih unggul dibandingkan hutan.
Tabel 1 : Efektifitas Pemanenan Energi Surya antara Perkebunan Kelapa Sawit dan Hutan Tropis
Indikator | Hutan Tropis | Kebun Sawit |
---|---|---|
Indeks luas daun | 7.3 | 5.6 |
Efisiensi fotosintesis (%) | 1.73 | 3.18 |
Efisiensi konversi radiasi (g/mj) | 0.86 | 1.68 |
Total biomas di area (ton/ha) | 431 | 100 |
“Incremental biomas (ton/ha/tahun)” | 5.8 | 8.3 |
“Produktivitas bahan kering (ton/ha/tahun)” | 25.7 | 36.5 |
Jika yang diperlukan adalah bagaimana menghasilkan energi yang lebih efisien, menyerap karbon dioksida yang lebih banyak, dan menghasilkan oksigen yang lebih besar, maka perkebunan kelapa sawit memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan hutan. Namun, jika yang diperlukan adalah penyimpanan biomassa atau karbon stok yang lebih tinggi, maka hutan lebih baik dibandingkan perkebunan kelapa sawit.
Referensi
- PPKS (2004,2005)
Mitos 6-32
Biodiversitas Indonesia hilang akibat pengembangan perkebunan kelapa sawit
Selain deforestasi hutan tropis, ekspansi perkebunan kelapa sawit Indonesia juga sering dituding mengancam habitat satwa liar hingga menyebabkan biodiversity loss (Fitzherbert et al., 2008; Koh dan Wilcove, 2008; Wicke et al., 2011). Dalam laporan yang disebarkan oleh pihak anti sawit baik yang beroperasi di Indonesia maupun trans-nasional, sering memuat berita satwa liar khususnya satwa yang dilindungi (seperti Orang Utan, Mawas, Harimau Sumatera, Gajah Sumatera) terancam punah akibat pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Laporan NGO tersebut umumnya mengkaitkan pembangunan perkebunan kelapa sawit sebagai penyebab terancamnya habitat satwa-satwa liar. Benarkah demikian?
Indonesia berbeda dengan Eropa dan Amerika Utara yang pada awal masa pembangunannya mendeforestasi seluruh hutan primernya, sehingga tidak lagi memiliki hutan asli sebagai “rumahnya” satwa-satwa liar dan biodiversitas lainnya (Mitos 7-04). Oleh karena itu, saat ini Eropa dan Amerika Utara sedang membangun kembali hutan (reforestasi) dari bekas lahan pertanian.
Indonesia sejak awal telah menetapkan minimum 30 persen daratan dipertahankan sebagai hutan asli, termasuk hutan lindung dan konservasi. Hutan tersebut berupa hutan asli (virgin forest) yang dilindungi. Regulasi tersebut tertuang pada UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Secara umum, dari luas Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan pemerintah kepada korporasi, hanya sekitar 60 persen yang dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Dan sisanya yakni 40 persen digunakan untuk High Conservation Value (HCV)/ High Carbon Stock (HCS), pemukiman karyawan, perkantoran, serta fasilitas umum dan sosial. Areal HCV dan HCS tersebut ditujukan untuk konservasi biodiversitas dan sumberdaya alam di kawasan budidaya perkebunan.
Selain konservasi biodiversitas di kawasan budidaya, pelestarian biodiversitas dan sumberdaya alam terbesar berada di hutan lindung dan hutan konservasi. Secara umum, hutan lindung dan hutan konservasi berfungsi untuk melindungi sekaligus menjadi “rumahnya” satwa-satwa liar (seperti Orang Utan, Mawas, Harimau Sumatera, Gajah, Badak Bercula, Komodo, dan lain-lain) dan biodiversitas lainnya. Selain itu, hutan lindung dan konservasi juga berfungsi untuk proteksi alam dan melestarikan stok karbon tinggi.
Pelestarian biodiversitas di Indonesia terdiri dari In Situ dan Ex-Situ. Pelestarian In Situ dilakukan pada habitat alamiahnya berupa hutan lindung dan hutan konservasi (virgin forest). Pelestarian biodiversitas Ex Situ dilakukan dengan memelihara flora dan fauna pada habitat buatan (menyerupai habitat alami) di luar habitatnya dalam bentuk kebun/taman hutan raya dan kebun/taman binatang yang terdapat di berbagai daerah. Dalam fungsi hutan lindung/konservasi di Indonesia (Tabel 2) dikenal dengan Cagar Alam (Strict Nature Reserve) dan Suaka Margasatwa (Wildlife Sanctuary). Selain itu, terdapat juga Hutan Konservasi Sumber Daya Alam (Nature Conservation Area) yang terdiri dari Taman Nasional (National Park), Taman Wisata Alam (Nature Recreational Park), Taman Hutan Rakyat (Grand Forest Park), dan Taman Buru (Hunting Park).
Selain untuk kawasan lindung dan konservasi, peraturan perundang- undangan di atas juga telah mengatur alokasi kawasan budidaya yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan masyarakat baik di sektor pertanian/perkebunan, hutan produksi, pertambangan, perkotaan, pemukiman, dan lain-lain. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi salah satu sektor yang dikembangkan oleh masyarakat di kawasan budidaya atau berada di luar hutan lindung dan hutan konservasi.
Tabel 2 : Fungsi High Conservation Value (HCV) Hutan Lindung dan Konservasi di Indonesia
No | Fungsi Kawasan Konservasi | Jumlah (Unit) | Luas (Ha) |
---|---|---|---|
1 | Cagar Alam | 212 | 4,178,626 |
2 | Suaka Margasatwa | 80 | 4,895,320 |
3 | Taman Nasional | 54 | 16,247,460 |
4 | Taman Wisata Alam | 133 | 798,323 |
5 | Taman Hutan Raya | 36 | 373,089 |
6 | Taman Buru | 11 | 171,821 |
7 | KSA/KPA | 34 | 384,294 |
Total | 560 | 27,048,933 |
Berdasarkan uraian di atas, kiranya jelas bahwa pelestarian biodiversitas asli tropis di Indonesia masih terjaga dengan baik. Pengembangan sektor-sektor ekonomi komersial, termasuk perkebunan kelapa sawit, dilakukan di kawasan budidaya bukan di kawasan hutan.
Referensi
- Fitzherbert E, MK.Struebug, A Morel, F Danielsen, CA Bruhi, PF Donald, B. Phalan. 2008. How Will Oil Palm Expansion Affect Biodiversity? Trends in Ecology and Evolution. 23(10): 538-545.
- Koh LP, Wilcove DS. 2008. Is Oil Palm Agriculture Really Destroying Tropical Biodiversity? Conservation Letters. 1(2): 60–64. https://doi.org/10.1111/j.1755-263X.2008.00011.x
Mitos 6-33
Biodiversitas perkebunan kelapa sawit sangat rendah
Tanaman kelapa sawit ditanam dengan minimum tillage, minimum weeding, tidak ada ratoons, akan tumbuh menjadi pohon dengan diameter yang relatif besar dan tinggi, serta memiliki canopy cover mendekati 100 persen pada umur dewasa. Pohon kelapa sawit tumbuh dan berproduksi selama satu siklus (life span) yakni 25-30 tahun.
Pada saat land clearing atau penanaman, mungkin sebagian biodiversitas fauna akan migrasi sebentar ke lokasi sekitar, namun beberapa waktu kemudian akan kembali ke perkebunan kelapa sawit. Karakteristik perkebunan kelapa sawit yang memiliki siklus produksi (life span) selama 25-30 tahun juga memungkinkan tumbuh berkembangnya kembali biodiversitas pada areal perkebunan tersebut (kecuali mamalia besar) seiring dengan pertambahan umur kelapa sawit (PASPI Monitor, 2021a).
Berbagai studi empiris (Erniwati et al., 2017; Santosa et al., 2017; Santosa dan Purnamasari, 2017; Suharto et al., 2019) mengungkapkan bahwa jumlah jenis biodiversitas pada perkebunan kelapa sawit dewasa tidak selalu lebih rendah dibandingkan dengan biodiversitas yang ada pada lahan sebelum dijadikan perkebunan kelapa sawit (Ecosystem Benchmark) maupun biodiversitas pada areal berhutan (High Conservation Value) di sekitarnya.
Tabel 3 : Perbandingan Jumlah Jenis Biodiversitas di Perkebunan Kelapa Sawit, Ecosystem Benchmark, dan HCV/NKT
Taska / Ekosistem | Sumatera Utara | Riau | Sumatera Selatan | Kalimantan Barat | Kalimantan Tengah | Sulawesi Barat |
---|---|---|---|---|---|---|
Mamalia | ||||||
Benchmark* | 2-4 | 0-7 | 3 | 0-4 | 0-3 | 0-2 |
Kebun Sawit | 3-5 | 0-5 | 4 | 3-4 | 1-4 | 1 |
HCV/NKT | 2-4 | 2-6 | 4 | 3-7 | 3-6 | 3 |
Burung | ||||||
Benchmark* | 12-21 | 9-32 | 35 | 7-26 | 13-30 | 12-36 |
Kebun Sawit | 17 | 14-21 | 26 | 11-19 | 9-22 | 17-33 |
HCV/NKT | 10-24 | 9-27 | 33 | 14-23 | 17-33 | 20-22 |
HERPETOFAUNA | ||||||
Benchmark* | 7-9 | 3-13 | 11 | 2-13 | 4-12 | 4-5 |
Kebun Sawit | 9-14 | 6-16 | 18 | 7-12 | 9-13 | 3-11 |
HCV/NKT | 6-7 | 2-11 | 6 | 4-11 | 9-15 | 6 |
KUPU-KUPU | ||||||
Benchmark* | 17-22 | 11-29 | 14 | 3-21 | 5-19 | 10-23 |
Kebun Sawit | 13-23 | 12-31 | 30 | 11-20 | 14-28 | 10-19 |
HCV/NKT | 10-19 | 9-22 | 12 | 6-26 | 15-37 | 12 |
TUMBUHAN | ||||||
Benchmark* | 51-66 | 25-120 | 8 | 31-75 | 5-22 | 25-53 |
Kebun Sawit | 61-75 | 55-59 | n.a | 16-61 | n.a | 31-39 |
HCV/NKT | 73-85 | 8-129 | 15 | 34-99 | 6-51 | 45-50 |
Hasil studi tersebut mengungkapkan bahwa jumlah jenis biodiversitas di perkebunan kelapa sawit tidak selalu lebih rendah dibandingkan dengan biodiversitas yang ada di Ecosystem Benchmark maupun HCV. Bahkan pengembangan perkebunan kelapa sawit di beberapa daerah lokasi penelitian, justru meningkatkan jumlah jenis biodiversitas seperti herpetofauna dan kupu-kupu dibandingkan jumlah jenis biodiversitas di Ecosystem Benchmark maupun HCV.
Dalam satu lanskap ekosistem perkebunan kelapa sawit terdiri dari beberapa tipe habitat seperti tanaman sawit umur muda, umur sedang, umur tua, semak belukar, dan area HCV yang tetap dibiarkan berhutan. Dengan bervariasinya lanskap tersebut menjadi area tumbuh berkembangnya flora dan fauna di ekosistem perkebunan kelapa sawit. Hal ini juga menunjukkan bahwa biodiversitas di perkebunan kelapa sawit tidak selalu lebih rendah dibandingkan lahan berhutan.
Selain itu, biodiversitas juga terlestarikan dalam sistem budidaya perkebunan kelapa sawit. Pada fase penanaman dan pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), di sela-sela tanaman kelapa sawit juga ditanam tanaman cover crop berupa tanaman kacang-kacangan seperti Calopogonium sp., Pueraria sp., Mucuna sp., Centrosema sp. (Prawirosukarto et al., 2005; Yasin et al., 2006; PASPI Monitor, 2021l).
Selain itu, para petani sawit juga mengembangkan berbagai pola integrasi seperti integrasi sawit dengan tanaman pangan (Partohardjono, 2003; Singerland et al., 2019; Baihaqi et al., 2020; Kusumawati et al., 2021) pada masa TBM/Immature dan integrasi sawit-ternak pada fase Tanaman Menghasilkan/Mature (Batubara, 2004; Sinurat et al., 2004; Ilham dan Saliem, 2011; Utomo dan Widjaja, 2012; Winarso dan Basuno, 2013) sehingga biodiversitas dari perkebunan kelapa sawit semakin meningkat. Dengan demikian, kiranya jelas bahwa biodiversitas perkebunan kelapa sawit pada saat land clearing memang menurun, namun biodiversitas mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur perkebunan kelapa sawit.
Referensi
- Baihaqi A, Luthfi, Hidayat T. 2020. Dampak Keberadaan Program Coorporate Social Resposibility (CSR) Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakata di Desa Pandahan dan Desa Pulau Pinang Kabupaten Tapin. Frontier Agribisnis. 1(4): 113-120.
- Batubara LP. 2004. Pola Pengembangan Usaha Ternak Kambing Melalui Pendekatan Integrasi dengan Sistem Usaha Perkebunan Karet dan Kelapa Sawit. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada Bogor, 6 Agustus 2004.
- Erniwati, Zuhud EAM, Anas I, Sunkar A, Santosa Y. 2017. Independent Smallholder Oil Palm Expansion and Its Impact on Deforestation: Case Study in Kampar District, Riau Province, Indonesia. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 23(3): 119-127.
- Ilham N, Saliem HP. 2011. Kelayakan Finansial Sistem Integrasi Sawit-Sapi Melalui Program Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Analisis Kebijakan Pertanian. 9(4): 349-369.
- Kusumawati SA, Yahya S, Hariyadi, Mulatsih S, Istina IN. 2021. The Dynamic of Carbon Dioxide (CO2) Emission and Land Coverage on Intercropping System on Oil Palm Replanting Area. Journal of Oil Palm Research. 33(2): 267-277.
- Partohardjono S. 2003. Integrasi Tanaman Kelapa Sawit dengan Tanaman Pangan Jagung dan Ubi Kayu di Lahan Kering. Dipresentasikan pada Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.
- PASPI Monitor. 2021a. Biodiversity Loss to Produce Palm Oil is Higher than Other Vegetable Oils, isn’t True?. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(45): 563-568.
- PASPI Monitor. 2021l. Oil Palm Plantation: An Integral Part of Soil and Water Conservation. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(26): 439-444.
- Santosa Y, Purnamasari I. 2017. Variation Of Butterfly Diversity in Different Ages Palm Oil Plantationsin Kampar, Riau. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiviversitas Indonesia. 3(2): 278-285. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m030220
- Suharto R, Agus F, Santosa Y, Sipayung T, Gunarso, P. 2019. Kajian Terhadap European Union Renewable Energy Directive (EU Directive 2018/2001) dan EU Commission Delegated Regulation 2019/807 serta Perumusan Posisi Indonesia terhadap Kebijakan Tersebut. Jakarta (ID): Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; PT Riset Perkebunan Nusantara.
- Singerland M, Khasanah N, Noordwijk MV, Susanti A, Meilantina M. 2019. Improving Smallholder Inclusivity Through Integration of Oil Palm with Crops. Tropenbos Organization. Tersedia pada: https://www.tropenbos.org/file.php/2272/etfrnnews-slingerland-smallholderinclusivityoilpalmcrops.pdf
- Sinurat A, Purwadaria T, Mathius IW, Sitompul DM, Manurung BP. 2004. Integrasi Sapi-Sawit: Upaya Pemenuhan Gizi Sapi dari Produk Samping. Prosiding Seminar Nasional Integrasi Tanaman-Ternak.
- Utomo BN, Widjaja E. 2012. Pengembangan Sapi Potong Berbasis Industri Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Litbang Pertanian. 31(4): 153-161.
- Yasin S, Iwan D, Ade C. 2006. Pengaruh Tanaman Penutup Tanah dan Berbagai Umur Tanaman Sawit Terhadap Kesuburan Tanah Ultisol di Kabupaten Dharmasraya. Jurnal Solum. 3(1): 34-39.
- Winarso, Basuno E. 2013. Pengembangan Pola Integrasi Tanaman – Ternak Merupakan Bagian Upaya Mendukung Usaha Pembibitan Sapi Dalam Negeri. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 31(2): 151-169.
Mitos 6-34
Pulau Sumatera sebagai sentra utama perkebunan kelapa sawit mendominasi penggunaan ruang dan menghilangkan biodiversitas asli
Pulau Sumatera merupakan titik awal pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Saat ini, Sumatera masih menjadi sentra utama perkebunan kelapa sawit Indonesia dengan pangsa sekitar 63 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, pihak anti sawit menuduh bahwa perkembangan perkebunan kelapa sawit juga dianggap menghilangkan habitat dan flora fauna asli Sumatera.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit di Pulau Sumatera telah mengikuti tata kelola dan regulasi yang diatur oleh pemerintah Indonesia, dimana terdapat pembagian antar kawasan hutan dan perkebunan kelapa sawit dibangun di luar kawasan hutan. Luas daratan Pulau Sumatera sebesar
47.2 juta hektar yang terbagi penggunaan ruang untuk kawasan hutan (berhutan dan tak berhutan) sebesar 22.6 juta hektar atau 48 persen dari total luas daratan di pulau tersebut (Tabel 4).
Tabel 4 : Penggunaan Lahan di Pulau Sumatera
Penggunaan Lahan | Ribu Hektar | Persen |
---|---|---|
Kawasan Lindung | ||
Hutan Konservasi (KSA-KPA) | 5,063.20 | 10.73 |
Hutan Lindung | 5,604.10 | 11.88 |
Kawasan Budidaya | ||
Hutan Produksi Terbatas | 2,835.20 | 6.01 |
Hutan Produksi | 7,369.50 | 15.62 |
Hutan Produksi Konversi | 1,731.00 | 3.67 |
Sub Total Hutan | 22,603.00 | 47.90 |
Perkebunan Kelapa Sawit | 7,945 | 16.84 |
Sektor Lainnya | 16,643 | 35.27 |
Total Daratan | 47,190.20 | 100.00 |
Sementara itu, luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera sebesar 7.9 juta hektar atau hanya sekitar 17 persen dari luas daratan Pulau Sumatera. Dengan kata lain, penggunaan lahan terbesar di Pulau Sumatera adalah untuk kawasan hutan dan bukan digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.
Sebagaimana kebijakan nasional, kawasan berhutan tersebut digunakan sebagai ruang untuk “rumahnya” biodiversitas asli. Kawasan konservasi biodiversitas di Pulau Sumatera dalam bentuk hutan lindung dan konservasi seluas 10.7 juta hektar. Kawasan tersebut digunakan untuk pelestarian baik secara In Situ maupun Ex Situ yang tersebar di seluruh provinsi. Salah satu bentuk konservasi biodiversitas secara In Situ dilakukan pada Taman Nasional di Pulau Sumatera (Tabel 5).
Tabel 5 : Daftar Taman Nasional dan Jenis Biodiversitas Prioritas di Pulau Sumatera
Nama | Luas Total (km2) | Tumbuhan/Satwa Prioritas |
---|---|---|
Batang Gadis | 1080 | Rafflesia, kantong semar, harimau sumatera, macan dahan, tapir, siamang, beruang madu |
Berbak | 1627 | Meranti, rotan, nibung, anggrek, harimau sumatera, beruang madu, owa ungko, macan dahan, tapir, buaya |
Bukit Barisan Selatan | 3650 | Rafflesia, palem daun payung, kantong semar, orangutan sumatera, siamang, kukang, harimau sumatera, beruang madu, gajah sumatera, badak sumatera, tapir, buaya |
Bukit Duabelas | 605 | Meranti, kempas, jelutung, damar, rotan, macan dahan, kancil, beruang madu, kijang, kukang, harimau sumatera, rusa sambar, Rangkong |
Bukit Tiga Puluh | 1277 | Cendawwan muka rimau, salo, Bungai bangkai, gaharu, harimau sumatera, owa ungko, siamang, tapir, orangutan sumatera, kucing emas |
Gunung Leuser | 7927 | Rafflesia, palem daun payung, kantong semar, orangutan sumatera, siamang, kukang, kucing emas, beruang madu, badak sumatera, tapir, buaya |
Kerinci Seblat | 13750 | Rafflesia, bunga bangaki, anggrek, harimau sumatera, gajah sumatera, tapir, beruang madu, badak sumatera, kucing emas, kangkareng hitam |
Sembilang | 2051 | Cemara laut, nipah, bakau, harimau sumatera, kucing emas, gajah sumatera, tapir, siamang, lumba-lumba |
Siberut | 1905 | Anggrek, siamang, lutung mentawai, beruk mentawai, burung celepuk mentawai |
Tesso Nilo | 1000 | Anggrek, kantong semar, kempas, gaharu, jelutung, harimau sumatera, gajah sumatera, macan dahan, beruang madu, tapir, kangkareng hitam, rangkong badak, buaya senyulong |
Way Kambas | 1300 | Api-api, pidada, nipah, pandan, gajah sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, siamang, penyu, buaya, bangau tongtong |
Zamrud | 315 | Pohon bengku, punak, jangkang, ramin, harimau sumatera, beruang madu, owa ungko, napu, burung enggang |
Gunung Maras | 168 | Pohon idat, meranti, anggrek, kantong semar, pelanduk kancil, napu, ayam hutan, elang |
Sebagai contoh Provinsi Sumatera Utara yang merupakan awal perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, masih tetap mempertahankan “rumahnya” biodiversity Sumatera Utara (Tabel 6a,b,c) yang terdiri atas: (a) Taman Nasional di 3 lokasi seluas 1.26 juta hektar; (b) Cagar Alam yang menyebar di 5 lokasi seluas 16.5 ribu hektar; dan (c) Suaka Margasatwa yang menyebar di 4 Lokasi dengan luas 83.6 ribu hektar.
Tabel 6a : Pelestarian Biodiversity (Taman Nasional) secara In Situ di Sumatera Utara
Nama | Luas (Ha) | Biodiversity |
---|---|---|
TN Gunung Leuser | 1,094,692 | Flora seperti: Daun Payung Raksasa (Johannesteijsmannia Altifrons), Bunga Raflesia (Rafflesia Atjehensis Dan R. Micropylora) Rhizanthes Zippelnii dan lainnya. Fauna seperti: Orangutan Sumatera (Pongo Abelii), Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis), Rusa Sambar (Rusa Unicolor), Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Sarudung (Hylobates Lar), Siamang (Shimphalangus Sindactilus), Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Beruk (Macaca Nemestrina), Kambing Hutan (Capricornis), Macan Tutul (Panthera Pardus), Burung Rangkong Badak (Buceros Rhinoceros) dan lainnya. |
TN Batang Gadis | 108,000 | Flora seperti: Rafflesia (Rafflesia Atjehensis Dan R. Micropylora), Bunga Jarum (Ixora Paludosa Kurz) dan lainnya. Fauna seperti: Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Kambing Hutan (Capricornis), Tapir (Tapirus Indicus), Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Rusa (Cervidae), Kijang (Muntiacini), Beruk (Macaca Nemestrina), Ungko (Hylobates Agilis), Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Siamang (Shimphalangus Sindactilus), Kucing Emas (Caracal Aurata), Macan Dahan (Neofelis Nebulosi) dan lainnya. |
Taman Hutan Raya Bukit Barisan | 51,600 | Flora seperti: Tusam Sumatera (Pinus Merkusii), Simar Telu (Schima Wallichii), Tulasan (Altingia Exelsa), Meang (Alseodaphne Sp.), Podocarpus Sp, Ingul (Toona Surei) dan lainnya. Fauna seperti: Wau-Wau (Hylobates Lar), Elang (Haliantus Indus), Rangkong (Buceros Sp.), Ayam Hutan (Gallus Varius) dan lainnya. |
Tabel 6b : Pelestarian Biodiversity (Cagar Alam) secara In Situ di Sumatera Utara
Nama | Luas (Ha) | Biodiversity |
---|---|---|
Batu Gajah | 0.89 | Flora seperti: Tusam Sumatera (Pinus Merkusii), Pulai (Alstonia Scolaris), Aren (Arenga Pinnata) dan lainnya. Fauna seperti: Musang (Paradoxurus Hermaphroditus), Tupai (Scandentia), Babi Hutan (Sus Scrofa), Kera (Hominoidea), Burung Tekukur (Spilopelia Chinensis), Pergam (Ducula), Kutilang (Pycnonotus Aurigaster) dan lainnya. |
Batu Ginurit | 0.48 | Flora seperti: Rotan (Calamus Ciliaris, C.Exilis) dan lainnya. Fauna seperti: Rusa (Cervus Timorencis), Beruk (Macaca Nemestrin), Babi Hutan (Sus Scrofa), Bajing (Sciuridae), Pergam (Ducula), Kelelawar (Chiroptera) dan lainnya. |
Dolok Saut Surungan | 39 | Flora seperti: Suren (Toona Sureni Merr) dan lainnya. Fauna seperti: Babi Hutan (Sus Scrofa), Rusa (Cervus Timorencis), Siamang (Shimphalangus Sindactilus), Kambing Hutan (Capricornis), Enggang (Bucerotidae), Pergam (Ducula) dan lainnya. |
Dolok Sibualbuali | 5,000 | Flora seperti: Rafflesia Sp dan lainnya. Fauna seperti: Orang Utan (Pongo), Pelanduk (Tragulus), Kijang (Muntiacus Muntjak), Trenggiling (Manis Javanicu), Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Siamang (Shimphalangus Sindactilus), Kucing Batu (Pardofelis Marmorata), Julang Emas (Rhyticeros Undulates), Celepuk (Otus) dan lainnya. |
Dolok Sipirok | 6,970 | Flora seperti: Rafflesia Sp dan lainnya. Fauna seperti: Orang Utan (Pongo), Pelanduk (Tragulus), Kijang (Muntiacus Muntjak), Trenggiling (Manis Javanicu), Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Siamang (Shimphalangus Sindactilus), Kucing Batu (Pardofelis Marmorata), Julang Emas (Rhyticeros Undulates), Celepuk (Otus) dan lainnya. |
Dolok Tinggi Raja | 167 | Flora seperti: Meranti Bunga (Shorea Acuminata), Kenari (Serinus Canaria), Rotan (Calamus Ciliaris, C.Exilis), Anggrek (Orchidaceae), Kantong Semar (Genus Nepenthes) dan lainnya. Fauna seperti: Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Kancil (Tragulus Javanicus), Kijang (Muntiacus Muntjak), Rusa (Cervus Timorencis), Kambing Hutan (Capricornis), Siamang (Shimphalangus Sindactilus), Beruang (Ursidae) dan lainnya. |
Lubuk Raya | 3,050 | Flora seperti: Raflesia Sp, Tusam Sumatera (Pinus Merkusii) dan lainnya. Fauna seperti: Pelanduk (Tragulus), Trenggiling (Manis Javanicu), Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Siamang (Symphalangus Syndactilus), Julang (Rhyticeros Corrogatus) dan lainnya. |
Martelu Purba | 195 | Flora seperti: Meranti (Shorea Sp.) dan lainnya. Fauna seperti: Harimau (Panthera Tigris), Kambing Hutan (Capricornis), Babi Hutan (Sus Vitatus), Beruang (Ursidae) dan lainnya. |
Liang Balik | 0.31 | Flora seperti: Beringin (Ficus Bengamin), Meranti Batu (Shorea Platyclados), Mayang (Payena Acuminita), Haundolok (Eugenia Sp), Darah-Darah (Horsfieldia Sp) Damoli Bunga (Sloetia Elongata), Medang (Litsea Sp), Durian Hutan (Durio Sp), Kempas (Coompais Sp) dan lainnya. Fauna seperti: Siamang (Symphalangus Syndactilus), Ungko (Hylobates Agilis), Macan Akar (Felis Bengalensis), Kucing Batu (Felis Mammorata), Kera (Macaca Fescicularis), Tupai Terbang (Petaurista Elegans), Tupai Tanah (Lariscus Insignis), Tupai Biasa (Sundasciurus Sp), Ular Hijau (Tremorosurus Sp), Kura- Kura (Orlitia Bornensis), Babi Hutan (Sus Vitatus), Burung Elang (Accipitrida Sp), Burung Rangkong (Buceros Bicornis), Burung Kepodang (Oriolus Chinensis), Burung Pelatuk (Dinopium Sp), Burung Murai Batu, Kelelawar (Emallonura Sp), Biawak (Varanus Salvator), Musang (Paguma Larvata) dan lainnya. |
Sei Ledong | 1,100 | Flora, Fauna dan Benteng Alam |
Sibolangit | 9.15 | Flora seperti: Angsana (Pterocarpus Indicus), Nyamplung (Calophyllum Inophyllum), Meranti (Shorea Sp.) dan lainnya. Fauna seperti: Babi Hutan (Sus Vitatus), Kancil (Tragulus Javanicus), Trenggiling (Manis Javanicu), Kuskus (Ailurops), Burung Rangkong (Bucerotidae) dan lainnya. |
Tabel 6c : Pelestarian Biodiversity (Suaka Margasatwa) secara In Situ di Sumatera Utara
Nama | Luas (Ha) | Biodiversity |
---|---|---|
Barumun | 40,062 | Flora seperti: Dipterocarpaceae dengan Jenis Al. Damar (Shorea Multiflora), Meranti Bunga (Shorea Acuminata), Anturmangun (Casuarina Sumatrana), Tusam (Pinus Merkusii), Sampinur Bunga (Podocarpus Imbricatus), Sampinur Tali (Dacrydium Junghuhnii) dan lainnya. Fauna seperti: Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus), Burung Rangkong (Bucerotidae), Siamang (Symphalangus Syndactilus), Tapir (Tapirus Indicus) dan lainnya. |
Dolok Surungan | 21,540 | Flora seperti: Anturmangan (Casuarina Sp), Mayang (Palaguium Sp), Haundolok (Eugenia Sp), Medang (Manglietia Sp) dan lainnya. Fauna seperti: Rusa (Cervus Timorencis), Babi Hutan (Sus Vitatus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) dan lainnya. |
Karang Gading | 13,670 | Flora seperti: Bakau Putih/Hitam (Rizophora Apiculata), Langgadai (Bruquiera Parviflora), Buta- Buta (Excocaria Sp), Nyirih (Xylocarpus Granatum) Nipah (Nipa Fructican) dan lainnya. Fauna seperti: Kera (Macaca Fascilcularis), Lutung (Presbytis Cristata) Raja Udang (Alcedo Athis) dan lainnya. |
Siranggas | 8,366 | Flora seperti: Hoting (Quercus Sp), Meang (Palagium Sp), Sampinur Bunga (Podocarpus Sp), Damar (Agathis Sp), Durian (Durio Zibethinus), Bacang (Mangifera Sp), Manggis (Garcinia Sp) dan lainnya. Fauna seperti: Harimau Sumatera Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Rusa (Cervus Timorencis), Kancil (Tragulus Javanicus), Beruang (Ursidae), Trenggiling (Manis Javanicu) dan lainnya. |
Demikian juga di Riau yang merupakan provinsi terluas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dimana masih tetap mempertahankan “rumahnya” biodiversity (Tabel 7a,b,c) yang terdiri atas: (a) Taman Nasional yang menyebar di 2 lokasi seluas 243.1 ribu hektar; (b) Cagar Alam yang menyebar di 3 lokasi seluas 20.7 ribu hektar; (c) Suaka Margasatwa.
Tabel 7a : Pelestarian Biodiversity (Taman Nasional) secara In Situ di Provinsi Riau
Nama | Luas (Ha) | Biodiversity |
---|---|---|
Bukit Tiga Puluh | 143,143 | Flora seperti: Cendawan Muka Rimau (Rafflesia Hasseltii), Salo (Johannestejsmania Altifrons), Mapau (Pinanga Multiflorai), Jernang (Daemonorops Draco), Rotan (Calamus Ciliaris, C.Exilis), Pinang Bancung (Nenga Gajah), Akar Mendera (Phanera Kochiana), Meranti (Shorea Peltata) , Keduduk Rimba (Baccaurea Racemosa), Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia), Kayu Gaharu (Aquilaria Malacensis), Jelutung (Dyera Costulata), Getah Merah (Palaquium Spp) , Pulai (Alstonia Scolaris), Kempas (Koompassia Excelsa), Rumbai (Shorea Spp), Medang (Litsea Sp, Dehaasia Sp), Kulit Sapat (Parashorea Sp.), Bayur (Pterospermum Javanicum), Kayu Kelat (Eugenia Sp), Kasai (Pometia Pinnata) dan lainnya. Fauna seperti: Ungko Tangan Putih (Hylobates Lar), Ungko Tangan Hitam (Hylobates Agilis), Siamang (Symphalangus Syndactylus), Beruk (Macaca Nemestrina), Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Lutung (Presbytis Cristata), Simpai (Presbytis Malalophos), Kukang (Nycticebus Coucang), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrensis), Macan Dahan (Neofelis Nebulosa), Kucing Congkok (Felis Bengalensis), Kucing Batu (Felis Marmorata), Musang (Paradoxurus Hermaphroditus), Musang Pandan (Viverra Tangalunga), Tuntung Tobu (Hemigalus Derbyanus), dan lainnya. |
Tesso Nilo | 100,000 | Flora seperti: Kayu Bata (Irvingia Malayana), Kempas (Koompasia Malaccensis), Jelutung (Dyera Costulata), Kayu Kulim (Scorodocorpus Borneensis), Tembesu (Fagraea Fragrans), Gaharu (Aquilaria Malaccensis), Ramin (Gonystylus Bancanus), Keranji (Dialium Sp.), Meranti (Shorea Sp.), Keruing (Dipterocarpus Sp.) dan lainnya. Fauna seperti: Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Trenggiling (Manis Javanicu), Rusa (Cervus Timorencis), Kera Hutan (Macacca Fascicilarus) dan lainnya. |
Tabel 7b : Pelestarian Biodiversity (Cagar Alam) secara In Situ di Provinsi Riau
Nama | Luas (Ha) | Biodiversity |
---|---|---|
CA Pulau Berkey | 500 | Flora seperti: Cendawan Muka Rimau (Rafflesia Hasseltii), Salo (Johannestejsmania Altifrons), Mapau (Pinanga Multiflorai), Jernang (Daemonorops Draco), Rotan (Calamus Ciliaris, C.Exilis), Pinang Bancung (Nenga Gajah), Akar Mendera (Phanera Kochiana), Meranti (Shorea Peltata) , Keduduk Rimba (Baccaurea Racemosa), Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia), Kayu Gaharu (Aquilaria Malacensis), Jelutung (Dyera Costulata), Getah Merah (Palaquium Spp) , Pulai (Alstonia Scolaris), Kempas (Koompassia Excelsa), Rumbai (Shorea Spp), Medang (Litsea Sp, Dehaasia Sp), Kulit Sapat (Parashorea Sp.), Bayur (Pterospermum Javanicum), Kayu Kelat (Eugenia Sp), Kasai (Pometia Pinnata) dan lainnya. Fauna seperti: Ungko Tangan Putih (Hylobates Lar), Ungko Tangan Hitam (Hylobates Agilis), Siamang (Symphalangus Syndactylus), Beruk (Macaca Nemestrina), Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Lutung (Presbytis Cristata), Simpai (Presbytis Malalophos), Kukang (Nycticebus Coucang), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrensis), Macan Dahan (Neofelis Nebulosa), Kucing Congkok (Felis Bengalensis), Kucing Batu (Felis Marmorata), Musang (Paradoxurus Hermaphroditus), Musang Pandan (Viverra Tangalunga), Tuntung Tobu (Hemigalus Derbyanus), dan lainnya. |
CA Bukit Bungkuk | 20,000 | Flora seperti: Meranti (Shorea Sp), Bintangur (Calophyllum Spp), Kempas (Koompassia Malaccensis Maing), Keruing (Dipterocarpus Sp), Balam (Palaquium Gulta), Durian Hutan (Durio Sp), Kulim (Scorodocarpus Boonensis), Suntai (Palagium Walsunrifolium), Rengas (Gluta Renghas) dan lainnya. Fauna seperti: Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Harimau Loreng Sumatera (Panthera Tigris Sumatrensis), Rusa (Cervus Timorensis), Kancil (Tragulus Javanicus), Kera Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Ayam Hutan (Gallus Gallus), Bunglon (Colates Spp), Siamang (Shimphalangus Sindactilus) dan lainnya. |
CA Pulau Burung | 200 | Flora seperti: Mangrove (Rhizophora), Singapuar (Babyrousa) dan lainnya. Fauna seperti: Burung Serindit Melayu (Loriculus Galgulus), Kekah Natuna (Presbytis Natunae), Ikan Napoleon (Cheilinus Undulates) dan lainnya. |
Tabel 7c : Pelestarian Biodiversity (Suaka Margasatwa) secara In Situ di Provinsi Riau
Nama | Luas (Ha) | Biodiversity |
---|---|---|
SM. Balai Raja | 18,000 | Flora seperti: Meranti (Shorea Sp), Bintangur (Calophyllum Spp), Balam (Palaquium Gulta), Kempas (Koompassia Malaccensis Maing), Giam (Cotylelobium Flavum Dipterocarpaceae), Kantong Semar (Genus Nepenthes) dan lainnya. Fauna seperti: Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Beruang Madu (Helarctos Malayanus), dan lainnya. |
Bukit Batu | 21,500 | Flora seperti: Ramin (Gonystylus Bancanus), Gaharu (Aquilaria Malaccensis), Meranti Bunga (Shorea Leprosula) dan lainnya. Fauna seperti: Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Julang Jambul Hitam (Aceros Corrugatus) dan lainnya. |
Tasik Belat | 2,529 | Flora seperti: Ramin (Gonystylus Bancanus), Meranti (Shorea Sp), Punak (Tetramerista Glabra), Kempas (Koompassia Malaccensis Maing), Bintangur (Calophyllum Spp) dan lainnya. Fauna seperti: Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) dan lainnya. |
Danau Pulau Besar– Bawah | 28,238 | Flora seperti: Ramin (Gonystylus Bancanus), Meranti (Shorea Sp), Kempas (Koompassia Malaccensis Maing), Punak (Tetramerista Glabra), Terentang (Campnosperma Auriculatum), Bintangur (Calophyllum Spp), Pulai (Alstonia Scholaris), Rengas (Gluta Renghas) dan lainnya. Fauna seperti: Bangau Tong-Tong (Leptoptilos Javanicus), Elang Wallace (Nisaetus Nanus), Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Tapir (Tapirus Indicus) dan lainnya. |
Tasik Besar–Metas | 3,200 | Flora seperti: Ramin (Gonystylus Bancanus), Meranti (Shorea Sp), Balam Suntai (Palaquium Walsurifolium), Punak (Tetramerista Glabra), dan lainnya. Fauna seperti: Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Beruk (Macaca Nemestrina), Belibis (Dendrocygninae) dan lainnya. |
Kerumutan | 120,000 | Flora seperti: Meranti (Shorea Sp), Punak (Tetramerista Glabra), Nipah (Nypa Fruticans), Rengas (Gluta Renghas) dan lainnya. Fauna seperti: Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Macan Dahan (Neofelis Nebulosi), Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Owa Jawa (Hylobates Moloch) dan lainnya. |
Tasik Tanjung Padang | 4,925 | Flora seperti: Meranti (Shorea Sp), Gerunggang (Cratoxylon Arborescens), Balam Suntai (Palaquium Walsurifolium), Punak (Tetramerista Glabra) dan lainnya. Fauna seperti: Trenggiling (Manis Javanica), Musang (Paradoxurus Hermaphroditus), Rangkong Badak (Buceros Rhinoceros), Punai (Treron), Lutung (Trachypithecus), Buaya Muara (Crocodylus Porosus), Bangau Tong-Tong (Leptoptilos Javanicus), dan lainnya. |
Bukit Rimbang- Baling | 136,000 | Fauna seperti: Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), Macan Dahan (Neofelis Nebulosi), Tapir (Tapirus Indicus), Rusa (Cervidae), Siamang (Shimphalangus Sindactilus), Pelanduk Napu (Tragulus Napu), Beruang Madu (Helarctos Malayanus) dan lainnya. |
Tasik Serkap-Sarang Burung | 6,900 | Flora seperti: Ramin (Gonystylus Bancanus), Balam Suntai (Palaquium Walsurifolium), Kempas (Koompassia Malaccensis Maing) dan lainnya. Fauna seperti: Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Trenggiling (Manis Javanica), Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Burung Enggang (Bucerotidae), Burung Belibis (Dendrocygninae) dan lainnya. |
Uraian di atas menunjukkan bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit di Pulau Sumatera hanya menggunakan sekitar 17 persen dari total luas daratan Pulau Sumatera. Sedangkan luas kawasan hutan masih sekitar 48 persen dari total luas daratan Pulau Sumatera. Sehingga tetap memberikan ruang bagi pelestarian biodiversitas baik secara In Situ dan Ex Situ maupun bentuk konservasi sumberdaya alam lainnya.
Referensi
- Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021)
- Kementerian Pertanian (2021)
- Suharto R, Agus F, Santosa Y, Sipayung T, Gunarso, P. 2019. Kajian Terhadap European Union Renewable Energy Directive (EU Directive 2018/2001) dan EU Commission Delegated Regulation 2019/807 serta Perumusan Posisi Indonesia terhadap Kebijakan Tersebut. Jakarta (ID): Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; PT Riset Perkebunan Nusantara.
Mitos 6-35
Pulau Kalimantan sebagai salah satu daerah pengembangan perkebunan kelapa sawit mendominasi ruang dan menghilangkan biodiversity asli
Pulau Kalimantan yang dikenal dengan Pulau Borneo dianugerahi hutan hujan tropis terluas di Asia Tenggara. Selain berperan sebagai paru- paru dunia, hutan tropis Kalimantan juga menjadi rumah bagi beragam jenis flora dan fauna. Bahkan kekayaan biodiversitas di hutan tropis Kalimantan bersaing dengan Hutan Amazon (Pemprov Kalimantan Tengah, 2015).
Di Pulau Kalimantan juga dikembangkan perkebunan kelapa sawit. Meskipun relatif baru jika dibandingkan dengan Pulau Sumatera, namun empat provinsi Pulau Borneo yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan termasuk ke dalam Top-10 provinsi sentra sawit di Indonesia. Dengan perkembangan yang pesat, perkebunan kelapa sawit di Pulau Kalimantan sering menjadi sasaran atas isu yang disebarkan oleh pihak anti sawit berkaitan dengan penyebab utama hilangnya habitat bagi biodiversitas.
Untuk menjawab tuduhan tersebut dapat dilihat dari distribusi penggunaan daratan di Pulau Kalimantan. Luas daratan Pulau Kalimantan sebesar 53 juta hektar dengan penggunaan ruang untuk kawasan hutan (berhutan dan tak berhutan) sebesar 36.5 juta hektar atau 77.4 persen (Tabel 8). Sementara itu, luas perkebunan kelapa sawit di Pulau Kalimantan baru mencapai 5.82 juta hektar atau hanya sekitar 12.3 persen dari luas daratan Pulau Kalimantan. Dengan kata lain, penggunaan lahan di Pulau Kalimantan yang terbesar adalah untuk kawasan hutan dan bukan untuk perkebunan kelapa sawit.
Sebagaimana kebijakan nasional, ruang untuk “rumahnya” biodiversitas di Pulau Kalimantan telah ditentukan yakni berupa hutan lindung dan konservasi seluas 12 juta hektar. Pelestarian biodiversitas asli Kalimantan tersebut dilakukan secara In Situ maupun Ex Situ yang tersebar di seluruh provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Salah satu bentuk konservasi biodiversitas secara In Situ dilakukan pada Taman Nasional di Pulau Kalimantan (Tabel 9).
Sebagai contoh Provinsi Kalimantan Timur, dimana kawasan tersebut masih tetap mempertahankan “rumahnya” biodiversity Kalimantan Timur (Tabel 10a,b,c) yang terdiri atas: (a) Taman Nasional yang menyebar di 2 lokasi seluas 1.5 juta hektar; (b) Cagar Alam yang menyebar di 2 lokasi seluas 178.5 ribu hektar; dan (c) Suaka Margasatwa yang menyebar di 1 lokasi dengan luas 103 hektar.
Tabel 8 : Penggunaan Lahan di Pulau Kalimantan
Penggunaan Lahan | Ribu Hektar | Persen |
---|---|---|
Kawasan Lindung | ||
Hutan Konservasi (KSA-KPA) | 4,956.30 | 10.50 |
Hutan Lindung | 7,031.60 | 14.90 |
Kawasan Budaya | ||
Hutan Produksi Terbatas | 10,621.70 | 22.51 |
Hutan Produksi | 10,793.70 | 22.87 |
Hutan Produksi Konversi | 3,104.50 | 6.58 |
Sub Total Hutan | ||
Perkebunan Kelapa Sawit | 5,820.41 | 12.33 |
Sektor Lainnya | 10,729.49 | 22.74 |
Total Daratan | 53,057.70 | 112.43 |
Tabel 9 : Daftar Taman Nasional dan Jenis Biodiversitas Prioritas di Pulau Kalimantan
Nama | Luas Total (km²) | Tumbuhan/Satwa Prioritas |
---|---|---|
Betung Kerihun | 8,000 | Musa lawitiensis, Neouvaria acuminatissima, Castanopsis inermis, macan dahan, kucing hutan, beruang madu, rusa sambar, orangutan Kalimantan, rangkong gading |
Bukit Baka Bukit Raya | 1,811 | Rafflesia, anggrek, beruang madu, orangutan Kalimantan, rusa sambar, linsang, pelanduk |
Danau Sentarum | 1,320 | Tengkawang, jelutung, ulin, bekantan, orangutan Kalimantan, buaya, ikan arwana |
Gunung Palung | 900 | Jelutung, ramin, ulin anggrek hitam, bekantan, orangutan Kalimantan, beruang madu, rangkong badak |
Kayan Mentarang | 13,605 | Pulai, jelutung, ramin, ulin, gaharu, macan dahan, beruang madu, bekantan, tarsius, lutung bangat, burung enggang |
Kutai | 1,986 | Rafflesia, anggrek, beruang madu, rusa sambar, kukang, bekantan, orangutan Kalimantan, elang laut perut putih |
Sebangau | 5,687 | Ramin, jelutung, bekantan, orangutan Kalimantan, beruang madu, macan dahan, tarsius, burung enggang |
Tanjung Puting | 4,150 | Anggrek, kantong semar, meranti, gaharu, ramin, orangutan Kalimantan, bekantan, macan dahan, dugong, arwana |
Tabel 10a : Pelestarian Biodiversity (Taman Nasional) Secara In Situ di Provinsi Kalimantan Timur
Nama | Luas Total (km²) | Tumbuhan/Satwa Prioritas |
---|---|---|
TN. Kayan Mentarang | 1,306,500 | Flora seperti: Anggrek (Orchidaceae), Rotan (Calamus Cirearus) dan lainnya. Fauna seperti: Enggang (Bucerotidae), Kuau Raja (Argusianus Argus), Sempidan Kalimantan (Lophura Bulweri), Banteng (Bos Javanicus), Beruang Madu (Helarctos Malayanus) dan lainnya. |
TN. Kutai | 198,629 | Flora seperti: Ulin (Eusideroxylon Zwageri), Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia), Mangrove (Rhizophora), Anggrek (Orchidaceae), Kantong Semar (Genus Nepenthes) dan lainnya. Fauna seperti: Orang Utan (Pongo), Beruk (Macaca Nemestrina), Rusa Sambar (Rusa Unicolor), Kancil (Tragulus Javanicus) dan lainnya.” |
Tabel 10b : Pelestarian Biodiversity (Cagar Alam) Secara In Situ di Provinsi Kalimantan Timur
Nama | Luas Total (km²) | Tumbuhan/Satwa Prioritas |
---|---|---|
CA Teluk Adang | 59,761 | Flora seperti: Rotan (Calamus Cirearus), Aren (Arenga Pinnata) dan lainnya. Fauna seperti: Lutung Kelabu (Trachypithecus Cristatus), Rusa Sambar (Rusa Unicolor) dan lainnya. |
CA Bukit Sapat Hawung | 1,385 | Flora seperti: Balau (Shorea Laevis), Keruing (Dipterocarpus), Mahang (Macaranga), Ulin (Eusideroxylon Zwageri) dan lainnya. Fauna seperti: Burung Rangkong (Bucerotidae), Orangutan (Pongo), Owa-Owa (Hylobates Muelleri), Burung Murai Batu (Copsychus Malabaricus), Burung Merak (Pavo) dan lainnya. |
CA Muara Kaman Sedulang | 65,497 | Flora seperti: Meranti (Shorea Sp.), Ulin (Eusideroxylon Zwageri), Rotan (Calamus Cirearus) dan lainnya. Fauna seperti: Babi Hutan (Sus Scrofa), Bekantan (Nasalis Larvatus), Lutung (Trachypithecus), Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Berang-Berang (Lutrinae) dan lainnya. |
CA Padang Luwai | 4,787 | Flora seperti: Anggrek Hitam (Coelogyne Pandurate), Kapulaga Seberang (Elettaria Cardamomum), Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia) dan lainnya. Fauna seperti: Babi Hutan (Sus Scrofa), Rusa (Cervidae), Kijang (Muntiacini), Biawak (Varanus), Rangkong (Bucerotidae), Punai (Treron), Parkit Carolina (Conuropsis Carolinensis) Gagak (Corvus) dan lainnya. |
CA Teluk Apar | 47,048 | Flora seperti: Api-Api (Avecennia Marina) Mangrove (Sonneratia Alba) dan lainnya. Fauna seperti: Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Lutung (Trachypithecus), Raja Udang (Alcedines), Cucak Rowo (Pycnonotus Zeylanicus) dan lainnya. |
Tabel 10c : Pelestarian Biodiversity (Suaka Margasatwa) Secara In Situ di Provinsi Kalimantan Timur
Nama | Luas Total (km²) | Tumbuhan/Satwa Prioritas |
---|---|---|
Pulau Semama | 103.05 | Flora seperti: Bakau (Rhizophora), dan Mangrove (Sonneratia Alba) dan lainnya. Fauna seperti: Teripang (Holothuroidea), Kima (Tridacna), Ketam Kelapa (Birgus Latro) dan lainnya. |
Uraian di atas menunjukkan bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit di Pulau Kalimantan tetap memberikan ruang bagi pelestarian biodiversitas. Pola pelestarian biodiversitas di Pulau Kalimantan dilakukan baik secara In Situ dan Ex Situ maupun bentuk konservasi lainnya, untuk menjaga kekayaan flora fauna asli pulau tersebut.
Referensi
- Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
- Kementerian Pertanian
- Suharto R, Agus F, Santosa Y, Sipayung T, Gunarso, P. 2019. Kajian Terhadap European Union Renewable Energy Directive (EU Directive 2018/2001) dan EU Commission Delegated Regulation 2019/807 serta Perumusan Posisi Indonesia terhadap Kebijakan Tersebut. Jakarta (ID): Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; PT Riset Perkebunan Nusantara.