Back to Top
Rating & Comment

Prediksi Harga Minyak Sawit 2023, Apakah anda tahu ?

Bagikan Berita

Banyak media memberitakan prediksi harga minyak sawit 2023 tapi tidak banyak yang menjelaskan secara komprehensif, apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak sawit 2023. Mari disimak artikel dari PASPI Indonesia

Dapat dikatakan telah terjadi fenomena Palm Oil Boom pada tahun 2022.  Hal ini dikarenakan harga minyak sawit berada pada level tinggi, dengan rata-rata harga CPO CIF Rotterdam mencapai USD 1,343 per ton. Bahkan harga minyak sawit periode Maret 2022 dianggap sebagai level tertinggi sepanjang sejarah atau all time high mencapai sekitar USD 1,807 per ton.

Tren harga minyak sawit yang demikian merupakan dampak dari pecahnya perang Rusia-Ukraina yang kemudian ditambah dengan blokade perdagangan Rusia oleh negara-negara barat. Kondisi tersebut menyebabkan gangguan supply chain komoditas dalam aliran perdagangan komoditas global sehingga menyebabkan harga minyak nabati meroket, termasuk minyak sawit.

Lantas bagaimana prediksi harga minyak sawit 2023? Apakah harga minyak sawit tetap berkilau sama seperti tahun sebelumnya? Atau sebaliknya justru menunjukkan penurunan? Informasi ini tentu saja sangat ditunggu-tunggu oleh para pelaku industri sawit global, termasuk petani sawit.  

MENILIK CATATAN LAMPAU PERGERAKAN HARGA MINYAK SAWIT 

Harga minyak sawit dunia (CPO CIF Rotterdam) dalam tiga tahun terakhir mengalami kebangkitan setelah mengalami “paceklik” khususnya yang terjadi pada semester kedua tahun 2018. Rata-rata harga minyak sawit hanya sekitar USD 532 per ton pada periode tersebut. Kemudian harga minyak sawit mengalami peningkatan menjadi sekitar USD 566 per ton pada tahun 2019. 

prediksi harga minyak sawit 2023
Harga Minyak Sawit Global Meningkat Signifikan dalam Periode 2019-2022 (Dok: PASPI)

Selanjutnya secara bertahap tren harga minyak sawit bergerak ke arah positif sepanjang tahun 2020. Meskipun terhadang pandemi Covid-19 yang membuat seluruh kegiatan ekonomi di dunia terhenti sementara, namun harga minyak sawit global justru mencatatkan pertumbuhan positif menjadi USD 706 per ton pada tahun tersebut. 

Pergerakan harga yang demikian dipengaruhi oleh stok minyak sawit global yang menipis akibat El-Nino dan krisis tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit Malaysia, sementara demand minyak sawit global meningkat akibat implementasi B30 di Indonesia, peningkatan untuk produksi produk oleokimia dan produk higenitas lainnya (sabun, deterjen, hand sanitizer), serta memenuhi kebutuhan minyak nabati subsitut yang mengalami disrupsi produksi akibat pandemi maupun iklim.

Peningkatan harga minyak sawit global juga kian signifikan memasuki tahun 2021 dengan menembus level harga mencapai USD 1,210 per ton. Sama seperti tahun sebelumnya, peningkatan demand minyak sawit yang tidak diimbangi dengan masih rendahnya produksi minyak sawit (dan minyak nabati sebagai subsitutnya) akibat pandemi Covid-19, berhasil mengerek harga minyak sawit pada level tertinggi di sepanjang sejarah minyak sawit global. 

Nasib baik terus berpihak industri sawit global di tahun Macan Air. Harga minyak sawit semakin berkilau di tahun 2022.  Bahkan kilauannya melebihi ekspektasi para ahli pe yang meramalkan harga minyak sawit berkisar USD 1.000 – 1,250 per ton pada tahun 2022.

Dinamika geopolitik dunia yang bergejolak akibat perang Rusia-Ukraina menjadi faktor X yang menyebabkan harga minyak sawit global melonjak tinggi. Invasi Rusia ke Ukraina yang kemudian langsung direspon blokade perdagangan Rusia oleh negara-negara barat membuat harga minyak sawit global melesat hingga mencapai USD 1,807 per ton pada Maret 2022.

Disrupsi supply chain akibat perang dan blokade perdagangan tersebut menyebabkan harga beberapa komoditas meningkat, seperti harga minyak bunga matahari dan harga migas. Kondisi tersebut menyebabkan harga minyak sawit terus bertahan di level atas dengan rata-rata harga minyak sawit global mencapai USD 1,343 per ton pada tahun 2022, mengingat minyak sawit merupakan komoditas substitusi bagi minyak bunga matahari dan migas.

Tren harga minyak sawit global yang demikian seperti durian runtuh bagi industri sawit global. Berbeda dengan pelaku industri sawit di Malaysia yang dapat meraih pundi-pundi Ringgit yang banyak, pelaku industri sawit di Indonesia tidak dapat mengoptimalkan profit yang didapatkannya dari tren harga minyak sawit yang tinggi. Hal ini disebabkan karena implementasi kebijakan larangan ekspor sementara produk sawit maupun kebijakan DMO-DPO untuk CPO dan olein yang berlaku di Indonesia. Bahkan petani sawit di Indonesia harus menanggung beban ganda karena harga TBS yang anjlok dan mahalnya harga pupuk.

Sisi lain dari tingginya harga tersebut adalah minyak sawit mulai kehilangan keunggulan kompetitifnya di beberapa pasar negara importir. Tingginya harga minyak sawit (baik karena harga internasional maupun pajak ekspor yang diterapkan negara eksportir) semakin mempersempit price gap dengan harga minyak nabati lain. Dengan kondisi tersebut, dapat berimplikasi pada hilangnya pasar minyak sawit karena konsumen minyak sawit yang tergolong price elastic akan beralih ke sumber minyak nabati lain.

Hal tersebut telah terjadi di India. Tingginya harga minyak sawit yang harus diimpor India membuat defisit neraca perdagangan membengkak dan meningkatkan inflasi. Kondisi ini membuat Pemerintah India mengambil jalan untuk memproduksi minyak sawit di dalam negeri melalui skema National Edible Oil Mission Oil Palm. Skema tersebut menargetkan pembangunan kebun kelapa sawit di India seluas 1 juta hektar pada tahun 2025-2026 untuk memproduksi minyak sawit sebanyak 2.8 juta ton pada tahun 2029-2030. Kondisi ini tentu saja menjadi ancaman bagi eksistensi industri sawit global, mengingat India merupakan negara importir minyak sawit terbesar di dunia.

JADI PREDIKSI HARGA MINYAK SAWIT 2023, MENINGKAT ATAU TIDAK?

Ramalan prediksi harga minyak sawit 2023 menjadi topik hangat yang banyak didiskusikan di setiap akhir tahun atau awal tahun baru. Bagi Indonesia yang merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, prediksi harga minyak sawit 2023 menjadi informasi yang berharga yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku industri sawit nasional sebagai gambaran untuk mengelola perkebunan kelapa sawitnya.

Prediksi harga minyak sawit 2023 menjadi salah satu agenda wajib yang setiap tahun yang diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) yakni International Palm Oil Conference pada November 2022 lalu. Dalam acara tersebut menghadirkan banyak ahli level global yang menyampaikan ramalannya berkaitan dengan prediksi harga minyak sawit 2023.

Dalam teori ekonomi, harga komoditas dipengaruhi oleh supply-demand, dimana terdapat faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhi dinamika supply-demand tersebut. Selain dinamika supply-demand komoditas tersebut, harga juga dipengaruhi oleh dinamika komoditas yang bersifat substitusi atau komplementer. Misalnya harga minyak sawit dipengaruhi oleh dinamika supply-demand komoditas minyak nabati subtitutnya, seperti minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari maupun subsitut lainnya seperti minyak bumi. 

Sisi Supply. Produksi minyak sawit global diperkirakan mengalami peningkatan. Thomas Mielke, analis Oil World, memproyeksikan total tambahan produksi minyak sawit global tahun 2023 mencapai 2.9 juta ton yang bersumber dari Indonesia sebanyak 2.2 juta ton, Malaysia sebanyak 300 ribu ton, dan sisanya dari negara lain.

Produksi Minyak Sawit Diperkirakan Meningkat Tahun 2023
Produksi Minyak Sawit Diperkirakan Meningkat Tahun 2023

Analis dari Godrej International, Dorab Mistry, juga menyoroti bahwa pelaku industri sawit harus bersiap dengan tambahan suplai minyak nabati lain yang cukup signifikan pada tahun 2023. Produksi minyak kedelai meningkat karena saat ini penanaman kedelai dalam skala besar sedang dilakukan di Brazil dan diperkirakan akan dipanen sekitar 150 juta ton minyak kedelai. Selain itu, para produsen minyak sawit juga harus bersiap menghadapi pulihnya suplai minyak bunga matahari dan minyak rapeseed di pasar dunia perang Rusia-Ukraina yang telah mereda.

Tambahan suplai minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak bunga matahari membuat persaingan harga dengan minyak sawit akan semakin ketat. Terlebih dengan pasar minyak sawit yang relatif price elastic, maka tipisnya perbedaan harga minyak sawit dengan minyak nabati lainnya, dapat menyebabkan konsumen minyak sawit beralih ke minyak nabati lainnya. 

Sisi Demand. Dinamika demand atau permintaan minyak sawit di tahun 2023 dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi di negara konsumen seperti Indonesia, India, China, dan Uni Eropa. Pada kuartal awal tahun 2023, permintaan minyak sawit diperkirakan masih menguat.

Program mandatori biodiesel yang dijalankan Indonesia nampaknya tetap menjadi faktor yang mendorong demand minyak sawit global, mengingat Indonesia juga merupakan konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Rencana Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan blending rate biodiesel dari B30 menjadi B-35 pada Februari 2023 akan meningkatkan konsumsi minyak sawit Indonesia maupun secara global.

B35 akan Diterapkan di Indonesia
B35 akan Diterapkan di Indonesia

Impor minyak sawit India mengalami peningkatan di tahun 2022. Hal ini sebagai dampak dari meningkatnya konsumsi minyak sawit dan terbatasnya suplai minyak bunga matahari akibat perang Rusia-Ukraina. Jika kondisi pada tahun 2023 sama seperti tahun sebelumnya, maka demand impor India untuk minyak sawit juga tetap menunjukkan peningkatan.

Dicabutnya kebijakan zero Covid-19 oleh Pemerintah Xi Jinping menjadi signal pulihnya ekonomi China di tahun 2023. Hal ini juga menandai kegiatan ekonomi dan aktivitas industri manufaktur di China akan kembali beroperasi normal seperti sebelum pandemi. Artinya demand minyak sawit China akan mengalami peningkatan untuk mengimbangi kebutuhan industri manufaktur di negara tersebut.

Chairman LMC International Ltd, James Fry, juga menguraikan dinamika demand minyak sawit di kawasan Uni Eropa dan Sub-sahara Afrika. Berbeda dari India dan China yang diperkirakan demand minyak sawit cenderung menguat, permintaan minyak sawit Uni Eropa dan Sub-sahara Afrika berpotensi menurun di tahun 2023.

Impor minyak sawit Uni Eropa menunjukkan penurunan pada periode tahun 2021-2022 dibandingkan tahun 2020, baik untuk produk pangan maupun non-pangan. Kebijakan proteksionisme dan anti-sawit di Uni Eropa menjadi faktor yang menyebabkan hal tersebut. Diimplementasikannya kebijakan Deforestation-free Supply Chain diperkirakan akan semakin menurunkan konsumsi dan impor minyak sawit di Uni Eropa.

Sementara itu untuk pasar Sub-sahara Afrika, demand minyak sawit diperkirakan menurun. Prediksi harga minyak sawit 2023 tersebut dilatarbelakangi dengan ketidakpastian ekonomi negara-negara Afrika di tengah ancaman resesi ekonomi global tahun 2023. Beberapa negara di kawasan tersebut bahkan mengalami goncangan ekonomi akibat tingkat inflasi yang tinggi pada tahun 2022.

Prediksi harga minyak sawit 2023. Dengan dinamika supply-demand minyak sawit yang telah diuraikan di atas, Mistry mengemukakan prediksi harga minyak sawit di Bursa Malaysia pada kuartal pertama tahun 2023 berkisar Rp 3,500 – RM 4,500 per ton  atau sekitar USD 737 – USD 948 per ton. Namun prediksi harga minyak sawit tersebut perlu dilakukan asesmen kembali setelah Ramadhan-Idul Fitri yang jatuh pada Maret-April 2022, mengingat konsumsi minyak nabati global (termasuk minyak sawit) pada periode tersebut mengalami peningkatan sekitar 5-10 persen dibandingkan kondisi normal.

Tidak jauh berbeda dari prediksi harga minyak sawit 2023 oleh Mistry, rata-rata harga minyak sawit tahun 2023 yang diperkirakan Nagaraj Meda dari TransGraph Consulting yakni sekitar RM 4,800 – 5,000 per ton dan kemudian menurun 3 hingga 4 bulan ke depan. Sementara itu, harga RBD Palm Olein (minyak goreng curah) berada di kisaran USD 900 per ton atau level tertingginya mencapai USD 1,200 per ton. Harga tersebut juga akan turun pada 3-4 bulan ke depan. 

Sementara itu, prediksi harga minyak sawit 2023 versi James Fry mengakomodir dua skenario penerapan kebijakan mandatori biodiesel di Indonesia. Jika B35 diimplementasikan maka harga minyak sawit (FOB Indonesia) di bulan Juni sebesar USD 975 per ton. Sementara itu jika B40 yang diimplementasikan, maka harga harga minyak sawit (FOB Indonesia) dapat mencapai USD 1,080 pada periode yang sama.

Jika dibandingkan dengan tren harga minyak sawit sebelumnnya, prediksi harga minyak sawit 2023 tidak “secerah” tahun 2022. Ketiga pakar peramal harga di atas juga sepakat menyebutkan bahwa prediksi harga minyak sawit 2023 jatuh tetapi tidak terlalu dalam.

PESAN BAGI INDUSTRI SAWIT INDONESIA

Data Oil World menunjukkan bahwa produksi minyak sawit dunia tahun 2022 mencapai 78.3 juta ton, dan sekitar 59 persen dihasilkan oleh Indonesia. Artinya minyak sawit menjadi minyak nabati yang penting di dunia dan konsumen global bergantung dengan minyak sawit Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis dalam pasar minyak sawit global.

Posisi Indonesia dalam Produksi Minyak Sawit Global 2022
Posisi Indonesia dalam Produksi Minyak Sawit Global 2022 (Dok: PASPI)

Dengan posisi tersebut, pelaku industri sawit Indonesia termasuk petani sawit seharusnya dapat menikmati profit yang besar pada saat tren tingginya harga minyak sawit global tahun 2022. Namun karena kebijakan stabilisasi minyak goreng yang berdampak pada penurunan harga minyak sawit dan TBS domestik, pelaku industri sawit di Indonesia tidak dapat menikmati profit yang besar secara optimal.

Kondisi industri sawit Indonesia tahun 2022 diharapkan menjadi pembelajaran dalam menghadapi dinamika tahun 2023, terlebih saat tren prediksi harga minyak sawit global yang diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Kebijakan pemerintah diharapkan dapat lebih efektif dan tepat sasaran untuk menciptakan iklim industri sawit nasional yang kondusif sekaligus menjaga daya saing produk sawit Indonesia di pasar global.

Bagikan Berita
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x