Back to Top
Rating & Comment

Bye Uni Eropa ! Indonesia Punya Tujuan Ekspor Kelapa Sawit Baru 2023 !

Bagikan Berita

Uni Eropa adalah salah satu tujuan ekspor kelapa sawit terbesar untuk Indonesia, namun belakangan ini, Uni Eropa mengeluarkan banyak peraturan yang bertujuan untuk mencegah perkembangan industri sawit Indonesia di pasar dunia. Tapi PASPI berhasil menganalisa ada tujuan ekspor kelapa sawit yang sangat potensial untuk industri kelapa sawit Indonesia. Tapi sebelum itu, mari simak perjalanan singkat industri sawit Indonesia.

Perkembangan minyak sawit di dunia memiliki sejarah unik karena mengalami perkembangan yang pesat namun bukan pada daerah asalnya. Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman asli Afrika Barat yang kemudian dibawa oleh bangsa kolonial ke Indonesia dan Malaysia. Hal yang menarik adalah tanaman kelapa sawit dapat tumbuh subur dan berkembang pesat di kedua negara tersebut.

Jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, luas areal perkebunan kelapa sawit paling kecil dibandingkan kedelai, rapeseed, dan bunga matahari. Namun volume produksi minyak sawit paling besar dibandingkan ketiga minyak nabati lainnya. Dengan besarnya produksi tersebut menjadikan minyak sawit sebagai minyak nabati yang paling banyak diperdagangkan di pasar global.

Empat Minyak Nabati Utama Global
Empat Minyak Nabati Utama Global (Dok: PASPI)

Munculnya minyak sawit yang mendominasi pasar minyak nabati dunia telah merubah peta persaingan. Sebelumnya sejak seratus tahun lalu, minyak kedelai menduduki posisi pertama, namun kemudian minyak sawit menggeser dan menempati posisi pertama dalam pasar minyak nabati dunia saat ini. Hal ini tentu saja memicu persaingan antar minyak nabati.

Dalam persaingan harga (price competition), minyak sawit terbukti paling kompetitif. Harga minyak sawit sejauh ini selalu lebih rendah dari minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari. Disparitas harga minyak sawit dengan tiga minyak nabati lainnya di pasar global berkisar antara USD 100-200 per ton. Dengan rendahnya harga tersebut, membuat minyak sawit semakin digemari oleh industri olahan maupun masyarakat global baik berpendapatan tinggi maupun masyarakat miskin.

Melihat hal tersebut, sulit terbantahkan bahwa minyak sawit memiliki keunggulan kompetitif dari aspek harga. Artinya untuk melemahkan posisi minyak sawit dalam pasar minyak nabati global, maka persaingan antar minyak nabati tersebut kemudian bergeser ke persaingan non-harga (non-price competition) seperti black campaign. Isu kesehatan, isu sosial-ekonomi, dan isu lingkungan digunakan sebagai narasi black campaign untuk menyudutkan minyak sawit.

Black campaign tersebut diinisiasi oleh LSM anti sawit yang berafiliasi dengan negara produsen minyak nabati kompetitor minyak sawit. Penyebarluasan black campaign tersebut melalui gerakan “Palm Oil Free atau “No Palm Oil” pada media mainstream (tv, radio), sosial media atau demonstrasi masyarakat yang bertujuan untuk merusak citra sawit sehingga konsumen dapat beralih menggunakan produk non-sawit. 

Materi Iklan Black Campaign yang Menyudutkan Minyak Sawit yang Ditayangkan di Islandia
Materi Iklan Black Campaign yang Menyudutkan Minyak Sawit yang Ditayangkan di Islandia

Kini, black campaign yang menyudutkan sawit tidak hanya digunakan sebatas materi iklan di media, namun telah dijadikan sebagai dasar formulasi kebijakan proteksionisme perdagangan di negara importir. Kebijakan tersebut cenderung mendiskriminasi minyak sawit yang bertujuan untuk menurunkan konsumsi hingga menghilangkan (phase-out) minyak sawit dan produk turunannya dari perdagangan negara tersebut maupun perdagangan global.

Uni Eropa merupakan salah satu negara yang cukup intensif memberlakukan kebijakan proteksionisme perdagangan yang cenderung mendiskriminasi produk sawit. Kebijakan Uni Eropa yang dimaksud antara lain Palm Oil Free dalam kebijakan labelisasi produk, kebijakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk biodiesel sawit, dan kebijakan RED II ILUC untuk biodiesel sawit.

Kebijakan Uni Eropa yang berkaitan dengan perdagangan produk sawit yang masih hangat didiskusikan adalah kebijakan Deforestation-Free Supply Chain (DFSC). Kebijakan tersebut baru diterbitkan pada tanggal 6 Desember 2022 dan akan diimplementasikan pada tahun 2023. Melalui kebijakan tersebut, Uni Eropa memastikan produk yang masuk dan dipasarkan merupakan produk yang tidak berkontribusi pada deforestasi atau degradasi hutan, baik yang terjadi di dalam kawasan negara tersebut maupun negara-negara lain. Dengan implementasi kebijakan tersebut, Uni Eropa menilai bahwa kebijakan tersebut sebagai bentuk kontribusi dalam penurunan deforestasi global.

Uni Eropa dengan Kebijakannya yang Menghambat Minyak Sawit
Uni Eropa dengan Kebijakannya yang Menghambat Minyak Sawit (Dok: PASPI)

Berbagai kebijakan proteksionisme perdagangan yang diterapkan oleh Uni Eropa untuk produk sawit, menimbulkan resiko ketidakpastian (uncertainty) perdagangan yang dihadapi oleh eksportir. Di sisi lain, impor dan konsumsi minyak sawit Uni Eropa juga menunjukkan tren penurunan selama beberapa tahun terakhir.

Oleh karena itu, Indonesia sebagai salah satu eksportir produk sawit ke pasar Uni Eropa perlu menyusun strategi mitigasi atas kebijakan dan hambatan perdagangan. Strategi mitigasi yang dimaksud adalah Indonesia perlu bersiap untuk mencari pengganti pasar Uni Eropa sebagai tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia.

OPTIMALISASI TUJUAN EKSPOR KELAPA SAWIT DI ASIA

Kawasan Asia merupakan pusat pertumbuhan konsumsi minyak sawit ke depan yang patut dicurahkan perhatian. Mengapa demikian? Pasalnya, kawasan Asia ditempati lebih dari 50 persen penduduk dunia dan mencakup lebih dari 60 persen ekonomi dunia.

Selama ini negara-negara di kawasan Asia juga telah menjadi produsen dan konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Indonesia, Malaysia, dan Thailand memiliki pangsa sekitar 87-89 persen dari produksi minyak sawit dunia. Lima negara di kawasan Asia seperti Indonesia, India, China, Malaysia, dan Pakistan juga mengkonsumsi sekitar 52 persen minyak sawit global.

Tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia
Kawasan Asia sebagai Pusat Konsumsi dan Produksi Minyak Sawit Global (Dok: Global Atlas)

Negara-negara di kawasan Asia seperti India, China, dan Indonesia, juga diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif di tahun 2023. Laporan International Monetary Fund (IMF) pada Oktober 2022 menunjukkan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 untuk negara-negara di Asia adalah India sebesar 6.1 persen, Indonesia sebesar 5 persen, dan China sebesar 3.2 persen.

Selain diperkirakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif di tahun 2023, beberapa negara di kawasan Asia juga diperkirakan menjadi pusat ekonomi baru dunia dengan pangsa sebesar 50 persen pada tahun 2050. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Asia merupakan pasar utama minyak sawit yang potensial untuk saat ini dan ke depan.

Negara-negara di kawasan Asia juga saling terkoneksi dalam perjanjian perdagangan maupun kerjasama ekonomi sehingga dapat mengoptimalkan peran yang lebih signifikan dalam penyediaan minyak sawit baik di kawasan Asia maupun dunia. Misalnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations/ASEAN, ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan Council of Palm oil Producing Countries (CPOPC). Melalui Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation), ASEAN juga berkolaborasi dengan negara Asia lainnya seperti China, Jepang, India, dan Korea Selatan, serta negara non-Asia seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

AFRIKA SEBAGAI TUJUAN EKSPOR KELAPA SAWIT POTENSIAL

Afrika memiliki populasi penduduk sebanyak 1.4 miliar orang dan menempati posisi kedua sebagai kawasan negara (benua) dengan populasi terbanyak yakni sekitar 16.7 persen dari total penduduk dunia. Besarnya populasi penduduk ditambah dengan laju pertumbuhan populasi yang masih menunjukkan tren yang positif menjadi salah satu indikasi bahwa kawasan negara tersebut menjadi tujuan ekspor kelapa sawit potensial bagi bagi industri kelapa sawit Indonesia.

Kawasan Afrika sebagai Pasar Potensial bagi Produk Sawit
Kawasan Afrika sebagai Pasar Potensial bagi Produk Sawit (Dok: Global Atlas)

Perekonomian kawasan Afrika juga diperkirakan menunjukkan tren yang positif. Laporan proyeksi ekonomi tahun 2023 yang dirilis IMF juga menunjukkan bahwa kawasan Sub-Sahara Afrika tumbuh sebesar 3.7 persen. Nigeria dan Afrika Selatan juga menjadi negara kawasan Afrika yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif pada periode tersebut yakni masing-masing sebesar 3 persen dan 1.1 persen.

Diperkirakan juga peningkatan pengeluaran konsumen maupun perkembangan aktivitas industri di kawasan Afrika membuat perekonomian kawasan ini bertumbuh signifikan pada tahun 2050. Hal ini juga menunjukkan bahwa pasar Afrika adalah pasar non-tradisional yang berpotensi besar bagi industri sawit Indonesia dan global saat ini maupun di masa depan.

Meskipun kelapa sawit merupakan tanaman asli yang berasal dari hutan di Afrika Barat, namun impor minyak sawit ke kawasan Afrika menunjukkan tren peningkatan seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dan perkembangan ekonomi. Tercatat ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara di kawasan Afrika memiliki tren positif selama lima tahun terakhir dengan rata-rata volume sebesar 3.35 juta ton dengan nilai ekspor sebesar USD 2.15 miliar per tahun.

Harga minyak sawit dan produk olahannya yang relatif lebih kompetitif dibandingkan dengan minyak nabati lain, menjadi keunggulan yang dapat “dijual” kepada konsumen di kawasan Afrika yang relatif price elastic, dimana harga menjadi komponen utama dalam memutuskan untuk membeli/mengkonsumsi suatu produk. Minyak goreng sawit yang lebih murah namun bergizi dapat menjadi branding produk yang dapat menarik konsumen Afrika yang juga gemar mengkonsumsi makanan yang digoreng.

Peluang-peluang tersebut harus dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia. Diperlukan strategi jitu untuk menggandeng pasar Afrika seperti dengan melakukan pendekatan dalam membangun kemitraan melalui pembangunan teknologi atau membangun kerjasama perdagangan misalnya dalam kerangka Joint Trade Committee (JTC) atau perjanjian PTA dengan negara-negara kawasan Afrika sebagai tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia untuk memperlancar aktivitas perdagangan komoditas minyak sawit dan produk turunannya.

Bagikan Berita
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x