TL;DR
Kebijakan DMO dan DPO yang diberlakukan sejak Mei 2022 hingga Juli 2025 terbukti tidak efektif dalam menstabilkan harga minyak goreng domestik, dengan harga aktual 10% di atas HET yang ditetapkan pemerintah.
Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) merupakan instrumen penting dalam upaya pemerintah Indonesia untuk menstabilkan penyediaan minyak goreng sawit domestik. Minyak goreng sawit memiliki peran krusial dalam kehidupan masyarakat dan ekonomi Indonesia, tidak hanya sebagai kebutuhan pangan pokok tetapi juga sebagai input produksi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta industri pangan. Artikel ini akan membahas efektivitas kebijakan DMO dan DPO yang telah diterapkan, serta mengeksplorasi alternatif kebijakan untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen domestik.
Table of Contents
Apa urgensi perubahan kebijakan Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation sawit ?
Urgensi perubahan kebijakan DMO dan DPO muncul dari kegagalan sistem regulasi saat ini dalam melindungi konsumen domestik. Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (2025), harga rata-rata minyak goreng sawit domestik (‘Minyakita’) mencapai Rp 17.400-Rp 17.600 per liter selama periode Januari-Mei 2025, atau sekitar 10 persen di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 15.700 per liter.
Kondisi ini menunjukkan bahwa konsumen domestik justru membayar lebih mahal dibandingkan harga RBD Olein di pasar internasional. Analisis terhadap tiga periode implementasi kebijakan menunjukkan pola yang konsisten: periode sebelum DMO-DPO (Januari 2021-Mei 2022) dengan hanya mengandalkan export duty dan levy berhasil menjaga harga domestik di bawah harga dunia, namun implementasi paket kebijakan DMO-DPO justru menciptakan distorsi harga yang merugikan konsumen.
Bagaimana mekanisme penetapan harga dan distribusi melalui DMO dan DPO?
Mekanisme penetapan harga dan distribusi melalui Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 1028 tahun 2024, menetapkan volume DMO sebesar 250 ribu ton per bulan dengan harga berjenjang untuk minyak goreng kemasan “Minyakita” dari produsen hingga konsumen akhir. Namun, analisis pergerakan harga menunjukkan bahwa kebijakan DMO dan DPO belum mampu sepenuhnya menstabilkan harga minyak goreng domestik. Pada periode Mei 2022 hingga Agustus 2024, meskipun DMO dan DPO diimplementasikan dengan HET Rp 14.000 per liter, harga minyak goreng domestik justru berada di atas HET dan bahkan di atas harga RBD Olein dunia. Demikian pula pada periode Agustus 2024 hingga Juli 2025, meskipun HET dinaikkan menjadi Rp 15.700 per liter, harga rata-rata “Minyakita” masih meningkat sekitar 10 persen di atas HET, menunjukkan bahwa mekanisme DMO dan DPO yang ada belum efektif melindungi konsumen.
Apa tantangan utama dalam pelaksanaan kebijakan DMO dan DPO?
Tantangan utama dalam pelaksanaan kebijakan Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation terletak pada ketidakmampuannya untuk menciptakan keseimbangan yang memuaskan antara produsen dan konsumen, serta memastikan ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau. Meskipun Indonesia adalah produsen dan konsumen minyak sawit terbesar di dunia, kebijakan DMO dan DPO belum berhasil mencapai kondisi ideal di mana produsen tetap mendapatkan keuntungan, penerimaan negara dari levy dan duty meningkat, devisa negara bertambah, dan kebutuhan minyak goreng untuk masyarakat menengah ke bawah serta UMKM terpenuhi dengan harga yang terjangkau. Data menunjukkan bahwa harga minyak goreng domestik seringkali berada di atas HET yang ditetapkan, mengindikasikan bahwa kebijakan DMO dan DPO belum sepenuhnya efektif dalam mengendalikan harga di pasar domestik dan melindungi konsumen.
Apa dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan ini terhadap pasar domestik dan ekspor?

Dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation terhadap pasar domestik dan ekspor menunjukkan adanya trade-off yang signifikan. Kebijakan yang terlalu pro-ekspor dapat menguntungkan produsen sawit dan meningkatkan penerimaan negara dari levy dan duty serta devisa, namun berpotensi merugikan konsumen domestik dengan harga minyak goreng yang lebih tinggi. Sebaliknya, kebijakan yang terlalu berorientasi pada pasar domestik, seperti DMO dan DPO saat ini, dapat menguntungkan konsumen domestik dengan harga yang lebih terjangkau, namun berisiko merugikan produsen sawit dan mengurangi penerimaan negara dari ekspor. Kebijakan DMO dan DPO yang ada belum mampu menciptakan kondisi ideal di mana semua pihak, baik produsen maupun konsumen, mendapatkan keuntungan, dan negara tetap memperoleh devisa yang optimal. Hal ini mendorong perlunya alternatif kebijakan yang dapat menyeimbangkan kepentingan domestik dan ekspor, serta memastikan stabilitas penyediaan minyak goreng dengan harga yang wajar bagi masyarakat.
Kesimpulan
Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang diberlakukan sejak Mei 2022 hingga Juli 2025 dinilai belum efektif melindungi konsumen minyak goreng domestik, dengan harga minyak goreng “Minyakita” yang masih berada di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Alternatif kebijakan yang lebih baik adalah kombinasi kebijakan yang mempertahankan levy ekspor yang disesuaikan dengan dinamika pasar minyak sawit dunia, membebaskan produsen minyak sawit swasta dari kewajiban DMO dan DPO agar dapat bebas mengekspor dan berkontribusi pada perolehan devisa negara (dengan tetap membayar export levy dan export duty). Kebutuhan konsumen masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas dan industri pangan domestik dapat dipenuhi oleh produk minyak goreng kemasan premium yang harganya mengikuti mekanisme pasar. Terakhir, penugasan pemerintah pada BUMN (PTPN, Agrinas, Bulog, IDFood) untuk penyediaan minyak goreng untuk rakyat (Minyakita) yang ditargetkan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah dan UKM pangan/kuliner dengan harga minyak goreng sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah.
Implikasi Kebijakan
Kebijakan DMO dan DPO/HET yang diimplementasikan pemerintah sejak tahun 2022 untuk menjamin stabilisasi minyak goreng domestik dinilai tidak lagi efektif melindungi konsumen minyak goreng curah domestik. Alternatif kebijakan pengganti dalam rangka stabilitas dan mengamankan penyediaan minyak goreng domestik adalah penugasan BUMN (PTPN, ID Food, dan Bulog) dalam penyediaan minyak goreng curah untuk rakyat dengan ekonomi kelas menengah-ke bawah dan UKM pangan/kuliner, dimana harga minyak goreng curah tersebut sesuai dengan HET yang ditetapkan Pemerintah. Selisih HET dengan harga (FOB) minyak goreng curah tersebut dibayarkan dari dana sawit yang dikelola BPDP. Di sisi lain, pelaku usaha swasta dibebaskan dari kebijakan DMO/DPO dan diperbolehkan mengekspor dengan tetap membayar export levy dan export duty. Kebijakan alternatif tersebut dinilai lebih baik dibandingkan kebijakan DMO-DPO karena dapat menyeimbangkan stabilisasi penyediaan MGS domestik dengan upaya peningkatan devisa dari ekspor sawit sehingga tercapai win-win condition baik bagi segmen konsumen target, pelaku usaha/industri, dan pemerintah.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel diseminasi dan policy brief ini.
Anda dapat mendownload artikel asli policy brief dengan menekan tombol download dibawah ini
Daftar Pustaka
- Badan Pangan Nasional. 2025. Perkembangan Rata-Rata Harga Minyakita Level Nasional Periode Januari – Mei 2025. https://panelharga.badanpangan.go.id/
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
- PASPI Monitor. 2022. Tata Kelola Minyak Sawit Indonesia: Mencari Keseimbangan Kepentingan Domestik dan Ekspor. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit. 3(8): 633-640. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-dan-kebijakan-nasional/#12-tata-kelola-minyak-sawit-indonesia-mencari-keseimbangan-kepentingan-domestik-dan-ekspor-jurnal-paspi-nomor-8-tahun-2022
- PASPI Monitor. 2023a. Kaleidoskop 2022: Industri Sawit Nasional Bergejolak. Berita Sawit. https://palmoilina.asia/berita-sawit/kaleidoskop-industri-sawit-nasional/
- PASPI Monitor. 2023b. Peranan Kebijakan Pungutan Ekspor Sawit dan BPDPKS dalam Industri Sawit Nasional. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(9). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kebijakan-pungutan-ekspor/
- PASPI Monitor. 2023c. Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) serta Alternatif Kebijakan untuk Stabilisasi Minyak Goreng Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(12). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kebijakan-dmo-dan-dpo/
- PASPI Monitor. 2024. Tata Kelola Baru DMO dan DPO Minyak Goreng Rakyat. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(25). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/dmo-dpo-minyak-goreng-rakyat/
- PASPI Monitor. 2025. Dinamika Kenaikan Tarif Pungutan Ekspor Minyak Sawit Tahun 2025. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 2(02). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kenaikan-tarif-pungutan-ekspor/
- Sipayung T. 2018. Politik Ekonomi Perkelapasawitan. Bogor (ID): Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute.
- [USDA] United States Department of Agriculture. 2025. Oilseeds: World Markets and Prices. https://apps.fas.usda.gov/psdonline/circulars/oilseeds.pdf