Mengenal European Deforestation Free
Uni Eropa atau European Union (EU) telah memberlakukan kebijakan European Deforestation Free dengan tujuan untuk menurunkan/menghentikan deforestasi dan emisi global dengan menempatkan minyak sawit sebagai forest risk commodity. Melalui due diligence, traceability, dan sertifikasi diharapkan minyak sawit yang terkait deforestasi tidak masuk ke pasar EU. Implementasi kebijakan tersebut justru berpotensi meningkatkan deforestasi, biodiversity loss, dan emisi global akibat subsitusi minyak sawit dengan minyak nabati yang boros deforestasi dan emisi. Hal ini membuat masyarakat EU juga akan turun kelas karena akan mengkonsumsi minyak nabati yang lebih inferior yakni minyak nabati boros deforestasi dan emisi.
Pendahuluan
Uni Eropa atau European Union (EU) telah mengeluarkan dan memberlakukan kebijakan baru perdagangan yakni kebijakan anti-deforestasi yang dikenal dengan European Union Deforestation-Free Regulation atau kebijakan EUDR (PASPI Monitor, 2022d). Kebijakan tersebut disetujui dan diberlakukan oleh Parlemen Uni Eropa pada tanggal 19 April 2023 yang ditujukan pada sejumlah komoditas yang mereka sebut sebagai forest risk commmodity termasuk didalamnya minyak sawit dan produk turunannya.
Jika ditelusuri sejarah deforestasi dunia (PASPI Monitor, 2021a, 2022a,b,c) mengungkapkan bahwa secara historis seluruh daratan di dunia terkait dengan deforestasi dunia sejak awal peradaban hingga saat ini. Perbedaanya hanya soal waktu terjadinya deforestasi. Daerah sub-tropis (seperti EU dan Amerika Utara) lebih dahulu melakukan deforestasi, sementara daerah tropis melakukan deforestasi belakangan. Oleh karena itu, semua komoditas atau produk yang dihasilkan dari atas lahan ex-deforestasi, jelas terkait dengan deforestasi. Sehingga tak satupun komoditas atau produk yang dihasilkan dari daratan bumi yang tidak terkait dengan deforestasi.
Barangkali EU baru sadar akan sejarah deforestasi dunia tersebut, sehingga dalam kebijakan EUDR tidak lagi mempersoalkan deforestasi masa lalu dengan menetapkan cut- off date deforestasi pada 31 Desember 2020. Artinya minyak sawit yang lahannya merupakan hasil deforestasi setelah tanggal 31 Desember 2020, dilarang masuk pasar EU. Sedangkan minyak sawit yang ditanam sebelum tanggal 31 Desember 2020, produk tersebut boleh masuk ke pasar EU jika lolos due diligence sebagai standar yang telah ditetapkan oleh EU.
Menurut keyakinan EU, kebijakan EUDR tersebut ditujukan untuk menghentikan atau menghilangkan perdagangan komoditas/produk yang proses produksinya terkait
deforestasi maupun degradasi hutan, sehingga diharapkan akan menekan atau bahkan menghentikan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan global.
Selama ini, EU mengimpor minyak sawit dari produsen minyak sawit dunia termasuk dari Indonesia dengan rata-rata sekitar 7.2 juta ton per tahun. Impor minyak sawit terpaksa dilakukan EU untuk menutup kekurangan minyak nabati dari konsumsi minyak nabati domestik yang memang tidak mampu dipenuhi seluruhnya dengan hanya mengandalkan dari produksi minyak rapeseed dalam negeri. Dengan implementasi kebijakan EUDR tersebut, diperkirakan akan berpotensi menurunkan impor minyak sawit EU. Bahkan tidak tertutup kemungkinan impor minyak sawit EU akan terhenti dan beralih ke minyak nabati yang tidak termasuk dalam kebijakan EUDR yakni minyak rapeseed dan minyak bunga matahari.
Berdasarkan uraian diatas, terdapat dua pertanyaan kritis yang perlu dijawab. Apakah benar dengan kebijakan EUDR tersebut dapat mengurangi deforestasi global dalam produksi minyak nabati dunia? Adakah potensi kebijakan EUDR tersebut dapat meningkatkan deforestasi dan emisi global dalam penyediaan minyak nabati dunia?
Impor Minyak Sawit EU
Kawasan/negara EU merupakan salah satu impor minyak sawit dunia. Dalam konsumsi minyak nabati di EU, minyak sawit menempati pangsa kedua terbesar setelah minyak rapeseed.
Negara-negara Eropa banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku industri (Rifin, 2011; Kojima et al., 2016). Dalam dua dekade terakhir, penggunaan minyak sawit di EU mengalami perubahan. Sampai tahun 2008, hampir 80 persen minyak sawit yang diimpor EU digunakan untuk pangan, pakan, dan industri toiletries (termasuk untuk produk skincare, make-up). Sisanya yakni sebanyak 20 persen minyak sawit impor digunakan sebagai bahan baku (feedstock) untuk energi (biodiesel dan pembangkit listrik). Sepuluh tahun kemudian, penggunaan minyak sawit di EU berubah drastis. Pada tahun 2018, sekitar 65 persen digunakan untuk energi baik biodiesel maupun pembangkit listrik. Sedangkan sisanya yakni sebesar 35 persen digunakan untuk pangan, pakan, dan industri toilletries (Transport and Environment, 2019).
Perkembangan Volume Impor Minyak Sawit EU dan Pangsanya dalam Impor Minyak Sawit Dunia
Tahun | Volume Impor Minyak Sawit EU-27 (Juta Ton) | Pangsa EU-27 (%) |
---|---|---|
2016 | 7.68 | 15.60 |
2017 | 7.52 | 15.10 |
2018 | 7.72 | 14.40 |
2019 | 7.80 | 15.40 |
2020 | 6.66 | 13.00 |
2021 | 6.49 | 13.80 |
Rataan | 7.22 | 13.70 |
Volume impor minyak sawit EU juga mengalami fluktuasi. Selama periode tahun 2016- 2021, volume impor minyak sawit EU rata-rata sekitar 7.22 juta ton per tahun (Tabel 1). Volume impor minyak sawit EU tahun 2016 masih sekitar 7.68 juta ton dan meningkat menjadi 7.8 juta ton tahun 2019, namun kinerja impor tersebut terus mengalami penurunan hingga menjadi 6.49 juta ton tahun 2021.
Penurunan volume impor EU sejak tahun 2020 terkait dengan kebijakan RED II yang melakukan phase-out minyak sawit untuk biofuel EU secara bertahap mulai tahun 2020 menuju tahun 2030. Diperkirakan dengan RED II tahun 2030, volume impor minyak sawit EU akan turun menjadi sekitar 4 juta ton (Fern, 2022; Chain Reaction Research, 2022).
Pangsa impor minyak sawit EU dalam total impor minyak sawit dunia hanya sekitar 13.7 persen. Menurun dari sekitar 15.6 persen tahun 2016 menjadi hanya 13.8 persen tahun 2021. Kecenderungan ini menggambarkan bahwa ketergantungan produsen minyak sawit dunia pada pasar EU sudah menurun. Produsen minyak sawit dunia sudah mulai mengalihkan tujuan pasar ekspor ke luar EU.
Jika pemberlakuan kebijakan EUDR pada perdagangan minyak sawit membuat minyak sawit tidak boleh masuk ke pasar EU, dampaknya bagi produsen minyak sawit dunia tidak terlalu signifikan. Negara-negara produsen minyak sawit dapat mengalihkan ekspor ke negara-negara kawasan lain yang masih tumbuh seperti India, China, Afrika, dan Eurasia. Selain itu, produsen minyak sawit dunia seperti Indonesia juga dapat memperbesar penggunaan minyak sawit di dalam negeri seperti penggunaan untuk biodiesel/biofuel untuk mensubsitusi energi fosil impor.
Artinya jika maksud kebijakan EUDR adalah untuk menghambat/menghentikan minyak sawit masuk ke EU untuk menghentikan atau mengurangi deforestasi global, maka kebijakan tersebut tidak akan berhasil. Jika EU menghambat/menghentikan impor minyak sawit masuk ke EU, produsen minyak sawit akan mudah mengalihkan ke pasar di luar EU (Chain Reaction Research, 2022).
BOROS DEFORESTASI DAN EMISI
Jika hasil due diligent yang ditetapkan kebijakan EUDR tersebut memutuskan bahwa minyak sawit tidak lolos atau hanya sebagian lolos dengan kriteria yang ditetapkan, sehingga minyak sawit tidak boleh masuk ke pasar EU, apa yang akan terjadi? Bagaimana EU mengganti kebutuhan minyak sawit yang selama ini diimpor yakni sebesar 7.22 juta ton agar konsumsi minyak nabati EU tidak turun sehingga kesejahteraan masyarakat EU tidak turun?
Jika EU dengan kebijakan EUDR menolak mengkonsumsi minyak sawit, maka EU harus mengalihkan konsumsi minyak sawit ke minyak rapeseed (sebagai minyak nabati utama di EU dan tidak termasuk ke dalam komoditas dalam kebijakan EUDR). Tambahan minyak rapeseed yang diperlukan EU untuk menggantikan minyak sawit adalah sebesar 7.22 juta ton per tahun. Untuk memperoleh tambahan 7.22 juta ton minyak rapeseed untuk EU, dengan asumsi produktivitas minyak tanaman rapeseed sebesar 0.7 ton minyak per hektar, maka dunia (termasuk EU) harus memperluas atau melakukan ekspansi areal tanaman rapeseed seluas 10.3 juta hektar.
Untuk ekspansi tanaman minyak rapeseed seluas 10.3 juta hektar tersebut, berarti dunia (termasuk EU) harus melakukan tambahan deforestasi dengan luas sebesar 10.3 juta hektar juga. Bukankah kebijakan EUDR justru memperbesar deforestasi global?
Sebagaimana argumen EU dalam merancang kebijakan EUDR bahwa deforestasi selain mengurangi hutan juga berkaitan dengan biodiversity loss dan peningkatan emisi karbon (European Comission, 2018, 2021; Council of Eropean Union, 2023; European Union, 2023). Bukankah kebijakan EUDR yang dikeluarkan juga meningkatkan biodiversity loss dan emisi akibat peningkatan deforestasi global?
Tidak berhenti disitu saja. Mengacu pada studi Beyer et al. (2020) dan Beyer&Rademacher (2021) yang mengungkap bahwa untuk setiap liter minyak rapeseed yang diproduksi maka biodiversitas yang akan hilang (Species Richness Loss) 179 persen lebih tinggi dibandingkan produksi satu liter minyak sawit (PASPI Monitor, 2021b; PASPI, 2023). Demikian juga dengan emisi, setiap liter minyak rapeseed yang diproduksi maka akan menghasilkan emisi sebesar 242 persen lebih tinggi dibandingkan produksi satu liter minyak sawit (PASPI Monitor, 2021c; PASPI, 2023).
Gambar 1 : Produksi Minyak Rapeseed Boros Emisi dan Biodiversity (Sumber: Beyer et al., 2020; Beyer&Rademacher; 2021; PASPI, 2023)

Studi di atas menunjukkan bahwa produksi minyak rapeseed menghasilkan emisi dan biodiversity loss yang lebih besar dibandingkan dengan produksi minyak sawit. Artinya kebijakan EUDR yang potensial mengganti minyak sawit dengan minyak rapeseed (atau minyak nabati lain yang tidak termasuk dalam kebijakan EUDR), bukankah justru meningkatkan biodiversity loss dan emisi global dalam penyediaan minyak nabati EU?
Kebijakan EUDR dengan due diligence dan traceability akan melakukan penilaian (asesment) dan sertifikasi untuk seluruh produksi minyak sawit dunia yakni mencapai sekitar 50 juta ton per tahun. Mengacu pada studi Basiron dan Yew (2016) mengungkapkan bahwa untuk sertifikasi RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil) menghasilkan emisi karbon sebesar 81.4 Kg CO2 per ton CPO. Dengan volume 50 juta ton CPO yang akan dilakukan due diligence dan sertifikasi dari EU, maka berpotensi meningkatkan emisi global sekitar 4 Milyar Kg CO2.
Dengan kata lain, kebijakan EUDR yang niat awalnya untuk menghentikan deforestasi dan menurunkan emisi global, justru berpotensi untuk meningkatkan deforestasi, biodiversity loss, dan emisi global yang lebih besar. Kebijakan EUDR juga menempatkan masyarakat EU pada kondisi yang lebih inferior karena terpaksa mengkonsumsi minyak nabati yang lebih boros deforestasi dan boros emisi.
Kesimpulan
Uni Eropa atau European Union (EU) telah mengeluarkan dan memberlakukan kebijakan baru perdagangan yakni kebijakan anti-deforestasi yang dikenal dengan European Union Deforestation-Free Regulation atau kebijakan EUDR. Kebijakan tersebut tujuan untuk menurunkan/menghentikan deforestasi dan emisi global. Salah satu komoditas yang ditargetkan dalam kebijakan tersebut adalah minyak sawit yang digolongkan sebagai forest risk commodity.
Melalui due diligence, traceability, dan sertifikasi yang dilakukan oleh otoritas Uni Eropa, diharapkan minyak sawit yang terkait deforestasi tidak masuk ke pasar EU. Artinya EU harus mengalihkan konsumsi minyak sawit ke minyak rapeseed. Tambahan minyak rapeseed yang diperlukan menyebabkan dunia (termasuk EU) harus melakukan ekspansi areal tanaman rapeseed. Ekspansi lahan rapeseed tersebut menyebabkan peningkatan deforestasi global yang kemudian akan berdampak pada meningkatnya biodiversity loss dan emisi global. Selain itu, penilaian due diligence dan sertifikasi dalam rangka implementasi kebijakan EUDR juga berpotensi semakin meningkatkan emisi global. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan EUDR yang niat awalnya untuk menghentikan deforestasi dan menurunkan emisi global justru berpotensi untuk meningkatkan deforestasi, biodiversity loss, dan emisi global yang lebih besar.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel jurnal ini.
Daftar Pustaka
- Basiron Y, Yew FK. 2016. The Burden of RSPO Sertification Costs on Malaysian Palm Oil Industry and National Economy. Jounal of Palm Oil Environment and Health. 7: 19-27. https://www.jopeh.com.my/index.php/jopecommon/article/viewFile/102/141
- Beyer RM, AP Durán, TT Rademacher, P Martin, C Tayleur, SE Brooks, D Coomes, PF Donald, FJ Sanderson. 2020. The Environmental Impacts of Palm Oil and Its Alternatives. Environmental Science bioRxiv. https://doi.org/10.1101/2020.02.16.951301
- Beyer RM, Rademacher T. 2021. Species Richness and Carbon Footprints of Vegetable Oils: Can High Yields Outweigh Palm Oil’s Environmental Impact? Sustainability. 13: 1813. https://doi.org/10.3390/su13041813.
- Chain Reaction Research. 2022. EU Deforestation Regulation: Implications for Palm Oil Industry and Its Financers [internet]. Tersedia pada: https://www.chainreactionresearch.com
- Council of European Union. 2022. Draft Regulation of the European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010. General approach
- European Commission. 2018. Impact Asesment: Minimising Risk if Deforestation and Forest Degradation Asociated of Product Placed on EU Market.
- European Commission. 2021. Proposal for a Regulation of The European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010.
- European Union 2023. Regulation of The European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010.
- Fern. 2022. Palm Oil Production, Consumption and Trade Patterns: The Outlook from An Eu Perspective. Tersedia pada: https://www.fern.org/fileadmin/uploads/fern/Documents/2022/Palm_oil_production_comsumption_and_trade_pattern.pdf
- PASPI Monitor. 2021a. Is Deforestation A Normal Phenomenon in the Development Process? Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(11): 683-688.
- PASPI Monitor. 2021b. Biodiversity Loss to Produce Palm Oil is Higher than Other Vegetable Oils, isn’t True? Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(45): 563-568.
- PASPI Monitor. 2021c. Carbon Emissions in Oil Palm Plantation versus Other Vegetable Oil Plantations. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(46): 569-574.
- PASPI Monitor. 2022a. “Deforestation-Free” Policies and It’s Polemic. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(15): 683-688.
- PASPI Monitor. 2022b. Palm Oil in “Deforestation-Free” Countries/Regions. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(16): 689-694.
- PASPI Monitor. 2022c. “Deforestation-Free” Policy, Embodied Deforestation and Deforestation Footprints. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(17): 695-702.
- PASPI Monitor. 2022d. Response to The EU’s Anti-Deforestation Policy on Palm Oil. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(21): 695-702.