Back to Top
Rating & Comment

Kebijakan Hilirisasi Sawit Domestik Merubah Komposisi Ekspor Sawit Indonesia Periode Tahun 2015-2022

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Policy Brief
CITE THIS POLICY BRIEF

Sejak tahun 2006, Indonesia telah berhasil menjadi produsen terbesar minyak sawit (CPO+PKO) dunia. Pada saat yang sama, minyak sawit dunia juga berhasil menjadi minyak nabati utama dunia dengan pangsa produksi dan konsumsi terbesar dunia, mengalahkan minyak kedelai yang hampir 100 tahun menguasai pasar minyak nabati dunia. Hal ini berarti Indonesia bukan hanya produsen terbesar dunia dalam minyak sawit, tetapi juga sekaligus menjadi produsen terbesar dalam pasar minyak nabati dunia.

Pada tahun 2021, pangsa Indonesia dalam pasar minyak sawit dunia mencapai 59 persen. Pangsa minyak sawit dunia dalam pasar minyak nabati utama dunia mencapai 43 persen pada tahun yang sama. Sehingga pangsa Indonesia dalam pasar minyak nabati utama dunia mencapai sekitar 23 persen.

Dengan posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, perilaku Indonesia di pasar minyak sawit dunia mempengaruhi dinamika pasar minyak sawit dunia. Berapa besar volume produk minyak sawit yang diekspor Indonesia ke pasar dunia akan mempengaruhi pergerakan harga minyak sawit dunia. Demikian juga, bentuk produk (bahan mentah, olahan, produk jadi) yang diekspor Indonesia ke pasar dunia selain mempengaruhi manajemen stok negara importir juga mempengaruhi nilai tambah yang dinikmati Indonesia. Oleh karena itu, kombinasi kebijakan perdagangan internasional dan hilirisasi sawit domestik yang ditempuh Indonesia menentukan market power dan value added sawit yang dinikmati Indonesia.

Grand Policy Hilirisasi Sawit Domestik

Sebelum tahun 2010, hilirisasi minyak sawit Indonesia sebagian besar terjadi di negara- negara importir minyak sawit. Akibatnya selain Indonesia sangat tergantung pada pasar minyak sawit (CPO+CPKO) dunia, negara-negara importir tersebut juga menikmati nilai tambah hilir yang lebih besar. Sekitar USD 38 milyar setiap tahun sebagai nilai tambah hilir sawit yang dinikmati negara-negara importir (European Economic, 2016).

Hilirisasi minyak sawit di dalam negeri sebelumnya berjalan lambat. Kemajuan yang cukup pesat dan signifikan terjadi setelah tahun 2015 yakni setelah diintegrasikannya kebijakan hilirisasi sawit domestik dengan kebijakan perdagangan internasional yakni pungutan ekspor minyak sawit.

Tujuan utama pengembangan hilirisasi sawit di Indonesia mencakup: (1) meningkatkan nilai tambah di dalam negeri; (2) mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar CPO dunia; (3) merubah komposisi ekspor Indonesia dari dominasi bahan mentah menjadi produk olahan dan produk akhir berbasis; dan (4) subsitusi impor untuk produk-produk yang dapat digantikan oleh produk olahan minyak sawit.

Tiga kebijakan yang sangat fundamental dalam kebijakan industri sawit nasional yakni kebijakan pungutan ekspor yang mendukung hilirisasi, pendalaman dan perluasan hilirisasi serta kebijakan mandatori biodiesel di dalam negeri dalam rangka subsitusi impor solar fosil sekaligus mengurangi emisi karbon.

Secara umum hilirisasi minyak sawit yang sedang berlangsung di Indonesia dapat dikelompokkan atas tiga jalur hilirisasi (Sipayung, 2018). Pertama, Jalur Hilirisasi Oleopangan (Oleofood Complex) yakni pendalaman industri-industri yang mengolah minyak sawit menjadi produk olahan minyak sawit (refined palm oil) maupun industri-industri yang menghasilkan produk akhir berbasis minyak sawit (palm oil-based product) untuk pangan. Berbagai produk hilir oleopangan yang telah dihasilkan di Indonesia seperti produk pangan mencakup minyak goreng sawit, margarin, shortening, ice cream, creamer, cocoa butter/specialty-fat dan lain-lain, maupun produk pharmaseutikal seperti vitamin A, vitamin E, Squalene, dan lain-lain.

Kedua, Jalur Hilirisasi Oleokimia (Oleochemical Complex) yakni industri-industri yang mengolah minyak sawit untuk menghasilkan produk oleokimia dasar hingga pada produk oleokimia akhir. Dari hilirisasi jalur oleokimia ini dihasilkan oleokimia dasar seperti fatty acid, fatty alcohol, gliserin, hingga produk jadi (consumer goods) seperti detergen, sabun, shampo, toiletris/kosmetik dan lain lain.

Ketiga, Jalur Hilirisasi Biofuel/Bioenergi (Biofuel/Bioenergy Complex) yakni industri-industri yang mengolah/menggunakan minyak sawit untuk produk energi seperti biodiesel (FAME), biohidrokarbon (green diesel, green gasoline dan green avtur), biopellet, biogas dan lainya.

Gambar 1. Tiga Jalur Hilirisasi Sawit Domestik

Tiga jalur hilirisasi sawit domestik tersebut ditopang oleh kebijakan perdagangan internasional dengan instrumen pungutan ekspor (levy) yang progresif dan proporsional. Tarif pungutan ekspor untuk bahan mentah seperti CPO dan PKO dikenakan tarif yang lebih tinggi daripada produk olahan. Semakin ke hilir produk semakin rendah tarif pungutan yang diberlakukan sehingga semakin mendorong pendalam hilirisasi sawit domestik. Skema yang demikian juga sekaligus menjadi instrumen promosi ekspor produk hilir (export promotion).

Selain terintegrasi dengan pungutan ekspor, hilirisasi sawit domestik juga diintegrasikan dengan kebijakan mandatori biodiesel yang makin lama makin intensif (Gambar 2) yakni dari hanya B15 tahun 2015, meningkat menjadi B20 untuk sektor PSO tahun 2016 dan diperluas untuk seluruh sektor pada tahun 2018, kemudian menjadi B30 tahun 2020 dan B35 tahun 2023. Kebijakan mandatori biodiesel ini merupakan kebijakan subsitusi impor (import subtitution) untuk mengurangi ketergantungan pada impor solar fosil, peningkatan nilai tambah domestik, sekaligus dikaitkan dengan pengurangan emisi karbon atau climate change mitigation (PASPI Monitor, 2021c).

Gambar 2 Pengembangan Kebijakan Mandatori Biodiesel di Indonesia

Perjalanan Panjang Pengembangan Program Mandatori Biodiesel di Indonesia
Pengembangan Kebijakan Mandatori Biodiesel di Indonesia

Dana pungutan ekspor sebagai instrumen hilirisasi domestik dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang dibentuk tahun 2015. Dana tersebut dipergunakan untuk peremajaan sawit rakyat, penyediaan sarana prasarana, riset, pendidikan SDM, promosi, dan insentif mandatori biodiesel.

Kombinasi tiga jalur hilirisasi sawit domestik, pungutan ekspor yang proporsional dan progresif serta kebijakan mandatori biodiesel domestik, juga sekaligus menjadi instrumen Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia untuk mengelola dinamika pasar minyak sawit dunia agar lebih bersahabat dengan kepentingan Indonesia.

Dampak Hilirisasi Sawit

Dengan hilirisasi sawit domestik yang konsisten dilakukan khususnya pada periode 2015-2022, pangsa produksi minyak sawit mentah (CPO dan CPKO) yang diserap untuk hilirisasi domestik meningkat dari 77 persen (2015) menjadi 89.5 persen (2022). Sebaliknya minyak sawit mentah yang langsung diekspor mengalami penurunan yang cukup drastis dari 23 persen (2015) menjadi hanya 10.5 persen (2022).

Peningkatan penggunaan CPO pada produk pangan turut meningkatkan ketersediaan minyak goreng sawit (oleofood) di dalam negeri. Produksi minyak goreng sawit meningkat dari 6.1 juta ton menjadi 8.9 juta ton selama periode tahun 2015-2021. Sementara itu, pada jalur hilirisasi oleochemical complex, produksi oleokimia dasar di Indonesia meningkat dari 6.6 juta ton menjadi 12.9 juta ton dalam periode 2016-2020. Pertumbuhan yang impresif terjadi pada produksi methyl ester meningkat dari sekitar 3 juta ton menjadi 8.59 juta ton.

Pada jalur hilirisasi biofuel complex, produksi biodiesel Indonesia mengalami peningkatan dari 1.7 juta kiloliter menjadi 8.9 juta kilo liter dalam periode tahun 2015-2021. Menurut data APROBI (2022), kapasitas terpasang pabrik biodiesel di Indonesia hingga tahun 2022 mencapai 17.14 juta kiloliter dengan jumlah pabrik biodiesel di Indonesia sebanyak 32 perusahaan. Dengan kapasitas produksi biodiesel yang demikian, Indonesia berhasil menjadi top-3 negara produsen biodiesel terbesar dunia.

Pengembangan hilirisasi sawit domestik berhasil merubah komposisi ekspor sawit nasional. Pada tahun 2015, komposisi ekspor minyak sawit Indonesia terdiri dari minyak sawit mentah (CPO+CPKO) dengan pangsa sebesar 27 persen, kemudian diikuti oleh kelompok produk olahan/processed (63 persen) dan produk akhir berbasis sawit atau Palm Oil-based Products (10 persen). Sementara itu, komposisi ekspor minyak sawit Indonesia tahun 2022 mengalami perubahan yakni dominasi kelompok produk olahan dengan pangsa sebesar 76 persen kemudian diikuti oleh kelompok Palm Oil-based Products (14 persen). Sementara itu, pangsa ekspor minyak sawit mentah (CPO+CPKO) hanya sebesar 10 persen (Gambar 3).

Gambar 3 Perubahan Komposisi Ekspor Sawit 2015 dan 2022 (Sumber: BPS, ITC Trademap, 2023 data diolah PASPI)

Perubahan komposisi ekspor minyak sawit yang sebelumnya didominasi CPO kemudian beralih kepada dominasi produk olahan menunjukkan bahwa strategi industrialisasi melalui tiga jalur hilirisasi minyak sawit domestik dinilai cukup berhasil. Selain perubahan komposisi ekspor tersebut, hilirisasi sawit juga menciptakan nilai tambah baru, pendapatan baru, dan kesempatan kerja baru bagi perekonomian Indonesia.

Hilirisasi sawit domestik juga berdampak pada perubahan nilai ekspor minyak sawit Indonesia selama periode tahun 2015-2022. Nilai ekspor minyak sawit Indonesia tahun 2015 baru mencapai sekitar USD 18.6 miliar dan mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2022 menjadi sebesar USD 39 miliar atau dua kali lipatnya. Peningkatan nilai ekspor produk sawit tahun 2022 tersebut bersumber dari peningkatan volume ekspor, perbaikan komposisi ekspor yang makin didominasi produk olahan, dan harga produk ekspor yang meningkat dibandingkan sebelumnya (PASPI Monitor, 2021a,b,d).

Nilai ekspor sawit tersebut merupakan ekspor netto atau devisa sawit. Selain dari ekspor sawit, devisa sawit juga dihasilkan dari penggunaan hasil hilirisasi biodiesel sebagai subsitusi impor solar fosil. Nilai penghematan impor solar fosil (devisa subsitusi impor) meningkat dari USD 0.5 milyar tahun 2015 menjadi USD 10.3 miliar tahun 2022. Peningkatan nilai tersebut akibat pelaksanaan kebijakan mandatori biodiesel yang meningkat dari B15 menjadi B30.

Devisa sawit tersebut berdampak pada perbaikan neraca perdagangan (trade account) Indonesia (Tabel 1). Devisa sawit dari ekspor produk sawit dan turunanya mempengaruhi neraca perdagangan melalui Neraca Perdagangan Non-Migas. Sedangkan devisa subsitusi impor mempengaruhi neraca perdagangan melalui Neraca Perdagangan Migas.

Pengaruh devisa subsitusi impor (B-30) pada neraca Migas terlihat pada perbedaan antara Net Ekspor Migas “Tanpa B30” versus “Dengan B30”. Defisit neraca perdagangan migas senantiasa mengalami defisit dari tahun ke tahun. Namun, defisit Net Ekspor Migas “Dengan B-30” makin berkurang dibandingkan dengan defisit Net Ekspor Migas “Tanpa B-30”. Artinya kebijakan mandatori biodiesel yang mensubsitusi solar impor dengan biodiesel sawit domestik dapat memperbaiki defisit Net Ekspor Migas yakni dengan menurunkan defisit Net Ekspor Migas. Hal ini searah dengan tujuan mandatori biodiesel di Indonesia yakni mengurangi defisit perdagangan migas (PASPI Monitor, 2022).

Kontribusi devisa sawit terbesar adalah devisa ekspor produk sawit yang dapat dilihat pada perbedaan “Dengan Sawit” versus “Tanpa Sawit” pada Net Ekspor Non-Migas. Pada kondisi “Tanpa Sawit”, Net Ekspor Non-Migas mengalami defisit pada tahun 2015 hingga surplus kecil tahun 2022. Sebaliknya pada kondisi Net Ekspor Non-Migas “Dengan Sawit” mengalami surplus besar yakni sebesar USD 13.6 milyar tahun 2015 dan meningkat menjadi USD 78.8 milyar tahun 2022. Artinya devisa sawit dari ekspor minyak sawit sangat besar perananya dalam membuat surplus neraca non-migas.

Tabel 1 Dampak Devisa Sawit pada Neraca Perdagangan Migas, Non-Migas, dan Neraca Perdagangan Indonesia Periode Tahun 2015 Versus 2022

Uraian (Miliar USD)20152022
Devisa Ekspor Sawit
Devisa Subsitusi Impor (B-30)
Devisa Ekspor Sawit + Devisa Subsitusi Impor (B-30)
18.6
0.5
19.1
39.0
10.3
49.4
Net Ekspor Migas
Tanpa B30
Dengan B30

-6.4
-5.9
 
-34.7
-24.4
Net Ekspor Non-Migas
Tanpa Sawit
Dengan Sawit
-5.0
13.6
39.8
78.8
Net Trade
Tanpa Sawit dan B30
Dengan Sawit dan B30

-11.4
7.7

6.3
55.7
Sumber: APROBI; BPS; ITC Trademap (data diolah PASPI, 2023)

Efek neto dari kedua sumber devisa sawit tersebut ditunjukkan oleh perbedaan Net Trade antara “Tanpa Sawit + B30” versus “Dengan Sawit + B30”. Pada kondisi “Tanpa Sawit + B30”, Net Trade Indonesia mengalami defisit sebesar USD 11.4 milyar tahun 2015 dan menjadi surplus kecil yakni USD 6.3 milyar tahun 2022. Sedangkan pada kondisi Net Trade Indonesia “Dengan Sawit + B30” mengalami surplus besar yakni USD 55.7 milyar tahun 2022. Surplus net trade tahun 2022 tersebut merupakan net trade tertinggi sepanjang sejarah Indonesia (PASPI Monitor, 2023). Dengan demikian, indusri sawit berkontribusi besar pada surplus net trade Indonesia.

Studi Palley (2012), Kang (2015), Murugesan (2019) mengemukakan bahwa net ekspor merupakan sumber pertumbuhan ekonomi (export-led growth). Ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi melalui beberapa mekanisme yaitu: Pertama, sebagaimana teori Keynesian, ekspor merupakan suatu injeksi “darah segar” bagi perekonomian. Melalui mekanisme multiplier devisa, ekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi domestik. Kedua, peningkatan penerimaan devisa dari peningkatan ekspor akan meningkatkan kemampuan untuk membeli (impor) barang modal dan teknologi modern dari negara lain sehingga meningkatkan kapasitas pertumbuhan ekonomi.

Selain devisa ekspor produk sawit yang semakin meningkat, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia tersebut juga semakin berkualitas. Hal ini dikarenakan: (1) ekspor minyak sawit tersebut juga didominasi produk olahan yang dihasilkan oleh hilirisasi sawit domestik, (2) ekspor minyak sawit tersebut berasal dari perkebunan sawit yang tersebar pada lebih dari 235 kabupaten di Indonesia sehingga peningkatan pendapatan devisa dari ekspor minyak sawit tersebut juga disertai dengan peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja di daerah sentra kebun sawit; dan (3) sekitar 35 persen minyak sawit yang diekspor dihasilkan dari 2.5 juta orang petani sawit rakyat/Usaha Mikro Kecil Menengah (UKM).

Kesimpulan

Strategi hilirisasi sawit domestik dengan tiga jalur oleofood complex, oleochemical complex dan biofuel/bioenergy complex yang ditopang oleh instrumen pungutan ekspor yang proporsial dan progresif serta kebijakan mandatori biodiesel yang makin intensif berhasil merubah struktur ekspor sawit Indonesia dari dominasi barang mentah menjadi produk olahan.

Perubahan struktur ekspor sawit hasil kinerja hilirisasi domestik tersebut juga berhasil mencetak devisa sawit terbesar dalam sejarah yakni sebesar USD 55.7 milyar tahun 2022. Devisa sawit tersebut terdiri atas devisa ekspor produk sawit (USD 39 milyar) dan devisa subsitusi impor (USD 9.5 milyar) dari penghematan devisa impor solar fosil akibat mandatori biodiesel.

Implikasi Kebijakan

Kombinasi strategi tiga jalur hilirisasi sawit domestik dengan kebijakan pungutan ekspor yang progresif dan proporsional, dimana tarif pungutan makin menurun dengan produk yang makin ke hilir serta kebijakan mandatori biodiesel yang makin intensif, perlu dipertahankan pemerintah ke depan. Dengan kombinasi strategi dan kebijakan tersebut, dapat digunakan untuk memperluas dan memperdalam hilirisasi sawit domestik baik dalam kerangka promosi ekspor maupun subsitusi impor. Kombinasi strategi dan kebijakan tersebut dapat menjadi cara Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia untuk mengelola dinamika pasar minyak sawit (minyak nabati) dunia yang menguntungkan Indonesia.

ACKNOWLEDGEMENT

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel diseminasi dan policy brief ini.

Daftar Pustaka

  • APROBI. 2022. Realisasi Data Produksi, Distribusi, dan Ekspor Biodiesel. [internet]. Tersedia pada: https://www.aprobi.or.id/data-facts/
  • Badan Pusat Statistik. 2023. Exim Perdagangan Ekspor-Impor Produk Sawit. [internet]. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/exim/
  • Edward R. 2019. Export Agriculture and Rural Poverty: Evidence from Indonesia Palm Oil. Darthmouth College. Hannover. Tersedia pada: http://barrett.dyson.cornell.edu/NEUDC/paper_305.pdf
  • ITC Trademap. 2023. Palm Oil and Its Products Exports. [internet]. Tersedia pada: https://www.trademap.org/
  • Kang H. 2015. Agricultural Exports and Economic Growth: Empirical Evidence from the Major Rice Exporting Countries. Agri Econ. 61(2): 81–87. Tersedia pada: https://www.agriculturejournals.cz/pdfs/age/2015/02/04.pdf
  • Murugesan B. 2019. An Empirical Analysis of Agricultural Exporter on Economic Growth in India. Economic Affair. 64(3): 481-486. Tersedia pada: https://ndpublisher.in/admin/issues/EAv64n3b.pdf
  • Palley TI. 2012. The Rise and Fall of Export-led Growth. Investigació Economica. 21(280): 141-161. Tersedia pada: https://www.jstor.org/stable/42779592
  • PASPI. 2014. The Sustainability of Indonesian Palm Oil Industry: Its Role in Economic Growth, Rural Development, Poverty Reduction, and Environmental Sustainability. Palm oil Agribusiness Strategic Policy Institute. Bogor.
  • PASPI. 2022. Kaleidoskop 2022: Industri Sawit Nasional Bergejolak. [internet]. Tersedia pada: https://palmoilina.asia/berita-sawit/kaleidoskop-industri-sawit-nasional/
  • PASPI. 2023. Prediksi Harga Minyak Sawit 2023. [internet]. Tersedia pada: https://palmoilina.asia/berita-sawit/prediksi-harga-minyak-sawit/
  • PASPI Monitor. 2021a. Hilirisasi dan Perubahan Komposisi Ekspor Minyak Sawit Indonesia. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(13): 351-356. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-dan-hilirisasi/
  • PASPI Monitor. 2021b. Kontribusi Devisa Sawit dalam Neraca Perdagangan Indonesia. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(15): 363-368. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-dan-devisa-ekspor/
  • PASPI Monitor. 2021c. Multi Manfaat Dari Kebijakan Mandatori Biodiesel Sawit. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(16): 369-376.
  • PASPI Monitor. 2021d. Sumber Pertumbuhan Devisa Sawit Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(44): 557-562.
  • PASPI Monitor. 2022a. Devisa Sawit dan Neraca Perdagangan Indonesia 2021 Capai Rekor Tertinggi. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(22): 727-732. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-dan-devisa-ekspor/.
  • PASPI Monitor. 2023. Kontribusi Sawit Sebagai Sumber Devisa Utama Dalam Lonjakan Surplus Perdagangan Indonesia Tahun 2022. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 4(3): 753-760. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-sebagai-sumber-devisa/
  • Riffin A. 2012. The Contribution of Palm Oil Industry to Indonesia Economy. Input-Output Analysis. 20(1): 72-83.
  • Sipayung T. 2018. Politik Ekonomi Perkelapasawitan Indonesia. Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. Bogor: PASPI.
  • World Growth. 2011. The Economic Benefit of Palm Oil to Indonesia. World Growth. Tersedia pada: http://worldgrowth.org/
Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x