Jurnal Kelapa Sawit dan Pasar Ekspor 2023

Jurnal Kelapa Sawit dan Pasar Ekspor 2023

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Share

Poin-poin utama Isu Sawit dan Pasar Ekspor

Berikut adalah poin-poin peristiwa dalam isu sawit dan pasar ekspor :

  • Peningkatan Produksi Minyak Sawit Dunia (CPO): Produksi minyak sawit dunia meningkat dari sekitar 49 juta ton pada tahun 2010 menjadi sekitar 75 juta ton pada tahun 2021. Selama 10 tahun terakhir, terjadi penambahan sekitar 27 juta ton atau sekitar 2.7 juta ton per tahun.
  • Peran Kawasan Asia dalam Produksi Sawit: Kawasan Asia, terutama Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN, menjadi sentra utama produksi minyak sawit dunia, menghasilkan sekitar 87-89 persen dari total produksi minyak sawit dunia.
  • Konsumsi Minyak Sawit ASEAN: Kawasan ASEAN mengkonsumsi sekitar 30 persen dari minyak sawit dunia pada tahun 2021, meningkat dari sekitar 26 persen pada tahun 2010.
  • Dampak El Nino dan Pandemi Covid-19: El Nino dan pandemi Covid-19 mempengaruhi produksi minyak sawit Indonesia dan Malaysia. Produksi CPO Indonesia turun dari 47.18 juta ton tahun 2019 menjadi 46.89 juta ton tahun 2021. Sementara itu, produksi minyak sawit Malaysia juga mengalami penurunan.
  • Penurunan Ekspor CPO: Dampak dari El Nino, pandemi Covid-19, dan kebijakan B30 menyebabkan penurunan volume ekspor CPO Indonesia dari 37.4 juta ton tahun 2019 menjadi sekitar 34 juta ton tahun 2021.
  • Dinamika Volume Ending Stock: Volume ending stock minyak sawit di Indonesia dan Malaysia mengalami fluktuasi. Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2020, tetapi kemudian mengalami penurunan pada tahun 2021. Malaysia mengalami penurunan konsisten.
  • Penurunan Volume Ending Stock di Negara Importir: Volume ending stock minyak sawit di negara importir utama mengalami penurunan signifikan, terutama pada tahun 2020 dan 2021, dengan penurunan sebesar 36 persen selama periode tahun 2019-2021.
  • Pertumbuhan Konsumsi Minyak Sawit di Kawasan Asia: Kawasan Asia, termasuk ASEAN, memiliki peran penting dalam pertumbuhan konsumsi minyak sawit dunia, mencapai sekitar 30 persen dari total konsumsi dunia pada tahun 2021.
  • Ketergantungan India terhadap Impor Minyak Sawit: India merupakan salah satu importir terbesar minyak sawit di dunia. Ketergantungan India terhadap impor minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia mencapai 98 persen.
  • Peningkatan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Pakistan: Ekspor minyak sawit Indonesia ke Pakistan mengalami peningkatan yang signifikan, terutama dalam ekspor Refined Palm Oil (RPO). Ini disebabkan oleh keunggulan komparatif Indonesia dalam ekspor RPO dan kebijakan yang mendukung di pasar Pakistan.

Data Perubahan Pangsa Produksi Minyak Sawit dari Kawasan ASEAN dan Negara Lainnya

Konsumsi Minyak Sawit Dunia
Gambar 1. Perubahan Pangsa Produksi Minyak Sawit dari Kawasan ASEAN dan Negara Lainnya (Sumber: USDA, data diolah PASPI)
  1. Selama periode tahun 2010-2021, produksi minyak sawit dunia (CPO) telah meningkat dari 49 juta ton tahun 2010 menjadi sekitar 75 juta ton tahun 2021.
  2. Dalam 10 tahun terakhir, telah terjadi penambahan sekitar 27 juta ton atau sekitar 2.7 juta ton per tahun.
  3. Kawasan Asia merupakan sentra utama produksi minyak sawit dunia. Sekitar 87-89 persen produksi minyak sawit dunia dihasilkan dari kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations/ASEAN.

Data Konsumsi dan Pangsa Konsumsi Minyak Sawit ASEAN dan Asia

Tabel 1. Konsumsi dan Pangsa Konsumsi Minyak Sawit ASEAN dan Asia

sawit dan pasar ekspor
  1. Kawasan ASEAN merupakan kawasan yang mengkonsumsi sekitar 30 persen minyak sawit dunia.
  2. Pada tahun 2010, pangsa ASEAN baru sekitar 26 persen dari total konsumsi minyak sawit dunia kemudian mengalami peningkatan menjadi sekitar 33 persen pada tahun 2021.
  3. Peningkatan konsumsi minyak sawit ASEAN tersebut terjadi baik secara absolut maupun relatif membuktikan bahwa ASEAN juga tidak terlalu tergantung pada pasar di luar kawasan ASEAN.

Data Volume Produksi dan Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia Tahun 2019-2021

Figure 1. Production and Export Volume of Indonesian and Malaysian CPO in 2019 2021
Gambar 1. Volume Produksi dan Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia pada Periode Tahun 2019-2021 (Sumber: GAPKI; MPOB, data diolah PASPI)
  1. Efek dari El Nino dan Pandemi Covid-19 telah menurunkan produksi CPO Indonesia dari sekitar 47.18 juta ton tahun 2019 menjadi 46.89 juta ton tahun 2021.
  2. Produksi minyak sawit Malaysia juga mengalami penurunan dari 19.86 juta ton menjadi 18.11 juta ton pada periode yang sama.
  3. Dampak neto El Nino, Pandemi Covid-19 dan Kebijakan B30 telah menurunkan volume ekspor CPO Indonesia dari 37.4 juta ton tahun 2019 menjadi sekitar 34 juta ton tahun 2021.
  4. Volume ekspor CPO Malaysia juga menurun dari 17.2 juta ton menjadi 15.8 juta ton sebelum naik sedikit menjadi 16.4 juta ton pada periode tersebut.

Data Dinamika Volume Ending Stock Minyak Sawit di Indonesia dan Malaysia

Figure 2. Dynamics of Ending Stocks Palm Oil in Indonesia and Malaysia
Gambar 2. Dinamika Volume Ending Stock Minyak Sawit di Indonesia dan Malaysia (Sumber: MPOC)
  1. Volume ending stock bulanan Indonesia tahun 2020 mengalami peningkatan menjadi 4.4 juta ton dibandingkan pada tahun 2019 (3.4 juta ton), namun volume tersebut mengalami penurunan menjadi sekitar 3.7 juta ton tahun 2021.
  2. Volume ending stock Malaysia konsisten terus menurun dari sekitar 2.5 juta ton tahun 2019 menjadi 1.7 juta ton tahun 2020 dan 1.6 juta ton tahun 2021.

Data Volume Ending Stock Bulanan pada Negara Importir Minyak Sawit Dunia Tahun 2019-2022

produsen dan konsumen minyak
Gambar 3. Volume Ending Stock Bulanan pada Negara Importir Minyak Sawit Dunia (China, India, Bangladesh, Pakistan, Amerika Serikat) pada Periode Tahun 2019-2022 (Sumber: MOPC)
  1.  Pada masa sebelum disrupsi supply pada tahun 2019, volume ending stock di negara importir minyak sawit masih sekitar 2.09 juta ton per bulan. Namun volume ending stock tersebut mengalami penurunan sebesar 24 persen pada tahun 2020 yakni menjadi sekitar 1.59 juta ton. 
  2. Volume ending stock kembali mengalami penurunan pada tahun 2021 sebesar 16 persen atau menjadi 1.34 juta ton.
  3. Ketika terjadi ketiga disrupsi supply pada periode tahun 2019-2021, volume stok minyak sawit di negara importir tersebut menurun sebesar 36 persen.

Jurnal Terkait Sawit dan Pasar Ekspor

Kawasan Asia Sebagai Pusat Pertumbuhan Konsumsi
Minyak Sawit Dunia
– Jurnal PASPI Nomor 22 Tahun 2022

kawasan Asia, khususnya ASEAN, memiliki peran yang sangat signifikan dalam produksi dan konsumsi minyak sawit dunia. Produksi minyak sawit yang mencapai 87-89 persen dari total produksi dunia membuat ASEAN menjadi sentra utama dalam industri minyak sawit. Di samping itu, kawasan Asia juga merupakan kawasan konsumsi minyak sawit yang berkembang pesat, dengan konsumsi mencapai sekitar 30 persen dari total konsumsi dunia pada tahun 2021.

Pentingnya peran kawasan Asia ini semakin diperkuat oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi di masa depan, di mana lebih dari 50 persen ekonomi dunia akan berada di kawasan ini. Hal ini menunjukkan bahwa pasar minyak sawit Uni Eropa dan Amerika Utara akan semakin kecil dan digantikan oleh pasar Asia.

Dinamika Stok Minyak Sawit Di Negara Produsen Dan Konsumen Minyak Sawit Dunia Pada Masa Disrupsi Supply – Jurnal PASPI Nomor 7 Tahun 2022

Disrupsi pasokan yang terjadi di Indonesia dan Malaysia pada periode 2019-2021, yang disebabkan oleh faktor seperti El Nino, Pandemi Covid-19, dan kebijakan Indonesia, telah memengaruhi ekspor minyak sawit kedua negara tersebut. Hal ini juga berdampak pada ketersediaan minyak sawit secara global. Meskipun terdapat perbedaan dalam tren persediaan minyak sawit antara Malaysia dan Indonesia, gabungan volume persediaan menunjukkan peningkatan, sementara persediaan di negara-negara importir utama mengalami penurunan signifikan sebesar 36 persen. Dampak dari situasi ini adalah terjadinya excess demand yang mengakibatkan peningkatan harga minyak sawit dunia.

Makin Cerahnya Ekspor Minyak Sawit Indonesia Ke India Tahun 2020 – Jurnal PASPI Nomor 41 Tahun 2019

Pasar minyak nabati India adalah salah satu yang terbesar di dunia, tetapi kebutuhan konsumsi minyak nabati tersebut tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh produksi domestik. Hal ini telah mendorong India untuk mengimpor minyak nabati, dengan minyak sawit menjadi jenis minyak nabati yang paling banyak diimpor, bahkan menjadikan India sebagai importir minyak sawit terbesar di dunia.

Indonesia dan Malaysia mendominasi pasar minyak sawit impor India, dengan pangsa kedua negara ini mencapai 98 persen. Ketergantungan India terhadap impor minyak sawit menciptakan kekhawatiran terkait stabilitas dan kedaulatan. Sebagai respons, Pemerintah India telah menerapkan kebijakan tarif impor yang tinggi untuk menurunkan konsumsi minyak sawit.

Meskipun Malaysia dan India memiliki kerjasama perdagangan bilateral yang mempengaruhi tarif impor minyak sawit asal Malaysia, kondisi ini menghadapi tantangan akibat penambahan tarif impor safeguard dan konflik diplomatik. Ini dapat memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar minyak sawit impor India.

Potensi Pakistan Sebagai “Tulang Punggung” Baru Dalam Ekspor Minyak Sawit Indonesia – Jurnal PASPI Nomor 39 Tahun 2019

ekspor minyak sawit Indonesia ke Pakistan telah mengalami peningkatan yang signifikan. Indonesia berhasil menggantikan dominasi Malaysia dalam pasar minyak sawit Pakistan sejak tahun 2014, terutama dalam ekspor Refined Palm Oil (RPO), yang merupakan produk yang sangat diminati oleh Pakistan.

Analisis daya saing menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor RPO ke Pakistan, sementara Malaysia lebih unggul dalam ekspor Crude Palm Oil (CPO). Harga ekspor RPO Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia memberikan peluang untuk meningkatkan penetrasi pasar Pakistan.

Selain itu, kondisi pasar Pakistan yang tidak terlalu terpengaruh oleh rekomendasi larangan konsumsi Vanasphati Ghee berbasis minyak sawit menunjukkan potensi yang baik. Keputusan untuk mencabut larangan tersebut pada tahun 2019 telah meningkatkan ekspor minyak sawit Indonesia ke Pakistan.

Dalam rangka mengoptimalkan kinerja ekspor minyak sawit ke Pakistan, Indonesia perlu terus memanfaatkan keunggulan komparatifnya, harga yang kompetitif, dan kondisi pasar yang mendukung. Dengan demikian, Pakistan dapat dianggap sebagai “tulang punggung” baru dalam ekspor minyak sawit Indonesia. Hal ini juga membuka peluang untuk mengakses pasar minyak sawit di sekitar negara Pakistan, seperti Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan, yang dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi Indonesia.

Minyak Sawit Adalah Minyak Nabati Utama Pakistan – Jurnal PASPI Nomor 38 Tahun 2019

Pakistan merupakan salah satu konsumen minyak nabati terbesar di dunia. Konsumsi minyak nabati Pakistan mencapai 4.64 juta ton pada tahun 2018 bahkan dipekirakan terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah populasi penduduk dan pendapatan (GDP). Sementara itu, produksi minyak nabati Pakistan sebesar 1.3 juta ton pada tahun 2018. Artinya produksi domestik hanya mampu memenuhi 28 persen dari konsumsi domestik.

Selain produksi yang rendah, minyak nabati yang diproduksi oleh Pakistan juga belum mampu memenuhi preferensi konsumen Pakistan. Minyak nabati yang diproduksi oleh Pakistan adalah minyak cottonseed, minyak rapeseed, minyak biji bunga matahari dan minyak kedelai. Sedangkan selain keempat minyak nabati yang diproduksi domestik, terdapat minyak sawit yang tidak diproduksi di dalam negeri namun mampu mendominasi konsumsi minyak nabati Pakistan. Sebagian besar minyak sawit digunakan oleh industri pangan untuk memproduksi Vanasphati Ghee dan produk pangan lain seperti minyak goreng dan margarin serta produk non pangan seperti sabun.

Untuk memenuhi kebutuhan domestik, Pakistan mengimpor minyak nabati. Minyak nabati yang diimpor juga semakin besar dan terus meningkat hingga mencapai 3 juta ton pada tahun 2018. Sebagian besar minyak nabati yang diimpor oleh Pakistan adalah minyak sawit dengan proporsi mencapai 96 persen.

Impor minyak sawit Pakistan juga terus mengalami peningkatan bahkan tidak terpengaruh oleh rekomendasi kebijakan PFA yang memberikan larangan untuk mengkonsumsi Vanasphati Ghee berbasis minyak sawit karena alasan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya potensi pasar minyak sawit Pakistan yang harus dioptimalkan sebagai salah satu negara tujuan ekspor.

Dampak African Swine Flu Terhadap Ekspor Minyak Sawit Indonesia Ke China – Jurnal PASPI Nomor 37 Tahun 2019

Industri peternakan babi di China sudah hampir satu tahun menghadapi serangan African Swine Fever (ASF) atau yang dikenal juga dengan Flu Babi Afrika yang mematikan bagi babi. Mengingat besarnya konsumsi daging babi di China dan telah menjadi sumber protein yang tidak tergantikan bagi konsumen China, maka pemerintah China melakukan upaya untuk menghentikan wabah tersebut dengan menyembelih babi yang terinfeksi virus. Upaya tersebut menyebabkan populasi babi dewasa (hog) di China menurun hingga 30 persen.

Penurunan populasi babi di China juga berdampak terhadap penurunan permintaan pakan sehingga menyebabkan permintaan bahan pakan (feedstuff) seperti kedelai (khususnya kedelai impor) juga mengalami penurunan. Rendahnya ketersediaan kedelai impor di China berdampak pada berkurangnya aktivitas industri crushing domestik sehingga produksi minyak kedelai juga mengalami penurunan. Oleh karena itu, industri makanan meningkatkan permintaan impor untuk minyak nabati alternatif yang dapat mensubstitusi minyak kedelai yaitu minyak sawit.

Indonesia sebagai salah satu negara eksportir minyak sawit ke China juga merasakan manfaat dari peningkatan permintaan minyak sawit di negara tersebut. Ekspor minyak sawit Indonesia ke China selama periode Januari-Juni tahun 2018 dan 2019 menunjukkan peningkatan dengan rata-rata selisih sebesar 120 ribu ton. Kondisi ini harus dimanfaatkan Indonesia ditengah lesunya permintaan minyak sawit global.

Peran Industri Sawit Dalam Industri Pakan EU – Jurnal PASPI Nomor 30 Tahun 2019

Industri pakan konsentrat ternak (compound feed) dunia mengalami peningkatan produksi dari tahun ketahun seiring dengan peningkatan konsumsi produk ternak dunia. Tiga produsen utama pakan konsentrat ternak (compound feed) dunia adalah EU-28 dengan pangsa 24 persen, disusul China dengan pangsa 18 persen dan USA dengan pangsa 16 persen. Produksi pakan ternak EU-28 terus mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, yakni dari 189 juta ton (2010) menjadi 250 juta ton (2017).

Tiga besar bahan baku (feedstuff) utama industri pakan ternak EU-28 adalah feed cereals, oil cake and meal serta co-product industri pangan dan bioethanol (FEFAC, 2018). Sedangkan Menurut data Rabo Bank (2017) bahan baku utama industri pakan ternak EU-28 adalah grain dan oil meal. Grain atau biji-bijian yang dimaksud mencakup gandum, jagung, barley dan biji-bijian lainnya. Sementara oils meal terdiri dari soybean meal, rapeseed meal, sunseed meal, palm kernel meal dan oils meal lainnya.

Sebagian bahan baku pakan EU-28 diperoleh dari impor. Dari total impor bahan Baku pakan EU-28, yang terbesar adalah oils cake and meal dan cereal/grain. Untuk kelompok oils cake and meals yang diimpor yang terbesar adalah soybean meals yang diimpor dari Amerika Selatan (Argentina, Brazil, Paraguay), disusul palm kernel meal, dan sunflower meal.

Penggunaan palm kernel meal (PKM) untuk pakan ternak/ikan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagai produsen sawit terbesar dunia, Indonesia dan Malaysia merupakan eksportir PKM terbesar dunia. Selama periode tahun 2011-2018, ekspor PKM Indonesia meningkatan dari 3.37 juta ton menjadi 4.87 juta ton. Begitu pula dengan Malaysia yang juga mengalami peningkatan ekspor PKM yakni dari 2.28 juta ton menjadi 2.45 juta ton.

Berdasarkan data industri pakan ternak EU-28 diatas jelas menunjukkan bahwa keterkaitan minyak sawit terhadap industri pakan ternak sangat kecil. Berbagai fakta diatas menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi masalah Trade off feed-palm oil. Bahkan sebaliknya industri sawit dunia justru membantu keberlanjutan industri pakan ternak EU- 28 melalui penyediaan PKM (co-product palm oil) sebagai bahan baku pakan. Penggunaan PKM untuk pakan ternak tidak bersaing dengan penggunaan minyak sawit.

Struktur Produksi, Konsumsi, Impor Minyak Nabati Negara Superpower – Jurnal PASPI Nomor 21 Tahun 2019

Pada periode 2001-2018, pola konsumsi minyak nabati AS menunjukkan tren peningkatan dengan rata-rata sebesar 3 persen per tahun, atau mengalami peningkatan dari 9.9 juta ton tahun 2001 menjadi 15.53 juta ton tahun 2018. Berdasarkan jenis minyak nabati menunjukkan bahwa minyak nabati utama yang dikonsumsi Amerika Serikat adalah minyak kedelai (69 persen), kemudian diikuti oleh minyak rapeseed (12 persen), minyak sawit (7 persen), minyak kelapa (4 persen), minyak zaitun (2 persen) dan minyak bunga matahari (2 persen).

Pada periode yang sama konsumsi minyak sawit mengalami peningkatan dari 215 ribu ton menjadi 1.4 juta ton atau dari 2 persen menjadi 10 persen. Peningkatan pangsa konsumsi minyak sawit di Amerika Serikat disebabkan karena harganya yang lebih kompetitif dibandingkan minyak kedelai. Implikasi dari harga minyak sawit yang lebih rendah adalah peningkatan permintaan minyak sawit sebagai bahan baku oleh industri pangan, oleokimia dan biofuel (biodiesel) di Amerika Serikat. Peningkatan pangsa konsumsi minyak sawit tersebut menunjukkan adanya persaingan ketat dengan minyak kedelai yang merupakan minyak nabati yang dihasilkan di dalam negeri.

Demikian juga, volume impor minyak nabati Amerika Serikat mengalami peningkatan. Laju  peningkatan volume impor minyak nabati Amerika Serikat yakni 9.1 persen per tahun atau meningkat dari 1.28 juta ton tahun 2001 menjadi 4.95 juta ton tahun 2018. Berdasarkan pangsa impornya, minyak nabati yang diimpor oleh Amerika Serikat adalah minyak rapeseed (33 persen), minyak sawit (26 persen), minyak kelapa (23 persen), minyak zaitun (8 persen), minyak bunga matahari (2 persen) dan minyak kedelai (3 persen)

Peningkatan pangsa minyak sawit baik dalam struktur impor dan konsumsi minyak nabati AS, serta adanya persaingan antara minyak kedelai dan minyak sawit di pasar AS menyebabkan kekhawtiran pemerintah Amerika Serikat. Kekhawatiran ini tampaknya membuat Amerika Serikat lebih protektif pada minyak sawit dibandingkan minyak sawit, hal ini dilakukan untuk melindungi industri minyak kedelai Amerika Serikat.

Minyak Sawit Dalam Impor Dan Konsumsi Minyak Nabati China – Jurnal PASPI Nomor 19 Tahun 2019

China merupakan negara dengan tingkat konsumsi minyak nabati terbesar di dunia dengan dengan rata-rata pertumbuhannya sebesar 6 persen per tahun. Konsumsi minyak nabati tahun 2018 sebesar 36.81 juta ton atau konsumsi per kapitanya mencapai 25.92 kilogram/orang/tahun. Tingginya tingkat konsumsi ini didorong oleh besarnya populasi penduduk China, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan perkembangan industri domestik. Implikasinya adalah Produksi minyak nabati China mengalami peningkatan lebih dari dua kali selama periode tahun 2001-2018 dengan pertumbuhan sebesar 5.3 persen per tahun.

Besarnya laju konsumsi dibandingkan dengan laju produksi menciptakan widening gap. Untuk menutupi kesenjangan tersebut, maka pemerintah China mengimpor minyak nabati. Volume impor minyak nabati China mengalami peningkatan dengan laju sebesar 12 persen per tahun. Minyak nabati yang diimpor adalah minyak nabati yang diproduksi di dalam negeri (minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak bunga matahari) maupun minyak nabati yang tidak diproduksi seperti minyak sawit.

Minyak sawit adalah minyak nabati yang paling banyak diimpor oleh China dengan pangsa sebesar 62 persen dan volumenya terus meningkat sebesar 9 persen per tahun selama periode 2001-2018. Namun, pangsa impor minyak sawit mengalami penurunan artinya penurunan ketergantungan impor China terhadap minyak sawit. Hal ini disebabkan karena diberlakukannya kebijakan promosi produksi domestik dan proteksi impor serta semakin banyaknya jenis minyak nabati yang diimpor China.

Meskipun pangsa impor minyak sawit mengalami penurunan, namun potensi minyak sawit di pasar China masih cerah karena konsumsinya akan terus meningkat. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya jumlah penduduk yang harus dipenuhi kebutuhannya baik pangan maupun non pangan, potensi pasar biodiesel sawit China serta penurunan volume impor minyak kedelai sebagai dampak dari trade war antara China dan Amerika Serikat.

Share
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x