Abstrak
Implikasi dari kebijakan proteksionime perdagangan Uni Eropa yang cenderung mendiskriminasi minyak sawit (RED II ILUC, deforestation-free, European Green Deal), membuat Indonesia dan negara produsen minyak sawit lainnya harus melakukan upaya mitigasi, salah satunya adalah diversifikasi pasar ekspor. Kawasan Asia merupakan pusat pertumbuhan konsumsi minyak sawit, dengan pangsa konsumsi 6 kali lipat dari pangsa konsumsi Uni Eropa dan juga diperkirakan menjadi pusat ekonomi dunia menuju 2050 sehingga berpotensi besar menjadi pusat pertumbuhan produksi dan konsumsi minyak sawit dunia yang dapat menggantikan pasar Uni Eropa.
Key Takeaways
- Dari segi produksi minyak sawit, kawasan ASEAN merupakan kawasan yang memproduksi sekitar 87-89 persen minyak sawit dunia. Mengingat minyak sawit merupakan minyak nabati terbesar dunia, artinya ASEAN secara kolektif dapat berperan lebih signifikan dalam pasar minyak sawit dunia.
- Kawasan Asia merupakan kawasan pertumbuhan konsumsi minyak sawit dunia. Sekitar 60 persen konsumsi minyak sawit dunia terjadi di kawasan Asia. Pangsa konsumsi minyak sawit Asia tersebut 6 kali lipat dari pangsa konsumsi Uni Eropa. Sehingga Uni Eropa tidak lagi penting sebagai pasar minyak sawit dunia.
- Kawasan Asia juga diperkirakan menjadi pusat ekonomi dunia menuju 2050. Pertumbuhan pendapatan yang terjadi pada 50 persen penduduk di kawasan Asia, akan menjadikan kawasan Asia sebagai pusat pertumbuhan produksi dan konsumsi minyak sawit dunia. Hal ini menunjukkan bahwa pasar minyak sawit Uni Eropa dan Amerika Utara akan digantikan dengan pasar Asia.
Pendahuluan – Konsumsi Minyak Sawit Dunia
Kawasan Uni Eropa tampaknya hanya menjadi masa lalu sebagai tujuan pasar minyak sawit. Pangsa Uni Eropa dalam total konsumsi minyak sawit dunia berada pada tren yang menurun dan akan terus menurun. Volume impor minyak sawit Uni Eropa telah turun dari sekitar 7.4 juta ton tahun 2015 menjadi 6.9 juta ton tahun 2021. Pangsa Uni Eropa dalam total impor minyak sawit dunia juga menunjukkan tren penurunan yakni dari sekitar 17 persen menjadi 14 persen pada periode tahun tersebut.
Tren penurunan konsumsi minyak sawit Uni Eropa tersebut juga disertai dengan meningkatnya ketidakpastian (uncertainty) perdagangan yang bersumber dari berbagai kebijakan non-tariff barrier yang diimplementasikan oleh pemerintah Uni Eropa. Kebijakan RED I, RED II ILUC, kebijakan anti deforestasi (deforestation–free), European Green Deal, dan kebijakan lainnya telah meningkatkan risiko perdagangan minyak sawit ke pasar Uni Eropa (PASPI Monitor, 2022). Selain itu, dengan tingkat pendapatan per kapita Uni Eropa yang sudah tinggi, maka perilaku ekonomi yang ditunjukan dengan konsumsi per kapita minyak nabati juga akan semakin inelastis. Pertumbuhan pendapatan tidak lagi meningkatkan konsumsi minyak nabati secara signifikan. Oleh karena itu, Indonesia tidak perlu terlalu menguras energi membujuk Uni Eropa untuk melonggarkan kebijakan yang cenderung mendiskriminasi sawit tersebut. Lupakan Uni Eropa, karena Uni Eropa tinggal masa lalu.
Kawasan Asia merupakan pusat pertumbuhan konsumsi minyak sawit ke depan yang patut dicurahkan perhatian. Kawasan Asia yang ditempati lebih dari 50 persen penduduk dunia dan mencakup lebih dari 60 persen ekonomi dunia. Artinya kawasan tersebut merupakan pasar utama minyak sawit saat ini dan ke depan.
Artikel ini akan mendiskusikan peranan kawasan Asia dalam konsumsi maupun produksi minyak sawit. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi berkaitan dengan implikasinya bagi industri sawit Indonesia ke depan.
ASEAN SENTRA PRODUKSI MINYAK SAWIT DUNIA
Selama periode tahun 2010-2021, produksi minyak sawit dunia (CPO) telah meningkat dari 49 juta ton tahun 2010 menjadi sekitar 75 juta ton tahun 2021. Hal ini berarti dalam 10 tahun terakhir, telah terjadi penambahan sekitar 27 juta ton atau sekitar 2.7 juta ton per tahun.
Hal yang menarik adalah kawasan Asia merupakan sentra utama produksi minyak sawit dunia. Sekitar 87-89 persen produksi minyak sawit dunia dihasilkan dari kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations/ASEAN (Gambar 1). Empat negara produsen minyak sawit dari ASEAN adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Selain ASEAN, negara-negara produsen minyak sawit di kawasan Asia Tenggara tersebut juga tergabung dalam organisasi lainnya seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan Council of Palm oil Producing Countries (CPOPC), dimana secara kolektif dapat memainkan peran yang lebih signifikan dalam penyediaan minyak nabati baik di kawasan Asia maupun dunia. ASEAN sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia sekaligus produsen terbesar minyak nabati dunia, tidak hanya berperan pada pemenuhan kebutuhan oleofood complex dunia, tetapi juga dalam oleochemical complex maupun bioenergy/biofuel complex dunia. Banyak sektor sektor ekonomi di setiap negara yang tergantung pada minyak sawit yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN (Shigetomi et al., 2020).
ASIA PUSAT PERTUMBUHAN KONSUMSI MINYAK SAWIT DUNIA
Selain sebagai sentra produksi minyak sawit terbesar dunia, kawasan ASEAN juga merupakan kawasan konsumen minyak sawit yang cukup besar. Kawasan ASEAN merupakan kawasan yang mengkonsumsi sekitar 30 persen minyak sawit dunia (Tabel 2). Pangsa konsumsi minyak sawit di kawasan ASEAN juga bertumbuh pesat. Pada tahun 2010, pangsa ASEAN baru sekitar 26 persen dari total konsumsi minyak sawit dunia kemudian mengalami peningkatan menjadi sekitar 33 persen pada tahun 2021.
Peningkatan konsumsi minyak sawit ASEAN tersebut terjadi baik secara absolut maupun relatif membuktikan bahwa ASEAN juga tidak terlalu tergantung pada pasar di luar kawasan ASEAN. Pertumbuhan pangsa konsumsi minyak sawit ASEAN tersebut mencerminkan peningkatan kemandirian ASEAN sebagai produsen utama minyak sawit dunia.
Jika dibandingkan dengan konsumsi minyak sawit Uni Eropa yang hanya sekitar 10 persen dari total konsumsi minyak sawit, tampak jelas bahwa konsumsi tersebut jauh lebih kecil dibandingkan konsumsi minyak sawit ASEAN yang mencapai 33 persen dari total konsumsi minyak sawit dunia. Dengan kata lain, pasar Uni Eropa hanyalah sepertiga dari pasar minyak sawit ASEAN, sehingga negara-negara produsen minyak sawit di kawasan ASEAN tak perlu menguras tenaga untuk memperjuangkan pasar Uni Eropa.
Pasar minyak sawit Uni Eropa menjadi semakin kecil apalagi jika dibandingkan pasar minyak sawit kawasan Asia. Kawasan Asia yang mencakup kawasan ASEAN, beserta negara lainnya di kawasan Asia utama seperti India, China, Pakistan dan Bangladesh, telah mencakup sekitar 60 persen dari total konsumsi minyak sawit dunia. Tidak hanya besar, tetapi juga konsumsi minyak sawitnya juga bertumbuh relatif cepat. Secara absolut, konsumsi minyak sawit kawasan Asia naik dari sekitar 26 juta ton tahun 2010 menjadi 45 juta ton tahun 2021. Secara relatif pangsa konsumsi minyak sawit kawasan Asia naik dari sekitar 58 persen menjadi 62 persen pada periode yang sama.
Minyak sawit menjadi salah satu minyak nabati penting di India (Mehta, 2020), di Pakistan (Janmohammed, 2020), di China (Derong, 2020) dan juga negara Asia lainnya. Negara-negara Asia tersebut tidak hanya sekadar sebagai importir, tetapi juga menikmati “kue ekonomi” yang tercipta dari kegiatan hilirisasi sawit yang terjadi di negara yang bersangkutan (Europe Economics 2016, PASPI Monitor, 2021a,b). Sehingga antar negara importir minyak sawit Asia dengan negara-negara produsen minyak sawit Asia dapat hidup secara simbiosis mutualisme.
Menuju tahun 2050, pasar Asia tersebut akan makin bertumbuh dan besar. Lebih dari 50 persen ekonomi dunia akan berada di kawasan Asia. Tiga negara Asia yakni China, India, dan Indonesia akan tampil menjadi ekonomi terbesar dunia. Artinya dalam waktu kurang lebih hanya satu siklus produksi (life span) kelapa sawit ke depan, lebih dari 50 persen ekonomi dunia akan berada di tiga negara Asia tersebut.
Biasanya peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah ke menengah atau dari berpendapatan menengah ke berpendapatan tinggi, akan diikuti pertumbuhan konsumsi minyak sawit baik dalam bentuk produk oleofood, oleokimia maupun biofuel/bioenergi (Kojima et al., 2016, Parcell et al., 2018). Hal ini berarti pasar minyak sawit di kawasan Asia akan bertumbuh cepat dan lebih cepat dari masa sebelumnya baik akibat pertumbuhan jumlah penduduk, perubahan komposisi penduduk, maupun pertumbuhan ekonomi.
Menyongsong masa depan pasar minyak sawit Asia yang demikian, Indonesia dan negara produsen minyak sawit di kawasan ASEAN lebih baik mencurahkan energinya untuk membangun kerjasama atau kemitraan di kawasan Asia. Kerjasama poros ekonomi ASEAN-China-India (ACI), khususnya pada minyak sawit, jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan menghabiskan energi untuk menghadapi Uni Eropa yang rewel dan mau menang sendiri.
Dari aspek sustainability lingkungan yakni indikator emisi karbon dioksida, pengangkutan minyak sawit ke kawasan Asia yang jaraknya lebih dekat dengan negara-negara produsen minyak sawit di ASEAN, umumnya akan lebih menghemat emisi dibandingkan dengan pengangkutan minyak sawit ke daratan Eropa.
Kesimpulan
Dari segi produksi minyak sawit, kawasan ASEAN merupakan kawasan yang memproduksi sekitar 87-89 persen minyak sawit dunia. Mengingat minyak sawit merupakan minyak nabati terbesar dunia, artinya ASEAN secara kolektif dapat berperan lebih signifikan dalam pasar minyak sawit dunia.
Kawasan Asia merupakan kawasan pertumbuhan konsumsi minyak sawit dunia. Sekitar 60 persen konsumsi minyak sawit dunia terjadi di kawasan Asia. Pangsa konsumsi minyak sawit Asia tersebut 6 kali lipat dari pangsa konsumsi Uni Eropa. Sehingga Uni Eropa tidak lagi penting sebagai pasar minyak sawit dunia.
Kawasan Asia juga diperkirakan menjadi pusat ekonomi dunia menuju 2050. Pertumbuhan pendapatan yang terjadi pada 50 persen penduduk di kawasan Asia, akan menjadikan kawasan Asia sebagai pusat pertumbuhan produksi dan konsumsi minyak sawit dunia. Hal ini menunjukkan bahwa pasar minyak sawit Uni Eropa dan Amerika Utara akan digantikan dengan pasar Asia.
Daftar Pustaka
- Derong C. 2020. Market Recovery Outlook for China Vegetable Oil Market Post COVID-19. Dipresentasikan pada Virtual Indonesia Palm Oil Conferences 2020 – New Normal tanggal 2-3 Desember 2020.
- European Economics. 2016. The Downstream Economic Impacts of Palm Oil Exports. Available on: The Downstream Economic Impacts of Palm Oil Exports
- FAO-OECD. 2015. Agricultural Outlook 2015. Available on: Agricultural Outlook 2015
- Janmohammed R. 2020. Vegetable Oil Market Outlook in Pakistan. Dipresentasikan pada Virtual Indonesia Palm Oil Conferences 2020 – New Normal, in December 2-3, 2020.
- Kojima Y, Parcell J, Cain J. 2016. A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use. Available on: A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use
- Mehta BV. 2020. Palm Oil Market in India: Update on Covid-19 Impact. Dipresentasikan pada Virtual Indonesia Palm Oil Conferences 2020 – New Normal, tanggal 2-3 Desember 2020.
- Morgan N. 1993. World Vegetables Oil Consumption Expands and Diversifies. Food Review. 16(2). DOI: 10.22004/ag.econ.266114
- Oil World. 2015. Oil World Statistic. ISTA Mielke GmBh. Hamburg.
- Parcell J, Kojima Y, Roach A, Cain W. 2018. Global Edible Vegetable Oil Market Trens. Journal of Scientific and Technical Research. 2(1): 2282-2291.
- PASPI Monitor. 2021a. Palm Oil Creates Job Opportunities in Importir Countries. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(2): 289-292.
- PASPI Monitor. 2021b. Income Generating on Palm Oil Downstream in Importir Countries. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(3): 293- 298.
- PASPI Monitor. 2022. Response to The EU’s Anti-Deforestation Policy on Palm Oil. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(21): 721-726.
- Santeramo FG. 2017. Cross-Price Elasticity for Oils and Fats in EU and USA. Available on: Cross-Price Elasticity for Oils and Fats in EU and USA
- Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10:206-224.
FAQ (Frequently Asked Question)
Apakah ASEAN merupakan sentra produksi minyak sawit dunia?
Ya, kawasan Asia merupakan sentra utama produksi minyak sawit dunia dan sekitar 87-89 persen produksi minyak sawit dunia dihasilkan dari kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Pelajari Lebih Lanjut
Negara mana saja di ASEAN yang menjadi produsen minyak sawit utama?
Empat negara produsen minyak sawit utama di ASEAN adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Pelajari Lebih Lanjut
Bagaimana perkembangan produksi minyak sawit dunia dari tahun 2010 hingga 2021?
Selama periode tahun 2010-2021, produksi minyak sawit dunia (CPO) telah meningkat dari 49 juta ton tahun 2010 menjadi sekitar 75 juta ton tahun 2021. Hal ini berarti dalam 10 tahun terakhir, telah terjadi penambahan sekitar 27 juta ton atau sekitar 2.7 juta ton per tahun. Pelajari Lebih Lanjut
Apakah ASEAN juga merupakan kawasan konsumen minyak sawit yang cukup besar?
Ya, kawasan ASEAN juga merupakan kawasan konsumen minyak sawit yang cukup besar dan mengkonsumsi sekitar 30 persen minyak sawit dunia. Pangsa konsumsi minyak sawit di kawasan ASEAN juga bertumbuh pesat dari 26 persen pada tahun 2010 menjadi 33 persen pada tahun 2021. Pelajari Lebih Lanjut
Apakah konsumsi minyak sawit ASEAN lebih besar dibandingkan konsumsi minyak sawit Uni Eropa?
Ya, jika dibandingkan dengan konsumsi minyak sawit Uni Eropa yang hanya sekitar 10 persen dari total konsumsi minyak sawit, tampak jelas bahwa konsumsi minyak sawit ASEAN lebih besar yaitu mencapai 33 persen dari total konsumsi minyak sawit dunia. Pelajari Lebih Lanjut