Back to Top
Rating & Comment

[Jurnal 2023] MANDATORI B35/B40 SEBAGAI KEBIJAKAN MERESPON RESESI EKONOMI GLOBAL

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Jurnal
CITE THIS JOURNAL ARTICLE

Abstract

Mandatori B35/B40 merupakan solusi yang dapat dilakukan Indonesia untuk menghadapi melemahnya demand minyak sawit global tahun 2023. Hal tersebut sebagai dampak dari disrupsi permintaan khususnya yang terjadi di negara importir minyak sawit yang disebabkan oleh resesi ekonomi, pulihnya stok minyak sawit, dan kebijakan deforestation-free. Selain mengatasi potensi penurunan harga minyak sawit dunia dan TBS akibat melemahnya demand global, implementasi mandatori B35/B40 juga akan menghasilkan manfaat yang lebih besar dalam penurunan ketergantungan penggunaan solar fosil impor, penghematan devisa solar impor, pembangunan ekonomi, dan penurunan emisi GRK.

Key Takeaways

  • Mandatori B35/B40 merupakan solusi mengatasi disrupsi permintaan minyak sawit global tahun 2023 yang timbul akibat resesi ekonomi global, pulihnya stok minyak sawit dunia, dan kebijakan deforestation-free.
  • Implementasi mandatori B35/B40 di Indonesia akan menstabilkan harga minyak sawit dunia dan TBS petani sawit sehingga harganya tidak jatuh terlalu dalam.
  • Manfaat yang diciptakan akibat implementasi mandatori B35/B40 juga akan lebih besar dibandingkan mandatori B30 yakni dalam menurunkan ketergantungan solar fosil impor, menghemat devisa impor, meningkatkan perekonomian, dan menurunkan emisi GRK.

Apa itu Mandatori B35/B40 ?

Mandatori B35 atau B40 adalah kebijakan pengembangan biodiesel sawit untuk mensubsitusi penggunaan solar fosil, yakni dengan mencampurkan sebesar 35 persen atau 40 persen biodiesel sawit dan sisanya solar fosil.

Pendahuluan

Akankah Indonesia terseret pada jurang resesi ekonomi global 2023? Pertanyaan ini mengemuka setelah World Bank mempublikasikan laporan terbarunya yang berjudul “Global Economic Prospect” pada awal Januari 2023. Laporan tersebut menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 diperkirakan hanya sekitar 1.7 persen. Angka prediksi tersebut jauh lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang diestimasikan sebesar 2.9 persen.

Perekonomian dunia pada tahun 2023 berpotensi besar mengalami resesi ekonomi global. Berbagai lembaga internasional menyebut bahwa perekonomian dunia tahun 2023 mengalami perfect storm yang dipicu oleh kombinasi 5-C yakni Covid-19, Cost of living yang meningkat, Commodity price, Conflict of Russian-Ukrania, dan Climate change.

Resesi ekonomi dunia khususnya yang dialami negara-negara importir minyak sawit berarti juga penurunan pendapatan negara konsumen minyak sawit dunia. Penurunan pendapatan tersebut disertai pula peningkatan cost of living akibat tingginya inflasi sehingga secara keseluruhan akan ditransmisikan dalam penurunan daya beli minyak sawit maupun minyak nabati lain. Ditambah dengan stok minyak sawit di negara-negara importir sawit dunia yang telah mencapai level sebelum pandemi Covid-19, maka kondisi ini secara simultan akan ditransmisikan dalam penurunan permintaan minyak sawit dunia.

Di Pihak lain, produksi minyak nabati dunia termasuk minyak sawit diperkirakan mengalami meningkat sekitar 3-5 persen dari tahun 2022.  Hal tersebut akan membawa pasar minyak sawit dunia tahun 2023 cenderung over supply sehingga berpotensi membuat tren penurunan harga minyak sawit dunia.

Untuk mencegah penurunan harga minyak sawit yang terlalu dalam, peningkatan penyerapan minyak sawit di dalam negeri menjadi pilihan yang tersedia. Oleh karena itu, peningkatan mandatori biodiesel dari B30 menjadi B35 bahkan B40 menjadi strategi yang sangat penting dilakukan.

Tulisan ini mendiskusikan urgensi peningkatan mandatori biodiesel di Indonesia dari B30 ke B35 atau bahkan B40. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan terkait potensi manfaat yang diperoleh Indonesia dengan perluasan mandatori biodiesel tersebut.

MANDATORI B35/B40 SEBAGAI SOLUSI ATASI DISRUPSI PERMINTAAN MINYAK SAWIT GLOBAL

Dalam menghadapi tahun 2023, industri sawit nasional menghadapi sejumlah disrupsi permintaan dari pasar dunia. Tiga diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut.

Pertama, Penurunan Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan Negara-Negara Importir Sawit

Industri sawit yang sebagian besar produksinya ditujukan untuk pasar dunia (ekspor) akan menghadapi penurunan daya beli secara internasional. Penurunan pertumbuhan ekonomi yang menurun dan meningkatnya cost of living di negara-negara konsumen minyak sawit dunia (Tabel 1) akan berdampak pada penurunan konsumsi minyak sawit dan impor minyak sawit global.

Tabel 1 . Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Konsumen Minyak Sawit Dunia Tahun

2023

Countries2020*2021*2022e*2023f*2024f*
EU-6.15.33.301.6
USA-2.85.91.90.51.6
India-.6.8.76.96.66.1
China2.28.12.74.35
Russia-2.74.8-3.6-3.31.6
Pakistan-0.95.7623.2
Sub-Sahara Africa-24.33.43.63.9
Middle East & North Africa-3.63.75.73.52.7
Indonesia-2.13.75.24.84.9
World-3.25.92.91.72.7
*Pertumbuhan GDP (%) | Sumber : World Bank 2023

Kawasan Uni Eropa, India, dan China sebagai kawasan yang ditempati oleh separuh populasi penduduk dunia merupakan pasar utama minyak sawit. Pada tahun 2022 dan 2023, kawasan tersebut diperkirakan akan mengalami pelemahan daya beli per kapita akibat kombinasi dari resesi dan inflasi tinggi.

Kawasan Uni Eropa tahun 2021 masih menikmati pertumbuhan ekonomi sebesar 5.3 persen, namun pertumbuhan ekonominya mengalami penurunan menjadi 3.3 persen. Bahkan tren penurunan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut dan semakin anjlok, dimana perekonomian Uni Eropa diperkirakan tidak mengalami pertumbuhan pada tahun 2023.

Meskipun tidak seburuk kawasan Eropa, ekonomi India juga diperkirakan mengalami penurunan pertumbuhan dari sekitar 8.7 persen tahun 2021 menjadi 6.9 persen tahun 2022 dan 6.6 persen tahun 2023. Demikian juga dengan ekonomi China yang diperkirakan juga mengalami penurunan secara signifikan yakni dari 8.1 persen tahun 2021 menjadi 2.7 persen tahun 2022. Namun perekonomian China diperkirakan kembali pulih dengan mencatat pertumbuhan positif menjadi 4.3 persen tahun 2023.

Kawasan emerging market bagi industri sawit yakni kawasan Sub-Sahara Africa dan Middle East and North Africa. Kedua kawasan tersebut merupakan negara dengan berpendapatan relatif rendah, diperkirakan juga mengalami penurunan daya beli pada tahun 2023, termasuk penurunan daya beli minyak sawit.Laporan International Monetary Fund (2022) menyebutkan bahwa kedua kawasan ini selain diperkirakan mengalami resesi ekonomi, tetapi juga akan mengalami laju inflasi yang relatif tinggi bahkan tertinggi dibandingkan kawasan lain. Inflasi tahun 2023 di kawasan Sub-Sahara Africa diperkirakan mencapai 11.9 persen dan di kawasan Middle East and North Africa mencapai 12.4 persen. Inflasi yang tinggi akan semakin menggerus daya beli secara signifikan dan berdampak pada penurunan konsumsi minyak sawit (PASPI Monitor, 2022e).

Kedua, Pulihnya Stok Minyak Sawit Negara-Negara Importir Minyak Sawit Dunia.

Relaksasi ekspor minyak sawit yang terlalu agresif yang dilakukan produsen sawit dunia, khususnya Indonesia, selama periode Semester 2 tahun 2022 lalu, telah memulihkan level stok minyak sawit importir minyak sawit dunia ke level sebelum pandemi Covid-19 (Gambar 1).

Rata-rata volume stok minyak sawit di negara-negara importir pada tahun 2019 masih sekitar 2.09 juta ton dan terus menurun menjadi sekitar 1.59 juta ton pada tahun 2020. Disrupsi supply (PASPI Monitor, 2022b) yang belum pulih akibat pandemi Covid-19 menyebabkan rata-rata stok minyak sawit di negara impor terus menurun menjadi 1.34 juta ton tahun 2021. Penurunan volume stok minyak sawit terus terjadi hingga pertengahan tahun 2022 yakni sebesar 955 ribu ton.

Figure 1. Fluctuations of Palm Oil Stocks in Palm Oil Importing Countries China India Bangladesh Pakistan and the United States of America in 2019–2022
Gambar 1. Perkembangan Stok Minyak Sawit di Negara Importir Minyak Sawit Dunia (China, India, Bangladesh, Pakistan, Amerika Serikat) Periode Tahun 2019-2022 (Sumber: MOPC, 2023)

Anjloknya volume stok minyak sawit di negara importir menciptakan excess demand minyak sawit dunia. Kondisi ini menyebabkan peningkatan harga minyak sawit dunia. Harga minyak sawit dunia (CIFF Rotterdam) mengalami peningkatan dari USD 566 per ton pada tahun 2019 menjadi USD 1,550 per ton pada Semester 1-2022.Pasca pencabutan moratorium ekspor produk sawit, Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan Flush Out dan penghapusan pungutan ekspor (PASPI, 2023) untuk mendorong ekspor. Hal ini berimplikasi pada peningkatan stok minyak sawit di negara importir dengan rata-rata volume sebesar 1.64 juta ton periode Agustus-November 2022. Pemulihan stok minyak sawit tersebut mengurangi permintaan minyak sawit dunia sehingga menurunkan harga minyak sawit dunia.

Ketiga, Kebijakan Deforestation-Free di Negara Importir Minyak Sawit.

Ekspor minyak sawit dan produk sawit Indonesia akan dihadapkan pada proteksionisme gaya baru dengan diberlakukannya kebijakan Deforestation-Free Supply Chain di Uni Eropa, FOREST Act di Amerika Serikat, dan UK Environment Act di Inggris (PASPI Monitor, 2022c). Ketiga kebijakan deforestation-free tersebut diberlakukan pada tahun 2023 dan berpotensi menurunkan permintaan minyak sawit di ketiga kawasan tersebut. Prediksi tersebut sesuai dengan kondisi pasar Uni Eropa saat ini, dimana demand sawit menurun akibat banyaknya kebijakan anti-sawit yang berlaku di kawasan negara tersebut (Fry, 2022; PASPI, 2023).

Meskipun ketiga negara tersebut bukan menjadi pasar utama ekspor sawit Indonesia ditunjukkan dengan pangsanya yang hanya sekitar 20 persen dari total devisa ekspor sawit yang diperoleh Indonesia tahun 2021 (PASPI Monitor, 2022c), namun kebijakan deforestation-free tersebut berpotensi besar mengancam eksistensi industri sawit global. Kebijakan “deforestationfree” tersebut dapat menular ke negara/kawasan lain yang berdampak pada rusaknya citra minyak sawit sehingga menyebabkan penurunan permintaan minyak sawit global.

Ketiga faktor penyebab disrupsi permintaan minyak sawit menyebabkan penurunan konsumsi minyak sawit dunia dan peningkatan stok minyak sawit global. Akibatnya pasar minyak sawit dunia akan mengalami excess supply minyak sawit dunia yang berpotensi menurunkan harga minyak sawit dunia pada tahun 2023. Penurunan harga minyak sawit tahun 2023 juga diperkirakan berada pada level lebih rendah dibandingkan tahun 2022.

Penurunan harga minyak sawit di pasar global tersebut kemudian akan ditransmisikan pada penurunan harga TBS petani sawit. Kondisi ini tentu saja berpotensi mengancam kesejahteraan petani maupun masyarakat secara umum, mengingat perkebunan kelapa sawit merupakan lokomotif ekonomi daerah (PASPI Monitor, 2020).

Oleh karena itu, untuk mencegah penurunan harga minyak sawit global yang terlalu dalam, maka dibutuhkan strategi untuk meningkatkan penyerapan minyak sawit di dalam negeri. Sebagai produsen sekaligus konsumen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia dapat memainkan peran penting untuk menjalankan strategi tersebut. Strategi yang dimaksud melalui peningkatan blending rate biodiesel yakni dari mandatori B30 menjadi mandatori B35 atau bahkan mandatori B40.

Mengingat urgensi dari perluasan mandatori biodiesel di Indonesia ditengah disrupsi permintaan minyak sawit global, maka implementasi mandatori B35 dan mandatori B40 dapat dilakukan secara simultan pada tahun 2023. Mandatori B35 dapat terlebih dahulu diimplementasikan pada semester 1 tahun 2023. Sedangkan mandatori B40 dapat dilaksanakan setelahnya yakni pada semester 2 tahun 2023.

MULTIMANFAAT PENINGKATAN MANDATORI B35/B40

Peningkatan blending rate biodiesel dari mandatori B30 menjadi B35 bahkan B40 menjadi strategi pengelolaan pasar minyak sawit domestik. Mandatori B35 adalah kebijakan pengembangan biodiesel sawit untuk mensubstitusi penggunaan solar fosil, yakni dengan mencampurkan sebesar 35 persen biodiesel sawit dan 65 persen solar fosil. Kebijakan mandatori B40 adalah kebijakan pengembangan biodiesel yang mencampurkan 40 persen biodiesel sawit dan 60 persen solar fosil. Dengan meningkatnya blending rate biodiesel menjadi 35 persen atau 40 persen akan menaikkan konsumsi minyak sawit di dalam negeri

Kementerian ESDM (2023) menyebutkan target penyaluran biodiesel pada program mandatori B35 sebesar 13.15 juta kilo liter dan sekitar 15 juta kilo liter untuk mandatori B40. Dengan volume target tersebut, maka volume minyak sawit (CPO) yang diserap oleh industri biodiesel diperkirakan mencapai 14.8 juta ton CPO pada mandatori B35 dan 16.9 juta ton CPO pada mandatori B40. Volume penyerapan minyak sawit tersebut lebih tinggi dibandingkan penyerapan saat mandatori B30 yakni sebesar 7.2 juta ton tahun 2020, 7.3 juta ton tahun 2021, dan 8.8 juta ton tahun 2022 (GAPKI, 2023).

Besarnya konsumsi minyak sawit domestik yang dialokasikan untuk menyukseskan kebijakan mandatori B35 bahkan B40 akan menurunkan ekspor minyak sawit Indonesia ke pasar dunia. Sehingga stok minyak sawit di pasar dunia relatif stabil sehingga dapat menciptakan excess demand. Implikasinya adalah peningkatan harga minyak sawit global yang kemudian akan ditransmisikan ke harga TBS petani sawit yang juga akan ikut meningkat.

Strategi ini terbukti berhasil yang ditunjukkan dengan implementasi program mandatori B30 di Indonesia pada tahun 2020 sebagai game changer demand global yang mendongkrak harga minyak sawit dunia. Harga minyak sawit dunia tahun 2020 meningkat sekitar 25 persen dibandingkan tahun 2019 dan tren peningkatan harga tersebut terus berlanjut tumbuh sekitar 36 persen selama implementasi mandatori B30 periode 2020-2022.

Demikian juga dengan harga TBS petani sawit yang mengalami peningkatan mengikuti pergerakan harga minyak sawit dunia. Data APKASINDO menunjukkan bahwa harga TBS petani sawit pasca implementasi mandatori B30 meningkat menjadi Rp 1,800-2,550 per kilogram, atau lebih tinggi dibandingkan tingkat harga pada tahun-tahun sebelumnya yang berkisar Rp 700-1,200 per kilogram.

Selain menjadi instrumen pengelolaan pasar minyak sawit dalam negeri, pengembangan biodiesel sawit yang didukung kebijakan mandatori memiliki tiga tujuan utama. Tujuan pengembangan biodiesel yang dimaksud yakni pengurangan ketergantungan pada energi fosil (terutama impor), mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dan pembangunan pedesaan (Sipayung, 2018).Ketiga tujuan pengembangan biodiesel tersebut telah tercapai bahkan menghasilkan multimanfaat yang semakin besar dan terus meningkat seiring dengan peningkatan blending rate biodiesel sawit (PASPI Monitor, 2021). Berikut multimanfaat yang diperkirakan tercipta akibat implementasi mandatori B30/B45 di Indonesia pada tahun 2023.

Pertama, Penurunan Ketergantungan Penggunaan Solar Fosil Impor.

Pencampuran antara solar dengan biodiesel mampu mengurangi tekananan penurunan pasokan minyak bumi, meningkatkan energy security, dan mengurangi ketergantungan pada impor solar (Jafaar et al., 2010). Dengan diimplementasikannya kebijakan mandatori biodiesel di Indonesia yang semakin intensif berdampak signifikan pada pengurangan ketergantungan impor solar fosil (Gambar 2).

Mandatori B35
Gambar 2. Mandatori B35/B40 Semakin Memperbesar Pengurangan Ketergantungan Solar Fosil Impor (Sumber: Kementerian ESDM, Data diolah PASPI, 2022)

Selama periode tahun 2011-2021, konsumsi biodiesel domestik meningkat dari 359 ribu kilo liter menjadi 8.4 juta kilo liter. Peningkatan konsumsi biodiesel sawit tersebut berdampak pada pengurangan penggunaan solar fosil di dalam negeri yakni dari 33.5 juta kilo liter menjadi 27.6 juta kilo liter. Penurunan penggunaan solar fosil di dalam negeri tersebut juga menyebabkan penurunan ketergantungan solar impor yang cukup signifikan yakni dari 41 persen menjadi 10 persen pada periode tahun tersebut. Diperkirakan implementasi B30 pada tahun 2022 juga semakin menurunkan ketergantungan solar fosil impor.

Dengan mengasumsikan konsumsi biodiesel domestik sama dengan target penyaluran biodiesel yang telah ditetapkan oleh Kementerian ESDM, maka konsumsi biodiesel pada mandatori B35 dan B40 pada tahun 2023 berturut-turut sebesar 13.15 juta kiloliter dan 15 juta kilo liter. Kementerian ESDM juga menyebutkan bahwa konsumsi solar fosil tahun 2023 sebesar 37.5 juta ton. Artinya konsumsi biodiesel domestik pada mandatori B35 dan B40 semakin menurunkan ketergantungan solar fosil impor menjadi 7 persen.

Kedua, Penghematan Devisa Solar Impor.

Penurunan ketergantungan solar fosil impor akibat implementasi mandatori biodiesel tersebut juga secara langsung berdampak pada penghematan devisa untuk impor solar fosil. Selama periode tahun 2015-2021, penghematan devisa mengalami peningkatan dari USD 0.34 miliar menjadi USD 4.61 miliar.

Devisa impor yang berhasil dihemat akibat mandatori B30 tahun 2022 juga mengalami peningkatan diperkirakan menjadi USD 8.21 miliar. Demikian juga diperkirakan penghematan devisa semakin besar seiring dengan meningkatnya blending rate biodiesel. Implementasi mandatori B35 akan menghemat devisa solar impor sebesar USD 10.75 miliar. Devisa solar impor yang berhasil dihemat juga semakin besar menjadi USD 13.48 miliar pada mandatori B40.

Figure 3. Mandatory B35 B40 Increases Foreign Exchange Savings on Fossil Diesel Imports
Gambar 3. Mandatori B35/B40 Semakin Meningkatkan Penghematan Devisa Impor Solar Fosil (Sumber: Sipayung, 2018; Kementerian ESDM, Data diolah PASPI, 2022)

Penghematan devisa solar impor akibat biodiesel sawit memiliki manfaat dalam perbaikan neraca migas Indonesia yang selalu defisit. Implementasi mandatori B30 mampu memperkecil defisit neraca migas tahun 2020 dan 2021 (PASPI Monitor, 2022a). Neraca migas tanpa B30 mengalami defisit sebesar USD 8.6 miliar dan USD 18.2 miliar. Sedangkan defisit neraca migas dengan B30 mengalami penurunan meskipun tetap defisit yakni menjadi USD 5.9 miliar dan USD 13.3 miliar. Hal ini juga mengindikasikan seiring dengan meningkatnya blending rate menjadi B35/B40, maka akan semakin mengurangi beban defisit neraca migas Indonesia.

Ketiga, Pembangunan Ekonomi Daerah.

Manfaat ekonomi lain dari pengembangan biodiesel berbasis sawit tersebut adalah peningkatan nilai tambah domestik. Data Kementerian ESDM (2021) menunjukkan nilai tambah yang tercipta dari mandatori B20 sebesar Rp 5.78 triliyun tahun 2018 dan mengalami peningkatan menjadi Rp 11.26 triliyun pada mandatori B30 tahun 2021. Diperkirakan peningkatan blending rate menjadi mandatori B35/B40 juga akan meningkatkan nilai tambah yang tercipta dari jalur hilirisasi biodiesel di dalam negeri.

Pengembangan biodiesel juga menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan pedesaan maupun perkotaan (Susila dan Munadi, 2008; Joni et al., 2010; Arndt et al., 2010; Singagerda et al., 2018). Jumlah tenaga kerja yang terserap baik sektor hulu maupun hilir pada program mandatori B20 tahun 2018 sebesar 481.9 ribu orang dan meningkat menjadi sekitar 1.16 juta orang pada mandatori B30 tahun 2021 (Kementerian ESDM, 2021). Hal serupa juga mengindikasikan bahwa perluasan mandatori biodiesel akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Kementerian ESDM (2023) telah memperkirakan tenaga kerja yang terserap pada program mandatori B35 mencapai 1.65 juta orang.

Peningkatan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja menjadi faktor yang meningkatkan pembangunan ekonomi. Argumen tersebut searah dengan studi empiris yang menunjukkan peningkatan produksi biodiesel sawit di Indonesia berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi (Susila dan Munadi, 2008; Joni et al., 2010, Singagerda et al., 2018).

Keempat, Penurunan Emisi GRK

Substitusi solar fosil dengan biodiesel sawit akan menurunkan emisi GRK. Seiring dengan meningkatnya blending rate dalam kebijakan mandatori biodiesel di Indonesia, penghematan emisi GRK mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Gambar 4). 
Pengurangan emisi GRK meningkat dari hanya sekitar 592 ribu ton CO2 eq pada mandatori B7.5 tahun 2010 menjadi 25.4 juta ton CO2 eq tahun 2021. Diperkirakan dengan diimplementasinya mandatori B35 dan B40, akan semakin meningkatkan penghematan emisi GRK menjadi berturut-turut sebesar 34.9 juta ton CO2 eq dan 39.8 juta ton CO2 eq. Semakin besarnya penghematan emisi GRK dari mandatori biodiesel tersebut berkontribusi penting bagi pencapaian Paris Agreement dan memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC).

Figure 4. Mandatory B35 B40 Further Increases GHG Emission Savings
Gambar 4. Mandatori B35/B40 Semakin Meningkatkan Penghematan Emisi GRK (Sumber:
Kementerian ESDM, data diolah PASPI, 2022)

KESIMPULAN

Industri sawit Indonesia akan menghadapi disrupsi permintaan minyak sawit global. Disrupsi tersebut disebabkan oleh resesi ekonomi di negara importir minyak sawit, pulihnya stok minyak sawit di negara importir, dan kebijakan deforestation-free yang diberlakukan oleh UE-27, USA, dan UK. Disrupsi tersebut akan menyebabkan penurunan harga minyak sawit di pasar dunia dan kemudian akan ditransmisikan pada anjloknya harga TBS petani sawit.

Sebagai produsen dan konsumen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia dapat berkontribusi untuk mencegah penurunan harga minyak sawit dunia dan TBS melalui peningkatan penyerapan minyak sawit di dalam negeri. Strategi yang dapat dilakukan yakni dengan meningkatkan blending rate biodiesel sawit dari mandatori B30 menjadi mandatori B35 bahkan mandatori B40.Implementasi mandatori B35/B40 menjadi strategi yang efektif untuk menstabilkan harga minyak sawit dunia dan harga TBS petani sehingga harganya tidak jatuh terlalu dalam. Selain itu, peningkatan blending rate pada biodiesel sawit menjadi mandatori B35/B40 akan menghasilkan manfaat yang lebih besar dalam penurunan ketergantungan solar fosil impor, penghematan devisa solar impor, pembangunan ekonomi, dan penurunan emisi GRK.

DAFTAR PUSTAKA

Arndt C, Benfica R, Tarp F, Thurlow J, Uaiene R. 2010. Biofuels, Poverty, And Growth: A Computable General Equilibrium Analysis of Mozambique. Environment and Development Economics. 15(1): 81-91.

Fry J. 2022. The Factors that Determine Palm Oil Prices. Materi Seminar IPOC 2022, November 2022.

[GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2023. Kinerja Industri Minyak Sawit 2022.

[IMF] International Monetary Fund. 2022. Countering the Cost-of-Living Crisis, Report October 2022.

Jaafar AH, Salleh NHM, Talib BA. 2010. Economic Impacts of Biodiesel Development Program in Malaysia. [internet].

Joni RE, Gumbira S, Harianto, N Kusnadi. 2010. Impact of Palm Oil Based Biodiesel Industry Development on Palm Plantation and Its Industry in Indonesia. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 20 (3): 143-151.

Kementerian ESDM. 2021. Roadmap Pengembangan Bahan Bakar Nabati. Materi Webinar Palm O’Corner di ITB pada 29 Mei 2021.

PASPI. 2023. Kaleidoskop 2022: Industri Sawit Nasional Bergejolak.

PASPI Monitor. 2020. Industri Sawit Lokomotif Ekonomi Indonesia di Masa Pandemi dan New Normal. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 1(14): 83-90.

PASPI Monitor. 2021. Multi Manfaat dari Kebijakan Mandatori Biodiesel Sawit. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(16): 369-376.

PASPI Monitor. 2022a. Devisa Sawit dan Neraca Perdagangan Indonesia 2021 Capai Rekor Tertinggi. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(2): 589-594.

PASPI Monitor. 2022b. Dinamika Stok Minyak Sawit di Negara Produsen dan Konsumen Minyak Sawit Dunia Pada Masa Disrupsi Supply. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(7): 627-632.

PASPI Monitor. 2022c. Minyak Sawit dalam Kawasan Deforestation-Free. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(16): 689-694.

PASPI Monitor. 2022d. Kebijakan Deforestation-Free, Embodied Deforestation, dan Jejak Deforestasi. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(17): 695-704.

PASPI Monitor. 2022e. Dampak dan Strategi Industri Sawit Menghadapi Stagflasi dan Ketidakpastian Global 2022/2023. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(18): 703-708.

Singagerda FS, TY Hendrowati, A Sanusi. 2018. Indonesia Growth of Economics and the Industrialization Biodiesel Based CPO. International Journal of Energy Economics and Policy. 8(5): 319-334.

Sipayung T. 2018. Politik Ekonomi Perkelapasawitan Indonesia. Bogor. IPB Press

Susila WR Munadi E. 2008. Impacts Of the Development of CPO-Based Biodiesel on Poverty In Indonesia. Informatika Pertanian. 17(2):1173–1194.World Bank. 2023. Global Economic Prospects, Report January 2023

FAQs (Frequently Asked Questions)

Apa yang menyebabkan disrupsi permintaan minyak sawit global?

Bagaimana dampak penurunan pertumbuhan ekonomi dunia dan negara-negara importir sawit terhadap permintaan minyak sawit?

Apakah Uni Eropa, India, dan China masih menjadi pasar utama minyak sawit?

Bagaimana situasi ekonomi kawasan Sub-Sahara Africa dan Middle East and North Africa?

Apakah solusi atasi disrupsi permintaan minyak sawit global sudah ada?

Apa itu mandatori B35 dan B40?

Apa target penyaluran biodiesel pada program mandatori B35 dan B40?

Bagaimana dampak mandatori B35 dan B40 terhadap konsumsi minyak sawit dan harga TBS petani sawit?

Apa tujuan utama pengembangan biodiesel yang didukung oleh mandatori B35/B40?

Apakah strategi peningkatan blending rate biodiesel dari mandatori B30 menjadi B35/B40 berhasil?

Apa disrupsi permintaan minyak sawit global?

Apa akibat disrupsi permintaan minyak sawit global?

Bagaimana Indonesia dapat membantu mencegah penurunan harga minyak sawit dunia dan TBS?

Mengapa implementasi mandatori B35/B40 efektif untuk menstabilkan harga minyak sawit dunia dan TBS?

Apa manfaat peningkatan blending rate pada biodiesel sawit menjadi mandatori B35/B40?

Journal Download

Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x