Jurnal Kelapa Sawit Boros Air (2023)

Jurnal Kelapa Sawit Boros Air (2023)

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Share

Poin-Poin Isu Sawit Boros Air dan Merusak Tanah

Berikut adalah poin-poin isu sawit boros air dan merusak tanah dalam artikel ini :

  • Terdapat persepsi dan stigma negatif terhadap kelapa sawit sebagai tanaman yang boros air dan merusak tanah.
  • Isu ini seringkali digunakan dalam kampanye “No Palm Oil” atau “Palm Oil Free” yang bertujuan untuk menghambat perkebunan sawit baik dalam pengembangan di daerah maupun pasar domestik dan internasional.
  • Sistem perakaran kelapa sawit membentuk biopori alamiah yang berfungsi dalam konservasi air dan tanah.
  • Laju infiltrasi air pada kebun kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan tanaman lain, sehingga mengurangi erosi dan aliran air permukaan.
  • Kelapa sawit relatif hemat air jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya seperti rapeseed, kedelai, dan lainnya.
  • Kelapa sawit memerlukan lebih sedikit pupuk dan pestisida dalam produksinya dibandingkan tanaman minyak nabati lainnya.
  • Produksi minyak kelapa sawit menghasilkan emisi polusi yang lebih rendah dibandingkan minyak rapeseed dan kedelai.
  • Kampanye “No Palm Oil” atau “Palm Oil Free” dapat menyebabkan peningkatan polusi tanah dan air akibat peningkatan produksi minyak nabati lainnya.
  • Produksi minyak nabati alternatif yang lebih tinggi akan menghasilkan emisi polusi yang lebih besar dibandingkan produksi minyak sawit.
  • Kelapa sawit memiliki mekanisme alamiah dan buatan untuk konservasi tanah dan air.
  • Perkebunan sawit berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) terkait konservasi tanah, air, dan dampak lingkungan.
  • Kebijakan Uni Eropa yang mengurangi penggunaan minyak sawit sebagai bahan biofuel dan pangan dapat menyebabkan peningkatan emisi polusi dari penggunaan pupuk dan pestisida pada tanaman alternatif.

Video Kelapa Sawit Hemat Air

Data Biopori pada Sistem Perakaran Sawit

Sawit Konservasi Tanah dan Air
Figure 1. The Root System in Oil Palm Plants Forms the Largest Natural Biopores Around the Plant Base (Source : Harahap, E. M, 2007)
  1. Sistem perakaran serabut pohon kelapa sawit massif, luas, dan dalam.
  2. Perakaran kelapa sawit dewasa dapat mencapai radius 4 meter sekeliling pangkal dan dengan kedalaman sampai 5 meter di bawah permukaan tanah yang membentuk pori-pori mikro dan makro tanah yang dapat disebut biopori alamiah.
  3. Biopori alamiah sawit tersebut terbanyak berada pada sekitar/dekat pangkal pohon sawit
  4. Pori-pori mikro dan makro tanah tersebut makin banyak dengan makin dewasa tanaman kelapa sawit

Data Laju Infiltrasi Air pada Kelapa Sawit

Figure 2. The Highest Water Infiltration Rate Around the Base of Oil Palm Thrunk
Figure 2. The Highest Water Infiltration Rate Around the Base of Oil Palm Thrunk (Source : Harahap, E. M, 2007)
  1. Biopori alamiah meningkatkan kemampuan lahan kebun sawit dalam menyerap/menahan air (water holding capacity) melalui peningkatan penerusan (infiltrasi) air hujan ke dalam tanah sehingga mengurangi aliran air permukaan (runoff) dan menyimpan cadangan air di dalam tanah.
  2. Semakin banyak biopori alamiah sawit (yakni dekat pangkal batang) semakin tinggi laju infiltrasi air permukaan tanah mengisi biopori sehingga erosi tanah (runoff) makin terkendali.

Perbandingan Data Nilai Evapotranspirasi Kelapa Sawit dengan Tanaman Hutan

Figure 3. Precentage of Annual Rainfall Volume Used by Oil Palm and Forest Crops
Figure 3. Precentage of Annual Rainfall Volume Used by Oil Palm and Forest Crops (Source: Pasaribu et al., 2012)
  1. Berdasarkan hasil penelitian Pasaribu et al. (2012) menunjukkan persentase nilai evapotranspirasi yang terjadi di perkebunan kelapa sawit sebesar 40 persen dari curah hujan tahunan.
  2. Persentase nilai evapotranpirasi tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan Mahoni sebesar 58 persen dan Pinus sebesar 65 persen.

Perbandingan Data Kebutuhan Air Kelapa Sawit dengan Tanaman Hutan

sawit boros air
Figure 4. Comparison in Water Need of Oil Palm and Other Forestry Plants (Source: Coster, 1938)
  1. Dengan menggunakan indikator evapotranspirasi tanaman, studi Coster menemukan bahwa tanaman Bambu dan Lamtoro tergolong boros air dengan kebutuhan sekitar 3.000 mm per tahun.
  2. Tanaman akasia sebesar 2.400 mm per tahun, dan sengon sebesar 2.300 mm per tahun. Pinus dan Karet memiliki tingkat evapotranspirasi sekitar 1.300 mm per tahun.
  3. Tingkat evapotranspirasi kebun sawit hanya sekitar 1.104 mm per tahun.
  4. Tanaman hutan tersebut ternyata relatif boros menggunakan air. Sementara tanaman sawit yang selama ini dituduhkan boros air, ternyata jauh lebih hemat.
  5. Menurut penelitian Allen et al. (1998) dan Rusmayadi (2011) membuktikan bahwa kapasitas menyimpan air pada lahan sawit lebih baik dibandingkan tanaman karet sehingga kandungan air tanah lahan sawit lebih tinggi dari pada lahan yang ditanami karet.

Perbandingan Data Kebutuhan Air Tanaman Penghasil Bioenergi

Figure 5. The Average Water Demand of Feedstock
Figure 5. The Average Water Demand (Source : Gerbens – Leenes et al, 2009)
  1. Penelitian Gerbens-Leenes et al. (2009) menemukan bahwa kelapa sawit ternyata termasuk paling hemat (setelah tebu) dalam menggunakan air untuk setiap Giga Joule (GJ) bioenergi yang dihasilkan.
  2. Tanaman penghasil bioenergi paling rakus air adalah rapeseed, disusul oleh kelapa, ubi kayu, jagung, kedelai dan tanaman bunga matahari.
  3. Untuk menghasilkan setiap giga joule bionergi (minyak), tanaman rapeseed (tanaman minyak nabati Eropa) memerlukan 184 m3 air; kelapa rata-rata memerlukan 126 m3 air; Ubi kayu (penghasil etanol) rata-rata memerlukan sekitar 118 m3 air; kedelai (tanaman minyak nabati utama di Amerika Serikat) memerlukan rata-rata 100 m3 air.
  4. Tebu dan kelapa sawit ternyata paling hemat dalam menggunakan air untuk setiap bioenergi yang dihasilkan. Untuk setiap GJ bioenergi (minyak sawit) yang dihasilkan, kelapa sawit hanya menggunakan air sebanyak 75 m3.

Perbandingan Data Penggunaan Pupuk dan Pestisida Minyak Nabati

Tabel 1. Perbandingan Penggunaan Pupuk dan Pestisida untuk Menghasilkan Satu Ton Minyak Sawit, Minyak Kedelai dan Minyak Rapeseed

IndikatorMinyak SawitMinyak KedelaiMinyak Rapeseed
Nitrogen (kg/ton minyak)4731599
Phosphate (kg/ton minyak)87742
Pestisida/Herbisida (kg/ton minyak)22911
Sumber : FAO (2013)
  1. Secara umum, untuk setiap ton minyak nabati yang dihasilkan teknologi produksi tanaman kedelai lebih banyak menggunakan pupuk N dan P (fertilizer intensive) dibandingkan tanaman rapeseed maupun tanaman kelapa sawit
  2. Jika dibandingkan dengan untuk menghasilkan satu ton minyak sawit, teknologi produksi pada tanaman rapeseed untuk menghasilkan satu ton minyaknya lebih banyak menggunakan pupuk. Demikian juga teknologi produksi tanaman kedelai dan tanaman rapeseed untuk menghasilkan satu ton minyak nabatinya menggunakan lebih banyak pestisida dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit.
  3. Dengan kata lain, tanaman kelapa sawit adalah tanaman minyak nabati yang paling sedikit atau hemat menggunakan pupuk dan pestisida.

Perbandingan Data Emisi/Polusi Pupuk dan Pestisida Minyak Nabati

Tabel 2. Emisi/Polusi Pupuk dan Pestisida yang Dihasilkan untuk Memproduksi Satu Ton Minyak Sawit, Minyak Kedelai Dan Minyak Rapeseed

IndikatorMinyak SawitMinyak KedelaiMinyak Rapeseed
Emisi ke tanah/air:
Nitrogen (kg/ton minyak)53210
Phosphate (kg/ton minyak)22313
Pestisida/Herbisida (kg/ton minyak)0.4239
Sumber : FAO (2013)
  1. Penggunaan pupuk dan pestisida tersebut berimplikasi pada polusi pupuk dan pestisida yang dihasilkan. Dosis pupuk dan pestisida sebagian terbuang sebagai emisi atau polutan yang mencemari tanah dan air.
  2. Berdasarkan data FAO (2013), emisi dari residu pupuk dan pestisida yang dihasilkan untuk memproduksi satu ton minyak kedelai adalah yang tertinggi dibandingkan dengan emisi pada tanaman rapeseed dan kelapa sawit untuk memproduksi satu ton minyaknya.
  3. Diantara ketiganya, tanaman kelapa sawit adalah tanaman minyak nabati yang paling rendah emisi dari pupuk dan pestisida atau tanaman yang paling sedikit mencemari air dan tanah.

Data Dampak Kampanye “No Palm Oil” atau “Palm Oil Free

Tabel 3. Dampak Kampanye “No Palm Oil” terhadap Polusi Tanah/Air dari Produksi Minyak Nabati

UraianMinyak SawitMinyak KedelaiMinyak RapeseedTotal
Polutan Dengan Minyak Sawit (juta ton)
Produksi83.7058.7027.30169.70
N0.421.880.272.57
Phospor P2O50.171.350.351.87
Pestisida/Herbisida0.031.350.251.63
Sub total0.624.580.876.07
Polutan Tanpa Minyak Sawit (juta ton)
Produksi100.5569.15169.70
N3.220.693.91
Phospor P2O52.310.903.21
Pestisida/Herbisida2.310.622.94
Sub total7.842.2110.06
  1. Dengan mendukung kampanye/gerakan “No Palm Oil” atau “Palm Oil Free”, maka polusi tanah dan air dunia akan meningkat secara signifikan.
  2. Volume produksi tiga minyak nabati dunia tahun 2020 adalah minyak sawit sekitar 83.5 juta ton, minyak kedelai 58.7 juta ton, dan minyak rapeseed 27.3 juta ton. Dengan produksi tersebut diperkirakan polutan dari ketiga minyak utama dunia tersebut adalah pupuk Nitrogen (N) sebesar 2.5 juta ton, Fosfor (P2O5) 1.8 juta ton, dan pestisida 1.6 juta ton.
  3. Jika skenario “No Palm Oil” terjadi maka secara proporsional produksi minyak kedelai harus meningkat menjadi 100.6 juta ton dan minyak rapeseed juga perlu ditingkatkan menjadi 69.2 juta ton agar dapat menutupi kehilangan minyak nabati dunia akibat minyak sawit berhenti berproduksi.
  4. Dengan produksi minyak kedelai dan minyak rapeseed tersebut menyebabkan polutan Nitrogen meningkat menjadi 3.9 juta ton atau meningkat sebesar 56 persen. Sementara itu, polutan Fosfor meningkat menjadi 3.2 juta ton atau meningkat 71 persen. Polutan yang dihasilkan dari penggunaan pestisida juga meningkat menjadi 2.9 juta ton atau meningkat sebesar 81 persen.

Jurnal Terkait Sawit Boros Air dan Merusak Tanah

Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Bagian Integral Dari Konservasi Tanah Dan Air Wilayah

  • Karakteristik tanaman kelapa sawit sebagai tanaman tahunan dan kategori pohon, menjadikan kelapa sawit memiliki keunggulan yakni sebagai tanaman penghasil minyak nabati paling produktif.
  • Perkebunan sawit juga berfungsi secara ekologis, salah satu fungsi ekologis yang dimaksud adalah fungsi konservasi tanah dan air.
  • Konservasi tanah dan air terkait dengan pencapaian target SDG-14 (life below water) dan SDG-15 (life on land), bahkan juga terkait dengan SDG-13 (Climate Action).
  • Perkebunan sawit berperan dalam konservasi tanah dan air melalui empat mekanisme baik mekanisme alamiahnya tanaman kelapa sawit.
  • Mekanisme konservasi air dan tanah pada perkebunan sawit juga melalui mekanisme man-made.

Karakteristik tanaman kelapa sawit sebagai tanaman tahunan dan kategori pohon, menjadikan kelapa sawit memiliki keunggulan yakni sebagai tanaman penghasil minyak nabati paling produktif. Perkebunan sawit juga memiliki fungsi ekologis yaitu fungsi konservasi tanah dan air yang penting dalam konteks platform pembangunan global SDGs. Konservasi tanah dan air berkaitan dengan pencapaian target SDG-14 (life below water), SDG-15 (life on land), juga SDG-13 (Climate Action). Perkebunan sawit berperan dalam konservasi tanah dan air melalui empat mekanisme baik mekanisme alamiahnya tanaman kelapa sawit maupun melalui mekanisme man-made.

Kebun Kelapa Sawit : Hemat Air Dan Lestarikan Cadangan Air Tanah

  • Perkebunan kelapa sawit memiliki mekanisme konservasi tanah dan air.
  • Dengan menggunakan indikator evapotranspirasi tanaman, kelapa sawit relatif hemat air dibandingkan dengan tanaman hutan lainnya.
  • Tanaman Bambu dan Lamtoro tergolong boros air dengan kebutuhan sekitar 3.000 mm per tahun, kemudian disusul oleh tanaman Akasia 2.400 mm per tahun, dan Sengon 2.300 mm per tahun. Pinus dan Karet sekitar 1.300 mm per tahun, sedangkan kebun sawit hanya 1.104 mm per tahun.
  • Untuk menghasilkan setiap giga joule bionergi (minyak/energi nabati), tanaman rapeseed memerlukan 184 m3 air, kelapa 126 m3 air, Ubi kayu 118 m3 air,  jagung 105 m3, kedelai 100 m3 air, bunga matahari 87 m3, kelapa sawit  75 m3 dan tebu sebesar 28 m3.
  • Kelapa sawit relatif hemat air juga melestarikan cadangan air tanah melalui sistem perakaran yang serabut dan massif membentuk biopori alamiah yang berfungsi menyimpan air dan konservasi tanah.

Perkebunan kelapa sawit memiliki mekanisme konservasi tanah dan air. Dengan menggunakan indikator evapotranspirasi tanaman, kelapa sawit juga relatif hemat air dibandingkan dengan tanaman hutan lainnya. Urutan tanaman yang tergolong boros air yakni Bambu, Lamtoro, Akasia, dan Sengon, Pinus, Karet. Urutan tanaman yang boros air dalam menghasilkan setiap giga joule bionergi (minyak/energi nabati) yaitu rapeseed, kelapa, ubi kayu, jagung, kedelai, bunga matahari, kelapa sawit, dan tebu. Dengan demikian kelapa sawit tenyata relatif hemat air juga melestarikan cadangan air tanah melalui sistem perakaran yang serabut dan massif membentuk biopori alamiah yang berfungsi menyimpan air dan konservasi tanah.

Komparasi Polusi Tanah/Air Antara Kebun Sawit, Kedelai, Dan Rapeseed

  • Proses produksi tanaman kedelai dan rapeseed untuk menghasilkan satu ton minyak nabatinya lebih banyak menggunakan pupuk dan pestisida dibandingkan dengan kelapa sawit.
  • Implikasinya emisi polutan dari penggunaan pupuk dan pestisida pada kebun kedelai dan rapeseed merupakan yang terbesar dibandingkan pada kedua tanaman minyak nabati lainnya.
  • Teknologi produksi untuk menghasilkan satu ton minyak sawit menggunakan pestisida dan pupuk yang paling rendah, sehingga emisi/polutan yang dihasilkan juga relatif rendah.
  • Kebijakan Uni Eropa melakukan phase-out minyak sawit baik sebagai bahan biofuel maupun untuk pangan justru akan mendorong peningkatan emisi polutan pupuk dan pestisida ke tanah dan air.
  • Pengurangan konsumsi minyak sawit akibatnya mendorong konsumsi minyak nabati kedelai dan atau rapeseed akan dibayar dengan meningkatnya emisi/polutan dari penggunaan pupuk dan pestisida secara global.

Proses produksi tanaman kedelai dan rapeseed untuk menghasilkan satu ton minyak nabatinya lebih banyak menggunakan pupuk dan pestisida dibandingkan dengan kelapa sawit. Implikasinya emisi polutan dari penggunaan pupuk dan pestisida pada kebun kedelai merupakan yang terbesar dibandingkan pada kedua tanaman minyak nabati lainnya. Sedangkan untuk menghasilkan minyak sawit menggunakan pestisida dan pupuk yang paling rendah sehingga emisi juga relatif rendah. Kebijakan Uni Eropa melakukan phase-out minyak sawit mengakibatkan peningkatan konsumsi minyak kedelai dan atau rapeseed yang mendorong peningkatan emisi polutan pupuk dan pestisida ke tanah dan air secara global.

Gerakan “No Palm Oil” Picu Polusi Tanah/Air Dunia Semakin Besar

  • Kegiatan pertanian global berpotensi menghasilkan emisi/polutan air dan tanah dari penggunaan pupuk dan pestisida.
  • Perbedaan pada tingkat produktivitas dan teknologi produksi pada minyak nabati menyebabkan polutan yang dihasilkan mengalami perbedaan.
  • Karakteristik tanaman kelapa sawit sebagai tanaman minyak nabati tropis, perennial plant dengan siklus produksi selama 25 tahun, berukuran besar dan produktivitas minyak yang tinggi menyebabkan penggunaan input (pupuk dan pestisida) untuk memproduksi satu ton minyaknya lebih hemat/sedikit, dibandingkan tanaman kedelai dan rapeseed.
  • Implikasinya adalah polutan tanah/air yang dihasilkan juga paling sedikit dibandingkan kedua tanaman minyak nabati tersebut.
  • Kampanye/gerakan “No Palm Oil” atau “Palm Oil Free” hingga kebijakan di negara importir yang bertujuan untuk mengurangi atau menghapus (phase-out) minyak sawit dalam minyak nabati dunia akan meningkatkan polutan atau emisi pupuk dan pestisida yang dihasilkan dari proses produksi minyak nabati global secara signifikan.

Kegiatan pertanian global berpotensi menghasilkan emisi/polutan air dan tanah dari penggunaan pupuk dan pestisida. Perbedaan pada tingkat produktivitas dan teknologi produksi pada minyak nabati menyebabkan polutan yang dihasilkan juga mengalami perbedaan. Dibandingkan tanaman kedelai dan rapeseed, kelapa sawit dalam memproduksi satu ton minyak menggunakan pupuk dan pestisida yang lebih hemat sehingga juga menghasilkan polutan yang paling sedikit. Kampanye “No Palm Oil” atau “Palm Oil Free” hingga kebijakan di negara importir yang bertujuan untuk mengurangi atau menghapus (phase-out) minyak sawit hanya akan meningkatkan polutan pupuk dan pestisida secara signifikan.

FAQs

Apa dampak dari kampanye “No Palm Oil” atau “Palm Oil Free” terhadap perkebunan sawit?

Bagaimana sistem perakaran kelapa sawit berkontribusi pada konservasi air dan tanah?

Bagaimana perbandingan kebutuhan air kelapa sawit dengan tanaman hutan lainnya?

Bagaimana perbandingan penggunaan air untuk menghasilkan bioenergi dari berbagai tanaman?

Apa dampak dari mekanisme konservasi alamiah dan buatan pada kelapa sawit terhadap lingkungan?

Share
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x