TLDR
Realisasi program PSR, SARPRAS, dan ISPO yang stagnan pada sawit rakyat di Indonesia terutama disebabkan oleh masalah legalitas; pendekatan komprehensif baru diperlukan untuk mengakselerasi PSR dan meningkatkan keberlanjutan.
Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), Sarana Prasarana (SARPRAS), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan legalitas merupakan komponen krusial untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat di Indonesia. Relevansi dan urgensi kebijakan pada tahun 2025 semakin meningkat dengan adanya pergeseran perdagangan global dan posisi strategis kelapa sawit Indonesia.
Table of Contents
Mengapa Realisasi Program PSR, Sarpras, dan ISPO Masih Rendah?
Realisasi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), penyediaan Sarana Prasarana (Sarpras), dan sertifikasi ISPO masih jauh dari target. Sebagai contoh, pada tahun 2024, realisasi PSR hanya mencapai 38,2 ribu hektar, atau hanya 21 persen dari target tahunan 180 ribu hektar. Demikian pula, penyaluran Sarpras masih rendah, dengan hanya 113 paket yang didistribusikan hingga Maret 2025, dan sertifikasi ISPO hanya mencakup 67,2 ribu hektar, yang merupakan sekitar 1 persen dari luas areal kelapa sawit rakyat.
Stagnasi ini terutama disebabkan oleh masalah legalitas perkebunan kelapa sawit rakyat. Kelengkapan legalitas merupakan prasyarat bagi petani untuk mengakses dana PSR, bantuan Sarpras, dan sertifikasi ISPO, yang bertindak sebagai hambatan signifikan. dana PSR, bantuan Sarpras, dan sertifikasi ISPO, yang bertindak sebagai hambatan signifikan.
Bagaimana Legalitas Menjadi Penghambat Utama?
Sejak diluncurkannya program PSR (Peraturan Menteri Pertanian No. 18/2016) dan bantuan Sarpras (Peraturan Menteri Pertanian No. 15/2020), bahkan dengan kebijakan yang diperbarui (Peraturan Menteri Pertanian No. 05/2025), legalitas dan status lahan tetap menjadi persyaratan wajib. Demikian pula, untuk sertifikasi ISPO (Peraturan Presiden No. 44/2020, diperbarui dengan Peraturan Presiden No. 16/2025), petani harus terlebih dahulu melengkapi legalitas perkebunan kelapa sawit mereka.
Persyaratan legalitas, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 34-70 Peraturan Menteri Pertanian No. 5/2025, mencakup empat aspek: sertifikat hak milik/bukti kepemilikan lahan kebun sawit; surat keterangan dari instansi kehutanan bahwa kebun sawit petani tidak berada dalam kawasan hutan; surat keterangan dari instansi Agraria-Tata Ruang (Badan Pertanahan Nasional, BPN) bahwa kebun sawit tidak berada dalam area HGU (Hak Guna Usaha); dan empat atau lebih titik koordinat poligon perkebunan. Petani kecil sering menghadapi kesulitan signifikan dalam memenuhi persyaratan ini, terutama dalam memperoleh surat keterangan mengenai area hutan dan HGU.
Kesulitan ini telah menyebabkan petani tidak dapat mengakses program PSR, Sarpras, dan ISPO, yang mengakibatkan hilangnya peluang peningkatan produktivitas kelapa sawit karena terhambatnya peremajaan dan perbaikan Praktik Pertanian yang Baik (GAP).
Inovasi Apa yang Diperlukan untuk Akselerasi Program PSR-SARPRAS-ISPO-LEGALITAS?
Untuk mengatasi hambatan yang terus-menerus dalam realisasi PSR, Sarpras, dan ISPO selama dekade terakhir, inovasi baru sangat penting. Tiga terobosan diusulkan. Pertama, keempat aspek persyaratan legalitas perkebunan kelapa sawit rakyat harus diubah dari kewajiban petani menjadi layanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Ini termasuk sertifikat kepemilikan lahan, koordinat poligon, dan surat keterangan mengenai area hutan dan HGU.
Kedua, perubahan status ini berarti persyaratan legalitas ini tidak lagi menjadi prasyarat bagi petani untuk mengakses program peningkatan produktivitas dan keberlanjutan, melainkan menjadi bagian integral dari layanan publik pemerintah selama implementasi PSR.
Ketiga, perumusan dan implementasi paket Sapta Usaha Kebun Sawit Rakyat sangat krusial. Program komprehensif ini mengintegrasikan PSR dengan tujuh layanan tambahan: (1) teknologi varietas unggul dan rekomendasi GAP sawit dan tanaman sela; (2) penyelesaian empat persyaratan legalitas; (3) pengembangan kelembagaan dan koperasi petani kelapa sawit rakyat; (4) layanan infrastruktur dan hilirisasi; (5) layanan kelembagaan kemitraan; (6) akses pembiayaan; dan (7) sertifikasi ISPO.
Implementasi paket Sapta Usaha Kebun Sawit Rakyat ini diharapkan dapat mencapai target PSR, penyaluran Sarpras, dan sertifikasi ISPO dalam waktu lima tahun. Hal ini akan mengarah pada peningkatan produktivitas dan keberlanjutan perkebunan kelapa sawit rakyat, berkontribusi pada volume pasokan minyak kelapa sawit nasional yang lebih besar, berkualitas tinggi, dan lebih berkelanjutan.
Apa Implikasi Kebijakan dari Inovasi Ini?
Paket Sapta Usaha Kebun Sawit Rakyat, dengan meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan kelapa sawit rakyat, akan secara signifikan meningkatkan volume dan kualitas produksi minyak kelapa sawit nasional. Implementasinya membutuhkan keterlibatan berbagai instansi pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah. Oleh karena itu, program komprehensif ini sebaiknya diluncurkan dan disampaikan dalam bentuk Peraturan Presiden.
Inovasi ini diproyeksikan akan menambah setidaknya 20 juta ton minyak kelapa sawit (CPO + CPKO) setiap tahun dari perkebunan rakyat. Peningkatan volume ini juga akan disertai dengan peningkatan kualitas, karena produksi akan didasarkan pada inovasi teknologi baru, legalitas lengkap, dan keberlanjutan yang ditingkatkan, memenuhi tuntutan konsumen global akan ketertelusuran dan akuntabilitas. Selain itu, produksi tambahan ini akan meningkatkan pendapatan pemerintah melalui pajak dan pungutan ekspor, serta meningkatkan devisa. Efek berganda dari peningkatan produksi ini juga akan menciptakan peluang ekonomi, lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan pendapatan di daerah pedesaan, regional, dan nasional.
Kesimpulan
Indonesia menargetkan produksi minyak kelapa sawit 100 juta ton per tahun pada tahun 2045, yang membutuhkan produktivitas nasional 6 ton per hektar, target yang juga harus dipenuhi oleh perkebunan rakyat. Meskipun berbagai kebijakan pemerintah selama dekade terakhir, termasuk PSR, Sarpras, dan ISPO, realisasinya sangat terhambat oleh masalah legalitas perkebunan kelapa sawit rakyat. Persyaratan legalitas ini, meskipun dimaksudkan untuk memastikan kepatuhan, secara tidak sengaja telah menjadi hambatan, mencegah petani mengakses program-program penting.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pendekatan inovatif di mana legalitas perkebunan kelapa sawit rakyat tidak lagi menjadi prasyarat tetapi menjadi layanan publik yang disediakan oleh pemerintah, terintegrasi dan paralel dengan program peningkatan produktivitas dan keberlanjutan. Pendekatan holistik ini, yang disebut Paket Sapta Usaha Kebun Sawit Rakyat, dirancang untuk mempercepat realisasi program-program ini, yang pada akhirnya berkontribusi pada target produksi kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel diseminasi dan policy brief ini.
DAFTAR PUSTAKA
- [BPDP] Badan Pengelola Dana Perkebunan. 2025. Dukungan Tugas dan Fungsi BPDP dalam Pengarusutamaan Gender. Materi Paparan pada Seminar Pengarusutamaan Gender pada Perkebunan Sawit Nasional yang diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada tanggal 30 Juli 2025 di Palembang.
- Kementerian Pertanian RI. 2025. Implementasi Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Materi Paparan pada Seminar Peluang dan Tantangan Industri Bioenergi Menyongsong Indonesia Emas 2045 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) pada tanggal 17 Juli 2025 di Jakarta.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
- PASPI Monitor. 2023a. Masalah Sawit Rakyat dan Kebutuhan Paket Kebijakan Peremajaan Sawit Rakyat Sebagai Solusi. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(4). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/masalah-sawit-rakyat/
- PASPI Monitor. 2023b. Reinvestasi Dana Pungutan Ekspor Sawit pada Peremajaan Sawit Rakyat. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(11). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/reinvestasi-dana-ekspor-sawit/
- PASPI Monitor. 2025. Urgensi Pengembangan Koperasi Desa Merah Putih dalam Perkebunan Sawit Rakyat. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 2(4). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/koperasi-desa-merah-putih-swt/