Back to Top
Rating & Comment

BADAI RESESI EKONOMI GLOBAL, INDUSTRI SAWIT SEBAGAI BAGIAN “BENTENG PERTAHANAN” 2023

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Jurnal
CITE THIS JOURNAL ARTICLE

Abstrak

Lembaga keuangan internasional (IMF dan World Bank) telah memperkirakan negara-negara di dunia akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebagai dampak dari resesi ekonomi yang disertai dengan krisis pangan dan energi global. Meskipun diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mengalami penurunan, namun efek domino resesi global juga berpotensi menyeret Indonesia pada jurang resesi. Untuk itu dibutuhkan upaya mitigasi hal tersebut. Industri sawit nasional dapat berperan untuk membentengi Indonesia dari potensi resesi ekonomi tersebut melalui kontribusinya dalam menciptakan surplus neraca perdagangan sehingga dapat meningkatkan cadangan devisa. Industri sawit juga memiliki potensi besar untuk menjaga ketahanan pangan dan energi baik pada level lokal, nasional maupun global. Hal ini menunjukkan kontribusi industri sawit sebagai bagian solusi atas resesi global.

Key Takeaways

  1. Kesehatan neraca perdagangan dan kecukupan devisa penting bagi daya tahan ekonomi terhadap resesi ekonomi global.
  2. Indonesia menikmati surplus neraca perdagangan yang meningkat pada 2020 dan 2021, terutama berkat kontribusi Devisa Sawit.
  3. Devisa Sawit terdiri dari devisa ekspor produk sawit dan turunannya serta devisa subsitusi impor bahan bakar sawit domestik.
  4. Kontribusi Devisa Sawit pada neraca perdagangan meningkat, termasuk devisa ekspor dan devisa subsitusi impor.
  5. Kontribusi Devisa Sawit pada neraca perdagangan Indonesia ditunjukkan oleh perbedaan antara “Tanpa Sawit + B30” dan “Dengan Sawit + B100”.

Pendahuluan

Negara-negara di dunia termasuk Indonesia harus bersiap menghadapi resesi ekonomi global yang akan terjadi pada tahun 2022/2023. Untuk ketiga kalinya selama tahun 2022, International Monetary Fund (IMF) mengoreksi ke bawah pertumbuhan ekonomi dunia. Dalam laporannya World Economic Outlook: Gloomy and More Uncertain yang dipublikasikan pada Juli 2022, memperingatkan seluruh negara bahwa ekonomi dunia makin suram dan penuh ketidakpastian, dimana resesi ekonomi global disertai inflasi tinggi akan terjadi pada tahun 2022/2023.

Inflasi global yang sedang terjadi disebabkan oleh kenaikan biaya produksi barang dan jasa (cost push inflation) global. Hal ini dipicu oleh terjadinya gangguan rantai pasok (supply chain disruption) akibat Pandemi Covid-19 dan masalah anomali iklim. Kemudian masalah geopolitik khususnya perang Rusia-Ukrania juga telah mendisrupsi pasokan energi, pangan dan pupuk secara global. Laporan World Bank (2022) pada bulan April 2022 berjudul Commodity Markets Outlook: The Impact of the War in Ukraine on Commodity Markets, mengungkap bahwa kenaikan harga harga komoditas dunia hingga 2024 telah memicu terjadinya krisis pangan dan energi dunia.

Dalam menghadapi resesi ekonomi global yang disertai krisis energi dan pangan tersebut, setiap negara perlu melakukan langkah mitigasi. Ekonomi dunia yang baru mulai pulih dari Pandemi Covid-19, sudah harus menghadapi tantangan baru dan berbeda dengan masa krisis sebelumnya.

IMF pun kembali mengoreksi angka proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2022 lebih 50 persen dari proyeksi tahun 2021. Pertumbuhan ekonomi global yang semula diproyeksikan 6.1 persen tahun 2022 dikoreksi menjadi 3.2 persen dan menjadi 2.9 persen tahun 2023. Ekonomi negara-negara maju yang mampu bertumbuh 5.2 persen tahun 2021, diproyeksikan menurun menjadi 2.5 persen tahun 2022 dan menjadi hanya 1.4 persen tahun 2023.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami sedikit koreksi. Namun berbeda dengan negara lainnya, ekonomi Indonesia diproyeksikan tidak akan mengalami resesi ekonomi global dengan pertumbuhan sekitar 5.1 persen tahun 2022. Bahkan World Bank (2022) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5.3 persen tahun 2023 dan 2024, melampaui pertumbuhan ekonomi China.

Meski diproyeksikan bertumbuh makin tinggi, Indonesia perlu waspada. Berdasarkan pengalaman, resesi ekonomi global juga menciptakan efek domino yang menyeret semua negara ke jurang resesi ekonomi global. Apalagi resesi ekonomi global kali ini yang disertai krisis pangan dan energi dunia berpotensi menyebabkan efek domino yang akan menular cepat, sehingga jika tidak diantisipasi sedini mungkin dapat menyeret Indonesia pada resesi ekonomi global dan krisis duniahttps://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/industri-sawit-pada-sdgs-8/ tersebut.

Indonesia harus memasang “kuda-kuda” untuk mencegah efek domino akibat resesi ekonomi global dan krisis dunia yang akan berdampak pada ekonomi domestik. Penguatan cadangan devisa, ketahanan energi dan ketahanan pangan domestik menjadi bagian yang sangat penting dilakukan agar mampu bertahan menghadapi badai resesi ekonomi global dan krisis tersebut.

Indonesia sebagai bagian dari komunitas ekonomi global juga turut menjadi bagian dari solusi untuk membawa perekonomian global agar sesegera mungkin keluar dari resesi ekonomi global. Kontribusi Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit dapat menjadi bagian solusi ketahanan pangan dan energi global.

Tulisan pada artikel ini mendiskusikan kontribusi industri sawit pada ketahanan devisa nasional, ketahanan pangan dan energi pada level nasional dan global. Kemudian akan didiskusikan juga terkait ketiga hal tersebut dapat berperan dalam memperbesar kapasitas ekonomi domestik sehingga menjadi bagian dari “benteng pertahanan” dalam menghadapi resesi ekonomi global dan krisis pangan-energi global.

KONTRIBUSI DEVISA  

Variabel makroekonomi yang sangat penting dalam penopang “stamina” perekonomian untuk menghadapi resesi ekonomi global adalah kesehatan neraca perdagangan dan kecukupan devisa. Surplus neraca perdagangan akan menghasilkan cadangan devisa yang meningkat sehingga pada umumnya memiliki daya tahan yang lebih tinggi terhadap ancaman resesi ekonomi global.

Selama tahun 2020 dan 2021 (24 bulan terus menerus), Indonesia menikmati surplus neraca perdagangan yang makin meningkat yakni dari USD 21.7 milyar tahun 2020 menjadi USD 35.4 milyar tahun 2021 (Tabel 1). Surplus neraca perdagangan Indonesia yang besar dan meningkat tersebut merupakan kontribusi dari Devisa Sawit. Devisa Sawit yang dimaksud terdiri atas devisa ekspor dan devisa subsitusi impor (PASPI Monitor, 2021c, 2022).

resesi ekonomi global
Table 1. Contribution of the Palm Oil Industry to Indonesia’s Oil and Gas and Non-Oil and Gas Trade Balances for the 2020–2021 Period (USD Billion)

Devisa ekspor yakni devisa hasil neto ekspor minyak sawit serta produk turunannya. Sedangkan devisa subsitusi impor adalah penghematan devisa akibat subsitusi solar fosil impor dengan biodiesel sawit domestik. Devisa sawit dari ekspor produk sawit dan turunannya mempengaruhi neraca perdagangan melalui neraca perdagangan non-migas. Sedangkan devisa subsitusi impor mempengaruhi neraca perdagangan melalui neraca perdagangan migas.

Kontribusi devisa ekspor produk sawit pada neraca perdagangan meningkat dari USD 23 miliar tahun 2020 menjadi USD 36.2 miliar tahun 2021. Demikian juga dengan devisa sawit dari Subsitusi Impor akibat penghematan solar fosil impor yang mengalami peningkatan dari sekitar USD 3.3 miliar menjadi sekitar USD 4.9 miliar pada periode tersebut. Dengan demikian, total devisa sawit yang dihasilkan mencapai USD 26.2 miliar pada tahun 2020 dan meningkat menjadi USD 41.2 miliar pada tahun 2021.

Kontribusi kedua sumber Devisa Sawit pada neraca perdagangan Indonesia ditunjukkan oleh perbedaan Net Trade antara “Tanpa Sawit + B30” versus “Dengan Sawit + B-30”. Pada kondisi “Tanpa Sawit dan B-30”, Net Trade Indonesia mengalami defisit sebesar USD -3.9 miliar tahun 2020 dan USD -5.8 miliar tahun 2021. Sedangkan pada kondisi “Dengan Sawit dan B-30”, Net Trade Indonesia mengalami surplus besar yakni USD 21.7 miliar tahun 2020 dan USD 35.4 miliar tahun 2021. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi industri sawit dalam menyehatkan neraca perdagangan sehingga dapat secara signifikan menambah cadangan devisa dengan nilai yang sangat besar.

Surplus Net trade tersebut memberikan peluang untuk menutup neraca jasa (service account) yang senantiasa defisit. Dengan nilai surplus net trade yang cukup besar seperti tahun 2021, akan membuat neraca transaksi berjalan (current account) menjadi surplus. Surplus tersebut merupakan injeksi darah baru yang memperbesar volume perekonomian dalam menciptakan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan (Palley, 2012; Kang, 2015; Murugesan, 2019). Selain memperkuat daya tahan perekonomian dalam menghadapi resesi ekonomi global, surplus perdagangan tersebut juga diperlukan agar perekonomian dapat tetap bertumbuh di tengah meningkatnya risiko global.

KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI – RESESI EKONOMI GLOBAL

Ketahanan pangan (food security) merupakan prakondisi terjaminya stabilitas pembangunan di segala bidang. Jika ketahanan pangan terganggu, dapat dengan cepat menimbulkan instabilitas ekonomi yang memicu inflasi, instabilitas sosial serta instabilitas politik dan keamanan. Hal inilah menjadi salah satu kekhawatiran yang dihadapi dunia pada tahun 2022/2023, dimana terjadi resesi ekonomi global yang diikuti oleh eskalasi krisis pangan global yang makin meningkat (World Bank, 2022).

Minyak sawit merupakan sumber pangan berbasis minyak nabati yang terbesar dalam produksinya, diperdagangkan dan dikonsumsi secara internasional (Kojima et al., 2016; Parcell et al., 2018, USDA, 2022; FAO, 2022, PASPI Monitor, 2021a). Hal ini menunjukkan industri sawit global telah menjadi bagian penting dari ketahanan pangan global (global food security) (Gambar 1).

Berbagai potensi dan keunggulan yang dimiliki industri sawit, dapat berkontribusi sebagai solusi atas krisis pangan maupun ketahanan pangan global.  Pertama, minyak sawit memiliki volume relatif besar bahkan yang terbesar dalam pasar minyak nabati dunia. Pangsa produksi minyak sawit dalam total produksi empat minyak nabati utama dunia tahun 2021 mencapai 43 persen (Gambar 1a).

Figure 1. Palm Oil in the Worlds Major Vegetable Production and Consumption as Part of Global Food Security
Gambar 1. Minyak Sawit Dalam Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Utama Dunia Sebagai Bagian dari Ketahanan Pangan Global

Kedua, pasokan minyak sawit relatif stabil dari bulan ke bulan sepanjang tahun. Minyak sawit (CPO dan PKO) diproduksi dari pohon kelapa sawit. Setelah pohon kelapa sawit berumur 4 tahun, pohon tersebut akan menghasilkan minyak yang dapat dipanen dengan intensitas dua kali sebulan sepanjang tahun. Artinya pohon kelapa sawit mampu menghasilkan minyak dengan volume yang stabil setiap bulan sepanjang tahun hingga pohon tersebut berumur 25 tahun. Stabilitas pasokan minyak sawit tersebut memberi kepastian penyediaan minyak nabati dunia.

Ketiga, minyak sawit merupakan bahan baku yang penggunaanya sangat luas untuk produk oleofood complex seperti minyak goreng, margarine, shortening, specialty fat, chocolates, snacks, mie, biskuit, roti maupun produk pangan lainnya. Dan, keempat, minyak sawit merupakan minyak nabati yang lebih murah dan lebih affordable dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya yang relatif lebih mahal.

Hal ini menunjukkan minyak sawit berperan penting dalam menyediakan pangan bagi dunia atau berperan sebagai feeding the world (PASPI Monitor, 2021a). Dalam menghadapi krisis pangan global yang diperkirakan berlangsung dari tahun 2022-2024, industri sawit menjadi bagian solusi yang penting melalui kehadirannya dalam menyediakan pangan dunia.

Selain pangan, industri sawit juga dapat menjadi bagian solusi dari krisis energi dunia. Kenaikan harga-harga energi fosil dunia khususnya sejak awal tahun 2021, telah mendorong kenaikan biaya produksi dan distribusi barang global (cost push inflation) yang memperburuk dampak resesi ekonomi global. Diperlukan alternatif energi yang dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil baik di level lokal, nasional dan global.

Industri sawit berkontribusi pada penyediaan energi terbarukan (renewable energy) bagi masyarakat dunia. Tiga generasi energi terbaharukan berbasis sawit yang ditawarkan industri sawit untuk masyarakat dunia (Gambar 2).

Figure 2. Three Generations of Renewable Energy for Global Energy Security
 Gambar 2. Tiga Generasi Renewable energy Berbasis Sawit untuk Ketahanan Energi Dunia

Renewable energy Generasi Pertama yakni pengolahan minyak sawit untuk menghasilkan biodiesel/FAME (Faty Acid Methyl Ester), green diesel, green gasoline, dan green avtur. Renewable energy Generasi Kedua yakni pemanfaatan biomassa sawit untuk menghasilkan energi seperti bioethanol, biopellet, briket arang, biocoal, biogas, dan biolistrik. Sementara itu, Renewable energy Generasi Ketiga yakni pemanfaatan limbah padat dan cair untuk menghasilkan energi seperti biogas (dari methane capture palm oil mill effluent/POME), biodiesel algae (pemanfaatan limbah cair CPO mill untuk kolam algae) dan pemanfaaatan Spent Bleaching Earth (SBE) dari refinery untuk energi.

Secara internasional, renewable energy berbasis sawit sudah banyak digunakan di berbagai negara seperti biodiesel/FAME dan bio-coal. Produk renewable energy generasi pertama lainnya yaitu greenfuel sawit (green diesel, green gasoline dan green avtur) sedang dikembangkan di Indonesia. Sementara itu, produk renewable energy generasi kedua dan generasi ketiga (biogas) sudah digunakan pada tingkat lokal.

Pada industri biodiesel global, minyak sawit memiliki peran penting dalam industri biodiesel global (PASPI Monitor, 2021b). Volume penggunaan minyak sawit pada industri biodiesel dunia meningkat dari 3.9 juta ton tahun 2011 menjadi 15.2 juta ton pada tahun 2021.

Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia juga mengolah minyak sawit menjadi biodiesel (FAME). Dalam periode tahun 2011-2021, produksi biodiesel Indonesia meningkat dari 243 ribu kiloliter menjadi 8.9 juta kiloliter. Dengan konsistensi implementasi mandatori biodiesel, Indonesia secara evolusioner mengurangi ketergantungan energi pada energi solar fosil impor (PASPI Monitor, 2021d) sehingga ketika harga solar dunia mengalami kenaikan maka dapat digantikan biodiesel sawit.

Hal ini makin memperkuat ketahanan energi nasional. Meskipun pengembangan biodiesel sawit di Indonesia utamanya ditujukan untuk konsumsi domestik, namun Indonesia juga masih melakukan ekspor untuk memenuhi kebutuhan biodiesel dunia. Dengan kapasitas pabrik biodiesel Indonesia sebesar 17 juta kiloliter pada tahun 2021, industri sawit menjadi bagian penting dari ketahanan energi dunia khususnya ketahanan renewable energy dunia.

Kesimpulan

Industri sawit nasional setidaknya dalam 24 bulan (2020-2021) menunjukkan kontribusinya pada penyehatan neraca perdagangan Indonesia. Melalui Devisa Sawit yang dihasilkanya dari devisa ekspor minyak sawit dan produk turunanya serta devisa subsitusi impor (penghematan devisa akibat B30), industri sawit menghasilkan surplus neraca perdagangan yang besar dan meningkat.sehingga menambah cadangan devisa nasional. Hal ini menjadi stamina ekonomi nasional dalam menghadapi risiko resesi ekonomi global beserta efek dominonya.

Industri sawit juga menjadi bagian solusi dari krisis pangan dan energi global melalui kontribusinya dalam ketahanan pangan dan energi global. Industri sawit merupakan kontributor terbesar dari oleofood global yang merupakan bagian dari ketahanan pangan global. Availability dan affordability minyak sawit sebagai bahan pangan baik pada level nasional maupun level global menjadi bagian solusi krisis pangan yang menyertai resesi ekonomi global. Demikian juga availability dan affordability pada renewable energy berbasis sawit (first, second, third generation) memiliki potensi sebagai solusi krisis energi fosil.

Dengan demikian, industri sawit merupakan bagian benteng pertahanan dalam menghadapi resesi ekonomi global melalui kontribusinya pada devisa, ketahanan pangan dan ketahanan energi mulai dari level lokal, nasional dan global. Dengan peran yang demikian penting, pemerintah perlu tetap memastikan bahwa ekosistem industri sawit dapat membuat industri sawit memberikan kinerja terbaiknya baik bagi Indonesia maupun bagi dunia.

Daftar Pustaka

  • [IMF] International Monetary Fund. 2023. World Economic Outlook: War Sets Back the Global Recovery. WOE April 2022. International of Monetery Fund.  
  • Kang H. 2015. Agricultural Exports and Economic Growth: Empirical Evidence from the Major Rice Exporting Countries. Agricultural Economics. 61(2): 81–87.
  • Kojima Y, Parcell J, Cain J. 2016. A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use. Presentation Materiol of Agricultural and Applied Economic Association Conference on July 31th – Agust 2nd, 2016 in Boston, Massachusetts.
  • Morgan N. 1993. World Vegetables Oil Consumption Expands and Diversifies. Food Review.
  • Murugesan B. 2019. An Empirical Analysis of Agricultural Exporter on Economic Growth in India. Economic Affair. 64(3): 481-486.
  • Oil World. 2015. Oil World Statistic. ISTA Mielke GmBh. Hamburg.
  • Palley TI. 2012. The Rise and Fall of Export-led Growth. Investigació Economica. 21(280): 141-161.
  • Parcell. 2018. Global Edible Vegetables Oil Market Trends. Biomedical Jurnal Science. 2(1).
  • PASPI Monitor. 2021a. Contribution of Palm Oil Industry: Feeding the World. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(4): 299-304.
  • PASPI Monitor. 2021b. Palm Oil: Biofueling the World. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(6): 311-316.
  • PASPI Monitor. 2021c. Contribution of Palm Oil Foreign Exchange in Indonesia’s Trade Balance. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(15): 363-368.
  • PASPI Monitor. 2021d. Multiple Benefit of the Palm Oil Biodiesel Mandatory Policy. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(16): 369-376.
  • PASPI Monitor. 2022. The Indonesian Foreign Exchange and Trade Balance in 2021 Hit a Record High. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3(2): 589-59
  • Santeramo FG. 2017. Cross-Price Elasticity for Oils and fats in EU and USA. Barletta. Italy.
  • Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10:20624.
  • World Bank. 2022. Commodity Markets Outlook: The Impact of the War in Ukraine on Commodity Markets. World Bank Report. April 2022.
  • World Bank. 2022. Global Economic Prospects: World Bank Report. Juni 2022.

FAQs (Frequently Asked Questions)

Apa yang dimaksud dengan devisa dalam konteks ekonomi?

Devisa adalah cadangan valuta asing atau mata uang asing yang dimiliki oleh negara.

Apa yang mempengaruhi surplus neraca perdagangan sebuah negara?

Faktor-faktor seperti ekspor dan impor barang dan jasa mempengaruhi surplus neraca perdagangan sebuah negara.

Apa kontribusi devisa bagi perekonomian Indonesia?

Devisa menjadi salah satu variabel makroekonomi penting dalam menopang “stamina” perekonomian Indonesia untuk menghadapi resesi.

Apa yang dimaksud dengan Devisa Sawit?

Devisa Sawit adalah devisa yang berasal dari hasil ekspor minyak sawit dan produk turunannya, serta penghematan devisa akibat subsitusi solar fosil impor dengan biodiesel sawit domestik.

Bagaimana kontribusi Devisa Sawit bagi neraca perdagangan Indonesia?

Devisa Sawit mempengaruhi neraca perdagangan melalui neraca perdagangan non-migas (ekspor produk sawit dan turunannya) dan neraca perdagangan migas (subsitusi impor solar fosil).

Bagaimana perkembangan devisa ekspor produk sawit dan subsitusi impor selama 2020-2021?

Devisa ekspor produk sawit meningkat dari USD 23 miliar tahun 2020 menjadi USD 36.2 miliar tahun 2021. Sedangkan devisa subsitusi impor mengalami peningkatan dari sekitar USD 3.3 miliar menjadi sekitar USD 4.9 miliar pada periode tersebut.

Berapa total devisa sawit yang dihasilkan selama 2020-2021?

Total devisa sawit yang dihasilkan selama 2020-2021 mencapai USD 26.2 miliar pada tahun 2020 dan meningkat menjadi USD 41.2 miliar pada tahun 2021.

Apa pengaruh kontribusi Devisa Sawit bagi neraca perdagangan Indonesia?

Kontribusi Devisa Sawit mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia melalui perbedaan Net Trade antara “Tanpa Sawit + B30” versus “Dengan Sawit + B30”

Berapa jumlah total devisa sawit tahun 2020 dan 2021?

Journal Download Resesi Ekonomi Global

Bagikan Jurnal
5 1 vote
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Inline Feedbacks
View all comments
Bilal Adijaya
Bilal Adijaya
17/03/2023 7:34 PM
Berikan Rating Untuk Artikel Ini :
     

Memang betul industri sawit sangat berkontribusi bagi negara

1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x