Back to Top
Rating & Comment

INDUSTRI SAWIT HADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0, BAGAIMANA CARA INDUSTRI SAWIT BERTAHAN HIDUP ?

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Jurnal
CITE THIS JOURNAL ARTICLE

Abstrak

Industri 4.0 merupakan konsep baru perkembangan dunia industri setelah dalam sejarahnya telah terjadi tiga revolusi industri. Revolusi yang keempat ini didorong dengan semakin berkembangnya teknologi berupa Cyber-Physical System (CPS), Internet of Things (IoT), dan big data yang memungkinkan terciptanya peningkatan efektivitas dan efisiensi. Dunia industri termasuk industri sawit Indonesia akan menghadapi tantangan perubahan cara kerja perusahaan secara fundamental pada era industri 4.0. Keberhasilan penerapan industri 4.0 pada industri sawit Indonesia akan memberikan manfaat dari sisi ekonomi dan ekologi serta dapat meningkatkan daya saingnya di pasar internasional. Namun pemerintah Indonesia melalui peran institusi pendidikan masih harus mempersiapkan sumberdaya manusia untuk memasuki era industri 4.0.

Key Takeaways

  1. Revolusi industri 4.0 merupakan arah baru perkembangan dunia industri yang menciptakan perubahan fundamental pada cara kerja manusia. Meskipun belum ada satu defenisi baku industri 4.0 yang dipegang bersama, namun secara umum revolusi dunia industri yang keempat ini akan melibatkan kemajuan teknologi berupa Cyber-Physical System (CPS), Internet of Things, Big data, dan Internet of Services. Revolusi industri 4.0 memiliki beberapa prinsip yaitu 1) bantuan teknis berupa virtual dan fisik; 2) interkoneksi yang menyangkut kolaborasi, standar, dan keamanan; 3) transparansi informasi berupa analisis dan penyediaan data; serta 4) keputusan terdesentralisasi.
  2. Industri sawit sebagai komoditas strategi Indonesia akan menghadapi tantangan memasuki era industri 4.0 tersebut. Melalui penerapan industri 4.0 pada industri sawit, dapat efisiensi dan efektivitas produksi dapat ditingkatkan seperti optimalisasi penggunaan pupuk pada subsistem budidaya sawit. Kekhawatiran petani rakyat akan tersingkirkan dengan adanya revolusi industri 4.0 dapat diatasi dengan penguatan pola kemitraan petani dan perusahaan sawit. Namun Indonesia masih harus mempersiapkan SDM yang handal untuk memasuki revolusi industri 4.0 yang menjadi konsep baru pembangunan dunia industri.

Pendahuluan – Industri Sawit Hadapi Revolusi Industri 4.0

Revolusi industri 4.0 yang dikenalkan oleh seorang ekonom asal Jerman bernama Prof. Klaus Schwab mulai menjadi perhatian dunia. Negara – Negara di dunia termasuk Indonesia, mulai merumuskan strategi
menghadapi perubahan fundamental dalam dunia usaha akibat terjadinya revolusi tersebut. Revolusi industri 4.0 dianggap akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam perusahaan karena mampu
mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia melalui pengintegrasiannya dengan teknologi yang berkembang sangat pesat.

Revolusi industri 4.0 sebagai dimensi baru dalam dunia industri akan menuntut perusahaan – perusahaan melakukan perubahan agar tetap dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Keberhasilan dunia industri suatu Negara melakukan perubahan ini akan menentukan perekonomian Negara tersebut. Indonesia yang merupakan Negara berkembang juga menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 di berbagai sektor
termasuk industri sawit yang menjadi andalan Indonesia.

Industri sawit Indonesia sepanjang sejarah perkembangannya telah menunjukkan terjadinya revolusi yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara penghasil minyak nabati terbesar dunia. Wujud revolusi yang terjadi dalam persawitan Indonesia seperti 1) luas lahan yang meningkat pesat dari 300 ribu hektar
tahun 1980 menjadi 14 juta hektar pada tahun 2017; 2) pangsa kebun rakyat dari hanya 2% pada tahun 1980 meningkat menjadi 41% tahun 2017; 3) produksi minyak sawit Indonesia dari 0,7 juta ton tahun 1980 meningkat menjadi 42 juta ton tahun 2017; dan 4) komposisi ekspor sawit Indonesia yang awalnya didominasi produk mentah namun kini telah di dominasi produk olahan (Database PASPI).

Industri sawit di Indonesia juga telah membentuk suatu megasektor agribisnis sawit sehingga kontribusinya dalam perekonomian Indonesia sangat besar dibanding komoditas pertanian lainnya. Namun sebagai bagian dalam industri minyak nabati global, industri sawit Indonesia juga harus melakukan perubahan dan penyesuaian dengan adanya revolusi industri 4.0. Meskipun saat ini Indonesia
masih menjadi Negara produsen minyak sawit terbesar dunia, namun kegagalan industri sawit memasuki revolusi industri 4.0 akan menyebabkan persawitan nasional kalah saing dengan Negara – Negara produsen minyak sawit lain seperti Malaysia dan Thailand. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi dan arah pembangunan sawit Indonesia yang mempertimbangkan dan memenuhi tantangan revolusi industri 4.0.

Tulisan ini akan mendiskusikan perkembangan konsep revolusi industri 4.0 dan manfaat serta tantangan penerapannya dalam industri sawit Indonesia.

REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Prof. Klaus Schwab yang berasal dari Jerman, mengenalkan konsep revolusi industri 4.0 dalam bukunya yang berjudul “The Fourth Industrial Revolution” sebagai sebuah revolusi dalam dunia industri yang telah mengubah cara kerja manusia secara fundamental. Kemajuan teknologi telah menjadikan revolusi industri 4.0 berbeda dengan revolusi industri sebelumnya baik dari segi skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan teknologi telah meningkatkan integrasi antara dunia fisik dan digital serta mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi dan kebijakan pemerintah.

Revolusi ini dinamakan revolusi industri 4.0 karena dalam perkembangan industri di dunia telah terjadi tiga kali perubahan besar yang dianggap sebagai sebuah revolusi (Gambar 1). Menurut Schwab (2017), revolusi industri pertama terjadi di awal abad 18 yang ditandai dengan ditemukannya mesin uap untuk mendukung produksi. Perubahan yang terjadi yaitu pergantian produksi yang berbasis tenaga manusia dan hewan dengan tenaga mesin uap. Kemudian pada awal abad 19 terjadi revolusi industri kedua dengan ditemukannya energi listrik dan produksi massal dengan konsep pembagian kerja. Penemuan listrik ini mendorong ilmuwan menemukan berbagai teknologi lainnya sehingga memberikan manfaat pada efisiensi produksi yang signifikan.

Sawit hadapi revolusi industri
Illustrasi sawti hadapi revolusi industri

Kemudian seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan perkembangan teknologi
informasi dan kemampuan mengendalikan mesin produksi secara otomatis melahirkan revolusi industri yang ketiga pada abad 20. Peran manusia dalam proses produksi semakin tersingkirkan dan tergantikan oleh teknologi sehingga meskipun secara bisnis beberapa revolusi ini menghasilkan efektivitas dan efisiensi namun tetap memberikan masalah baru yaitu peningkatan jumlah pengangguran.

Kini dunia industri kembali menghadapi tantangan revolusi industri keempat yang dinamakan revolusi industri 4.0. Menurut Lee et al. (2013), revolusi industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi
manufaktur yang didorong oleh 4 hal yaitu peningkatan volume data dan konektivitas, munculnya analisis dan kecerdasan bisnis, terjadinya interaksi baru manusia dan mesin, serta perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik seperti robotika dan 3D printing. Namun menurut Hermann et al. (2015) yang melakukan studi literatur terkait revolusi industri 4.0, belum ada satu konsep yang dipegang secara internasional untuk mendefenisikan apa itu revolusi industri 4.0. Hasil studi literatur tersebut menunjukkan bahwa terdapat 4 komponen utama yang sering dikaitkan dengan revolusi industri 4.0 yaitu Cyber-Physical System (CPS), Internet of Things (IoT), Smart Factory dan Internet of Service. Cyber-Physical System (CPS) dianggap sebagai komponen penting yang menyebabkan terjadinya revolusi
dalam dunia industri karena melalui sistem ini dapat dilakukan proses produksi yang lebih efisien dari sebelumnya. Peran manusia dalam proses produksi semakin minim karena mesin – mesin produksi dan
pendukungnya telah terintegrasi melalui suatu skema yang dinamakan Internet of Things (Kagermann 2013).

Hermann et al. (2016) menjelaskan ada 4 prinsip dalam revolusi industri 4.0 antara lain 1) bantuan teknis berupa virtual dan fisik; 2) interkoneksi yang menyangkut kolaborasi, standar, dan keamanan; 3)
transparansi informasi berupa analisis dan penyediaan data; serta 4) keputusan terdesentralisasi. Dengan demikian meskipun belum ada satu defenisi yang dipegang bersama, namun gambaran umum
terkait komponen dan prinsip dalam revolusi industri 4.0 telah tersebar luas. Oleh sebab itu, tantangan memasuki revolusi industri 4.0 harus ditanggapi segera oleh Negara – Negara di dunia termasuk
Indonesia agar tetap dapat mempertahankan posisi atau bahkan meningkatkan daya saing produk unggulannya dalam kancah persaingan bisnis internasional.

Revolusi Industri 4.0 Pada Industri Sawit Indonesia

Kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang telah memberikan banyak manfaat bagi Indonesia baik dari sisi ekonomi, sosial, dan bahkan ekologi. Industri kelapa sawit di Indonesia telah membentuk satu megasektor yang terintegrasi dari industri hulu seperti pupuk, benih, dan mesin pertanian hingga industri hilirnya yang menghasilkan berbagai produk turunan berupa oleofood, oleokimia, dan biofuel. Selain itu, industri sawit juga didukung oleh sektor penunjang seperti pusat penelitian, perbankan, transportasi dan berbagai kebijakan pemerintah sehingga industri sawit yang terintegrasi tersebut dinamakan megasektor agribisnis sawit Indonesia.

Industri sawit sebagai suatu megasektor agribisnis sawit dan memegang peranan strategis dalam perekonomian Indonesia menghadapi tantangan perubahan dengan adanya revolusi industri 4.0. Proses
perubahan dan adaptasi industri sawit terhadap revolusi industri 4.0 akan menentukan posisi Indonesia dalam peta persaingan minyak nabati global. Seluruh Negara penghasil minyak sawit tentu akan
melakukan penyesuaian akibat tuntutan revolusi yang akan meningkatkan efisiensi dalam produksi minyak sawit dan produk turunannya. Pada akhirnya peningkatan efisiensi tersebut akan meningkatkan daya saing produk sawitnya di kancah internasional.

Keberhasilan industri sawit dalam melakukan perubahan industri 4.0 akan memberikan manfaat yang besar bagi Indonesia secara ekonomi dan ekologi. Secara ekonomi, produksi berbagai industri terkait sawit dari hulu hingga hilir akan semakin efektif dan efisien dalam menggunakan sumberdaya sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih murah. Sebagai contoh yaitu melalui mekanisasi produksi dengan internet of things dan pemanfaatan big data supply demand, pabrik minyak goreng dapat menghasilkan produknya tepat waktu dan jumlahnya sehingga harga minyak goreng domestik tetap stabil dan tidak mengganggu perekonomian rumah tangga karena minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok di Indonesia. Dengan adanya industri 4.0, pemanfaatan big data juga akan sangat membantu petani atau pelaku usaha memperoleh informasi sawit serta dapat dimanfaatkan dalam proses penelitian di berbagai pusat penelitian dan pengembangan serta universitas – universitas di Indonesia.

Revolusi industri 4.0 juga akan memberikan manfaat yang besar dari sisi ekologis budidaya kelapa sawit. Sebagai contoh pada proses pemupukan kelapa sawit, berdasarkan berbagai kajian diketahui bahwa sebanyak 70% hingga 90% pupuk yang diberikan pada sawit akan hilang akibat penguapan, diserap oleh gulma, tercuci oleh hujan dan akibat pemadatan struktur tanah. Proses pemupukan yang demikian dianggap sebagai salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GHG) sebesar 15% dari sektor pertanian (FAO 2013). Melalui penerapan industri 4.0 pada industri sawit yang dalam hal ini subsektor budidaya, perusahaan akan mampu melakukan budidaya yang lebih ramah lingkungan sehingga dapat dilakukan proses pemupukan tepat waktu dan sesuai kadar yang dibutuhkan tanaman sawit pada setiap tingkat umurnya. Dengan demikian, pupuk yang hilang dapat diminimalisir sehingga menghemat biaya produksi dan berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Contoh tersebut hanya sedikit dari sekian banyak manfaat yang diperoleh industri sawit Indonesia dengan adanya revolusi industri 4.0. Industri sawit Indonesia harus segera melakukan adaptasi industri 4.0 agar tetap mampu mempertahankan posisinya sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia. Peran pemerintah juga dibutuhkan untuk membantu industri sawit memasuki revolusi industri 4.0. Arah pembangunan sawit ke depan perlu mempertimbangkan revolusi industri 4.0 sebagai tahapan perkembangan industri sawit menuju Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045.

Tantangan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Revolusi industri 4.0 sebagai konsep baru dalam proses produksi dan pengembangan industri tentu menjadi tantangan baru bagi semua stakeholder suatu industri untuk beradaptasi. Menurut Wolter et al. (2015) dalam Sung (2018), tantangan yang akan dihadapi dalam revolusi industri 4.0 antara lain :

  • Keamanan teknologi informasi
  • Keandalan dan stabilitas mesin produksi
  • Kurangnya keterampilan SDM yang memadai
  • Keengganan untuk berubah oleh para stakeholder
  • Hilangnya banyak pekerjaan karena otomatisasi

Tantangan revolusi industri 4.0 yang dianggap negatif bagi industri sawit Indonesia salah satunya adalah jumlah pengangguran yang semakin meningkat dan adanya kekhawatiran petani sawit rakyat menjadi korban industri 4.0. Padahal sejarah perkembangan industri sawit Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan perkebunan rakyat tidak terlepas dari pola kemitraan yang diterapkan yaitu (1) pola kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yakni PIR Khusus dan PIR Lokal (2) pola kemitraan PIR Transmigrasi (3) pola kemitraan PIR Kredit Koperasi Primer untuk para Anggotanya (PIR KKPA) dan (4) pola kemitraan PIR Revitalisasi Perkebunan (PASPI 2017). Keberhasilan pola kemitraan ini menghadirkan revolusi persawitan nasional dimana pangsa sawit rakyat hanya 2% pada tahun 1980 meningkat menjadi 41% tahun 2017.

Dominasi perkebunan rakyat dalam industri sawit Indonesia menunjukkan bahwa pabrik kelapa sawit pasti membutuhkan tandan buah segar (TBS) dari petani rakyat. Dengan demikian meskipun revolusi industri 4.0 diterapkan pada industri sawit, petani sawit rakyat tidak akan tersingkirkan dari kancah persawitan nasional. Justru dengan penerapan industri 4.0 pada industri sawit akan membutuhkan
penguatan kemitraan – kemitraan yang mulai menghilang karena penerapan CyberPhysical System (CPS), big data, Internet of things dan semua komponen industri 4.0 mengharuskan perusahaan memberikan respon cepat terhadap suatu masalah seperti kekurangan pasokan bahan baku. Melalui
industri 4.0, perusahaan mampu mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan secara cepat dan tepat sehingga peran kemitraan yang kuat antara petani rakyat dan perusahaan akan menentukan pemenuhan kebutuhan tersebut.

Tantangan lain yang dihadapi Indonesia dan industri sawit pada khususnya adalah keterampilan SDM yang belum memadai. Berdasarkan hasil studi PASPI (2014), diketahui bahwa komposisi pendidikan tenaga kerja yang terserap di perkebunan sawit yaitu sekitar 51 persen berpendidikan SD ke bawah, 16 persen berpendidikan SLTP, 30 persen berpendidikan SLTA dan sisanya 4 persen berpendidikan diploma/sarjana. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan standar pendidikan dan keterampilan SDM pada perkebunan sawit dan industri sawit secara keseluruhan. Mengingat revolusi
industri 4.0 akan meningkatkan pemanfaatan teknologi berupa CyberPhysical System (CPS) dan big data, maka tenaga kerja pada industri sawit harus mampu beradaptasi dengan teknologi yang terus berkembang. Peran institusi pendidikan atau universitas sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan lulusan – lulusan yang handal dan aware terhadap perkembangan teknologi.

Kesimpulan

Revolusi industri 4.0 merupakan arah baru perkembangan dunia industri yang menciptakan perubahan fundamental pada cara kerja manusia. Meskipun belum ada satu defenisi baku industri 4.0 yang dipegang bersama, namun secara umum revolusi dunia industri yang keempat ini akan melibatkan kemajuan teknologi berupa Cyber-Physical System (CPS), Internet of Things, Big data, dan Internet of Services. Revolusi industri 4.0 memiliki beberapa prinsip yaitu 1) bantuan teknis berupa virtual dan fisik; 2) interkoneksi yang menyangkut kolaborasi, standar, dan keamanan; 3) transparansi informasi berupa
analisis dan penyediaan data; serta 4) keputusan terdesentralisasi.

Industri sawit sebagai komoditas strategi Indonesia akan menghadapi tantangan memasuki era industri 4.0 tersebut. Melalui penerapan industri 4.0 pada industri sawit, dapat efisiensi dan efektivitas produksi dapat ditingkatkan seperti optimalisasi penggunaan pupuk pada subsistem budidaya sawit. Kekhawatiran petani rakyat akan tersingkirkan dengan adanya revolusi industri 4.0 dapat diatasi dengan penguatan pola kemitraan petani dan perusahaan sawit. Namun Indonesia masih harus mempersiapkan SDM yang handal untuk memasuki revolusi industri 4.0 yang menjadi konsep baru pembangunan dunia industri.

Daftar Pustaka

FAQs (Frequently Asked Questions)

Apa yang dimaksud dengan Revolusi Industri 4.0?

Bagaimana industri sawit Indonesia menghadapi Revolusi Industri 4.0?

Apa saja tantangan yang dihadapi oleh industri sawit Indonesia dalam Revolusi Industri 4.0?

Bagaimana perkembangan konsep Revolusi Industri 4.0 dalam industri sawit Indonesia?

Apa kontribusi industri sawit terhadap perekonomian Indonesia?

Industri sawit di Indonesia telah membentuk suatu megasektor agribisnis sawit sehingga kontribusinya dalam perekonomian Indonesia sangat besar dibanding komoditas pertanian lainnya. Namun sebagai bagian dalam industri minyak nabati global, industri sawit Indonesia juga harus melakukan perubahan dan penyesuaian dengan adanya revolusi industri 4.0.

Journal Download