TLDR
Kebijakan tarif resiprokal AS sebesar 32% untuk produk Indonesia mengancam daya saing dan volume ekspor sawit nasional di pasar AS yang telah tumbuh pesat selama 2020–2024. Sebagai pemasok utama RPO (minyak sawit olahan) ke AS, Indonesia menghadapi risiko beralihnya permintaan ke negara lain (misalnya Malaysia) atau minyak nabati substitusi, karena harga sawit Indonesia menjadi relatif lebih mahal. Penurunan ekspor sawit berimbas pada harga Tandan Buah Segar (TBS) petani yang lebih rendah dan melemahnya neraca perdagangan nasional, sementara efek moneter berupa inflasi AS dan kenaikan suku bunga global dapat melemahkan Rupiah serta menghambat investasi sawit. Untuk meredam dampak negatif ini, disarankan langkah mitigasi seperti negosiasi penurunan tarif, reformasi regulasi ekspor, pengurangan bea keluar dan beban pajak, perluasan hilirisasi dan pasar ekspor, serta peningkatan efisiensi produksi sawit.
Table of Contents
Apa Itu Kebijakan Tarif Resiprokal Trump dan Implikasinya bagi Indonesia?
Kebijakan tarif resiprokal diperkenalkan di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump sebagai bagian dari agenda “America First” yang menekankan proteksionisme ekonomi. AS menyatakan akan menerapkan tarif impor timbal balik (resiprokal) untuk melawan praktik dagang mitra yang dianggap tidak adil, dengan tujuan memperbaiki defisit perdagangan AS. Indonesia termasuk negara yang dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% untuk berbagai produknya, termasuk sawit. Awalnya pengenaan tarif ini dijadwalkan berlaku 9 April 2025, namun ditunda 90 hari ke Juli 2025 menyusul kekhawatiran perang dagang, sementara tarif dasar global 10% diberlakukan sejak April 2025. Meskipun ditunda, besaran tarif yang tinggi ini diperkirakan menurunkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar AS (mitra dagang terbesar kedua Indonesia) dan dapat berdampak negatif pada kinerja perdagangan bilateral.
Kontribusi Sawit Indonesia dalam Neraca Perdagangan dengan AS
Amerika Serikat adalah mitra dagang terbesar kedua Indonesia setelah China, dengan ekspor sawit menyumbang 8,9% dari total ekspor ke AS. Selama 2020–2024, ekspor sawit Indonesia ke AS naik dari US$1,12 miliar menjadi US$2,26 miliar, didominasi oleh minyak sawit olahan (80%), oleokimia (19%), dan sedikit biodiesel. Indonesia menjadi pemasok utama RPO ke AS, menggantikan Malaysia, berkat permintaan tinggi dari industri pangan dan kecantikan.
Proyeksi Dampak Kebijakan Tarif Resiprokal Trump pada Ekspor Sawit
Kebijakan tarif resiprokal AS akan menimbulkan dampak negatif melalui dua jalur utama, yakni transmisi perdagangan dan transmisi moneter. Secara keseluruhan, peningkatan tarif membuat harga produk sawit Indonesia di pasar AS naik tajam, berpotensi menurunkan permintaan AS terhadap sawit Indonesia. Dampak berantai dari penurunan ekspor ini dapat menurunkan harga di tingkat produsen (termasuk harga TBS petani) serta melemahkan neraca perdagangan Indonesia. Simultan, dari sisi moneter, inflasi yang meningkat di AS (akibat harga impor lebih tinggi) dapat memicu kenaikan suku bunga AS, sehingga mengalihkan modal global dan melemahkan nilai tukar Rupiah, akhirnya menekan investasi di sektor sawit domestik.
Dampak Dari Transmisi Perdagangan
Pertama, kebijakan tarif resiprokal 32% akan menaikkan harga produk sawit asal Indonesia di AS, yang menurut perhitungan elastisitas harga dapat menurunkan permintaan AS terhadap sawit Indonesia sekitar 5,5% dalam jangka pendek dan hingga 14,8% dalam jangka panjang. Dengan tarif Indonesia (32%) lebih tinggi daripada tarif untuk Malaysia (24%), harga ekspor sawit Indonesia menjadi relatif lebih mahal dibanding produk Malaysia atau pemasok lain. Akibatnya, AS berpeluang mengalihkan impor sawit ke negara lain dengan tarif lebih rendah. Selain itu, tingginya tarif membuat AS lebih rentan beralih ke minyak nabati substitusi (seperti minyak kedelai, rapeseed, atau bunga matahari) yang lebih murah, sehingga total permintaan sawit Indonesia dapat berkurang signifikan.
Daya Saing RPO Indonesia vs Malaysia
Minyak sawit olahan (RPO) Indonesia memiliki elastisitas permintaan yang lebih tinggi daripada Malaysia. Hal ini berarti kenaikan harga relatif akan menyebabkan penurunan impor RPO Indonesia lebih besar dibanding penurunan impor RPO Malaysia. Dengan kata lain, saat tarif resiprokal meningkatkan harga, ekspor RPO Indonesia akan terdampak lebih berat daripada Malaysia. Kondisi ini mengurangi daya saing RPO Indonesia di pasar AS dan berpotensi mengecilkan pangsa pasar yang sebelumnya dikuasai Indonesia.
Pengaruh Nilai Tukar terhadap Kompetisi Global
Selisih pergerakan nilai tukar juga mempengaruhi daya saing. Selama 2020–2024, Rupiah cenderung melemah lebih banyak terhadap dolar AS dibanding Ringgit Malaysia. Pelemahan Rupiah membuat harga ekspor sawit Indonesia (dalam dolar) lebih tinggi, sementara Ringgit yang relatif stabil atau lebih lemah memperkuat daya saing sawit Malaysia. Kombinasi tarif resiprokal yang lebih rendah untuk Malaysia dan nilai tukar yang lebih menguntungkan menambah tekanan kompetitif terhadap sawit Indonesia. Akibatnya, dengan tarif yang memberatkan dan nilai tukar yang tidak mendukung, pangsa pasar AS berpotensi berpindah dari Indonesia ke Malaysia atau negara lain.
Pergeseran Pasokan dan Substitusi
Dengan tarif Indonesia yang tinggi, AS cenderung mengalihkan sumber pasokan sawit ke negara lain atau bergeser ke minyak nabati pengganti. Harga sawit Indonesia yang membengkak akibat tarif dapat membuat minyak kedelai, bunga matahari, atau rapeseed menjadi alternatif yang lebih ekonomis bagi industri AS. Pergeseran permintaan semacam ini akan lebih jauh menggerus volume ekspor sawit Indonesia, karena sebagian kebutuhan AS terpenuhi oleh produk lain yang lebih murah.
Jalur Transmisi Moneter
Kedua, efek moneter kebijakan ini muncul melalui kenaikan inflasi dan suku bunga global. Kenaikan tarif impor sawit secara luas dapat mendorong inflasi di AS, sehingga Federal Reserve menaikkan suku bunga untuk menstabilkan harga. Kenaikan suku bunga AS tersebut menyebabkan modal global mengalir keluar dari pasar negara berkembang seperti Indonesia, memicu pelemahan Rupiah. Bank Indonesia kemudian meningkatkan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Meski berhasil menahan turunnya Rupiah, langkah BI ini meningkatkan biaya pinjaman domestik, yang pada gilirannya menekan investasi di sektor-sektor produktif termasuk perkebunan sawit. Dengan demikian, selain melambatnya ekspor, kanal moneter juga memperlambat pertumbuhan sektor sawit melalui biaya modal yang lebih tinggi.
Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan
Dampak negatif dari kebijakan tarif resiprokal AS tersebut perlu diimbangi dengan langkah mitigasi terintegrasi. Beberapa langkah yang perlu diambil antara lain:
- Efisiensi di Level Petani dan Industri: Pelaku usaha perkebunan sawit didorong untuk melakukan efisiensi biaya dan peningkatan produktivitas, agar produk Indonesia tetap kompetitif secara harga. Langkah pengurangan biaya produksi dan peningkatan kualitas (termasuk menerapkan praktik terbaik agronomi) akan membantu meringankan tekanan dari kenaikan tarif.
- Negosiasi Tarif dan Reformasi Regulasi: Pemerintah Indonesia mendorong negosiasi dengan AS agar tarif resiprokal dapat diturunkan. Seraya itu, perlu deregulasi dan debirokratisasi menyeluruh dalam proses investasi dan ekspor-impor untuk memperkuat daya saing sawit nasional.
- Penyesuaian Bea Keluar dan Kebijakan Perpajakan: Penurunan bea keluar ekspor produk sawit, penghapusan kebijakan DMO/DPO, serta pengurangan pajak (misalnya PPN) di sektor sawit dapat menurunkan beban biaya produksi dan ekspor. Selain itu, formulasi bea keluar yang lebih fleksibel harus mempertimbangkan kebutuhan pasar domestik dan dinamika kebijakan tarif internasional.
- Pemantauan Pasar Global dan Kolaborasi Industri: Pemerintah perlu memantau perkembangan pasar minyak nabati dunia secara intensif untuk respons kebijakan yang cepat. Kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri sawit (hulu-hilir) juga penting, misalnya melalui perluasan hilirisasi produk dalam negeri dan peningkatan konsumsi domestik sawit.
- Diversifikasi Pasar Ekspor: Upaya diversifikasi destinasi ekspor sawit sangat krusial untuk mengurangi ketergantungan pada AS. Fokus perlu diarahkan ke pasar non-tradisional seperti Asia Selatan, Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tengah yang memiliki potensi permintaan minyak nabati tinggi.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel diseminasi dan policy brief ini.
Daftar Pustaka
- Aulia RU. 2019. Analisis Posisi Indonesia pada Pasar Produk Refined Palm Oil (RPO) di Negara Importir Terpilih. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
- Wan Hamid WA. 2022. Opportunities and Challenges for Palm Oil in the USA. https://fedepalma.org/conferenciainternacional/wp-content/uploads/2022/09/4-Wan-Aishah.pdf
- ITC Trademap. 2025. Palm Oil Trade. https://www.trademap.org/
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
- PASPI Monitor. 2018. Penurunan Daya Saing Minyak Sawit Indonesia. Jurnal Monitor Analisis Isu Strategis Sawit. 4(42): 1323-1328. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2022/08/4.42.-PENURUNAN-DAYA-SAING-MINYAK-SAWIT-INDONESIA.pdf
- PASPI Monitor. 2023. Kebijakan Hilirisasi Sawit Domestik Merubah Komposisi Ekspor Sawit Indonesia Periode Tahun 2015-2022. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(1). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kebijakan-hilirisasi-sawit/
- Purba HJ. 2019. Dampak Faktor Eksternal dan Internal terhadap Pasar Minyak Nabati Dunia dan Biodiesel Indonesia. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
- Rifai N. 2014. Evaluasi Kebijakan Ekspor Minyak Sawit dan Produk Turunannya ke Pasar Amerika Serikat. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
- Rifin A. 2011. The Role of Palm Oil Industry in Indonesian Economy and Its Competitiveness. [disertasi]. Tokyo (JP): University of Tokyo.
- Rifin A. 2013. Analysis of Indonesia’s Market Position in Palm Oil Market in China and India. Journal of Food Products Marketing. 19(3): 299-319. https://doi.org/10.1080/10454446.2013.726950
- Tandra H, Suroso AI, Syukat Y, Najib M. 2022. Palm Oil Import Demand in North America Countries. Agribisnis. 19(3). http://dx.doi.org/10.17358/jma.19.3.379
- [USDA] United States Department of Agriculture. 2024. Oilseed: World Market and Trend December Annual Report. https://apps.fas.usda.gov
Tabel Data Negara Pemasok Produk Rafinasi Minyak Sawit (RPO+RPKO) Impor USA
No | Negara | Volume Impor (Ribu Ton) | Total Pangsa (%) | |||||
2020 | 2021 | 2022 | 2023 | 2024 | Total | |||
1. | Indonesia | 1,320.2 | 1,905.8 | 1,930.6 | 2,099.8 | 2,091.3 | 9,347.6 | 79.0 |
2. | Malaysia | 711.0 | 368.4 | 266.5 | 239.2 | 261.0 | 1,846.0 | 15.6 |
3. | India | 33.2 | 50.3 | 43.9 | 30.2 | 39.2 | 196.7 | 1.7 |
4. | Kolombia | 11.7 | 12.1 | 15.0 | 25.8 | 12.1 | 76.7 | 0.6 |
5. | Meksiko | 7.9 | 12.6 | 13.9 | 16.2 | 17.7 | 68.4 | 0.6 |
ROW | 65.9 | 45.3 | 60.2 | 71.4 | 48.2 | 290.9 | 2.5 | |
Total | 2,149.9 | 2,394.4 | 2,330.1 | 2,482.5 | 2,469.4 | 11,826.3 | 100.0 |
Tabel Data Negara Pemasok Produk Oleokimia Sawit Impor USA
No | Negara | Volume Impor (Ribu Ton) | Total Pangsa (%) | |||||
2020 | 2021 | 2022 | 2023 | 2024 | Total | |||
1. | Indonesia | 209.2 | 228.1 | 304.4 | 251.3 | 298.4 | 1,291.4 | 41.0 |
2. | Malaysia | 176.0 | 128.1 | 119.9 | 63.4 | 99.0 | 586.4 | 18.6 |
3. | Kanada | 33.7 | 33.8 | 40.9 | 38.2 | 54.6 | 201.2 | 6.4 |
4. | Afrika Selatan | 39.1 | 43.5 | 37.4 | 28.0 | 29.6 | 177.5 | 5.6 |
5. | Jerman | 29.3 | 27.4 | 23.7 | 18.9 | 24.3 | 123.5 | 3.9 |
ROW | 173.07 | 168.30 | 182.46 | 123.86 | 123.91 | 771.6 | 24.5 | |
Total | 660.4 | 629.2 | 708.6 | 523.6 | 629.9 | 3,151.7 | 100.0 |
Tabel Data Perbedaan Besaran Tarif Resiprokal USA antar Negara-Negara Pemasok Produk Sawit
No. | Negara/Pemasok | Tarif Resiprokal (%) | Selisih Tarif Resiprokal dengan Indonesia (%) |
---|---|---|---|
1. | Indonesia | 32 | |
2. | Malaysia | 24 | -8 |
3. | Kanada | 25 | -7 |
4. | Jerman | 20 | -12 |
5. | Spanyol | 20 | -12 |
6. | Italia | 20 | -12 |
7. | India | 26 | -6 |
8. | Kolombia | 10 | -22 |
9. | Meksiko | 25 | -7 |
10. | Afrika Selatan | 30 | -2 |
Tabel Data Perubahan Nilai Tukar Negara-Negara Pemasok Produk Sawit di USA
Negara | Nilai Tukar | 2020 | 2021 | 2022 | 2023 | 2024 | Av. Growth |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Indonesia | USD/Rupiah | 14,555.12 | 14,302.00 | 14,840.12 | 15,247.32 | 15,843.21 | |
Melemah (+) /Menguat (-) | -1.74 | 3.76 | 2.74 | 3.91 | 2.17 | ||
Malaysia | USD/Ringgit | 4.20 | 4.14 | 4.40 | 4.56 | 4.58 | |
Melemah Melemah (+) /Menguat (-) | -1.40 | 6.14 | 3.67 | 0.36 | 2.20 | ||
Kanada | USD/Canada dollar | 1.34 | 1.25 | 1.30 | 1.35 | 1.37 | |
Melemah (+) /Menguat (-) | -6.72 | 4.00 | 3.85 | 1.48 | 0.65 |
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Produk Sawit Indonesia ke USA

Dampak Pemberlakuan Kebijakan Tarif Resiprokal USA
