Perekonomian Riau sejak era Kolonial dibangun dengan andalan non-renewable resources berbasiskan minyak bumi dengan aktor utama korporasi multinasional yaitu Caltex (California Texas Oil Corporation). Produksi minyak bumi Riau tertinggi yang pernah tercapai sebesar satu juta barel per hari tahun 1976, namun produksinya terus menurun menjadi hanya 222 ribu barrel per hari tahun 2000 dan 76 ribu barel per hari pada tahun 2019. Penurunan peran sektor migas dalam ekonomi Riau juga terlihat pada pangsanya dalam struktur PDRB (dari 62 persen menjadi 14 persen) dan struktur ekspor (dari 86 persen menjadi 4 persen) dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Di sisi lain, Riau berhasil mengembangkan ekonomi berbasiskan sumberdaya yang lebihi renewable yakni perkebunan sawit dengan aktor utama sinergitas perkebunan sawit rakyat, swasta dan BUMN (PTPN). Perkebunan sawit juga telah berperan menjadi penggerak ekonomi Riau baik dalam pertumbuhan ekonomi kabupaten, pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Bahkan dalam ekspor Riau, industri sawit berhasil menggantikan posisi migas dengan pangsa ekspornya meningkat dari hanya 0.34 persen menjadi 60 persen. Hal ini menunjukkan bahwa industri sawit telah mentransformasi ekonomi Riau dari non-renewable economy dan eksklusif kepada renewable economy dan inklusif.
Peran perkebunan sawit di Riau juga tidak hanya mentransformasi perekonomiannya saja tetapi menciptakan nilai baru yakni nilai lingkungan, mengingat perannya sebagai carbon sink dan carbon stock. Pada era minyak bumi, Riau menghasilkan emisi karbon yang cukup besar ke atmosfir bumi, sebaliknya perkebunan sawit justru menyerap karbon dioksida dari atmosfir bumi. Melalui perkebunan sawit membersihkan kembali udara bumi, yang dikotori ekonomi migas. Artinya terjadinya juga transformasi ekonomi Riau dari unsustainable economy ke sustainable economy.