Industri Sawit Indonesia : Perkembangan Mutakhir (2025)

Industri Sawit Indonesia : Perkembangan Mutakhir (2025)

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Share

Industri sawit Indonesia yang dikenal saat ini memiliki sejarah panjang sejak masa kolonial. Berawal dari empat benih kelapa sawit yang dibawa Dr. D. T. Pryce, yang terdiri dari dua benih Bourbon-
Mauritius dan dua benih dari Amsterdam (jenis Dura) untuk dijadikan sebagai tumbuhan koleksi Kebun Raya Bogor pada tahun 1848 (Hunger, 1924; Rutgers et al., 1922). Biji kelapa sawit dari Kebun Raya Bogor tersebut, kemudian disebarkan untuk ditanam menjadi tanaman hias (ornamental) sekaligus “uji lokasi” di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, maupun Sumatera khususnya di perkebunan tembakau Deli.

Uji Coba Pembudidayaan Kelapa Sawit Indonesia

Uji coba pembudidayaan kelapa sawit di distrik Deli oleh Deli Maatschappij pada tahun 1878 dengan kebun seluas 0.4 hektar. Manajer Deli Maatschappij, J. Kroll, melaporkan hasil uji coba tersebut cukup menggembirakan, dimana produktivitas tanaman kelapa sawit lebih baik dibandingkan perkebunan di Afrika Barat sebagai habitat asalnya.

Sejarah Komersial Kelapa Sawit Indonesia

Usaha perkebunan kelapa sawit secara komersial pertama kali dimulai pada tahun 1911 oleh perusahaan Belgia di Pulau Raja (Asahan) dan Sungai Liput (Aceh). Kemudian pada tahun tersebut yakni tahun 1911 dianggap sebagai sejarah awal perkebunan kelapa sawit komersial di Indonesia.

Selain perusahaan Belgia, perusahaan Jerman juga membuka usaha perkebunan kelapa sawit di Tanah Itam Ulu pada tahun yang sama. Langkah investor Belgia dan Jerman kemudian diikuti oleh investor Belanda dan Inggris. Jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit terus berkembang dari 19 perusahaan pada tahun 1916 meningkat menjadi 34 perusahaan pada tahun 1920. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) pertama di Indonesia dibangun di Sungai Liput (1918) kemudian di Tanah Itam Ulu (1922).

Strategi Pemerintah dalam Mengembangkan Industri Sawit Indonesia

Selama masa kolonial hingga era Orde Lama, perkembangan perkebunan kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh dinamika politik di Indonesia. Proses perubahan kekuasaan dari Pemerintah Kolonial kepada Pemerintah Republik Indonesia juga disertai dengan proses nasionalisasi perkebunan milik kolonial dan swasta asing yang kemudian menjadi cikal bakal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan di Indonesia.

Untuk mengakselerasi perkembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia, pemerintah memberikan dukungan kebijakan untuk penguatan Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) yakni PBSN I (1977-1978), PBSN II (1981-1986) dan PBSN III (1986-1990). Dalam kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia memberikan fasilitas kredit murah kepada PBSN untuk merehabilitasi kebun eksisting maupun pembukaan perkebunan kelapa sawit baru.

Pada tahun 1977, Pemerintah Indonesia berkolaborasi dengan WorldBank, Asian Development Bank (ADB), Germany Government Donor Agency(KfW) dan International Fund for Agricultural Development (IFAD) untuk membangun proyek NES (NucleusEstateandSmallholders) atau PIR (Perkebunan Inti Rakyat). PIR/NES merupakan model perkebunan kelapa sawit hasil sinergi antara petani dengan korporasi. Keberhasilan uji coba NES/PIR (I-IV) tersebut, kemudian dikembangkan menjadi berbagai model/pola pada perkebunan kelapa sawit Indonesia (Badrun, 2010; Sipayung, 2011; Kasryno, 2015; PASPI, 2022).

Pertama, Pola PIR Khusus dan PIR Lokal dimulai sejak tahun 1980. Program tersebut merupakan kelanjutan dari proyek NES/PIR yang mendapat dukungan pembiayaan dari World Bank. Pola PIR Khusus dan PIR lokal dikaitkan dengan program pengembangan ekonomi lokal/daerah.

Kedua, Pola PIR Transmigrasi (PIR-Trans) dikembangkan sejak tahun 1986 dikaitkan dengan program transmigrasi. PIR-Trans mengembangkan pola kerjasama antara perusahaan perkebunan negara dan swasta sebagai inti dengan masyarakat transmigran sebagai plasma.

Ketiga, Pola PIR Koperasi Primer Para Anggota (PIR-KPPA) yang dimulai sejak tahun 1996. Pola ini dikembangkan untuk mengintegrasikan pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan koperasi. Perusahaan perkebunan kelapa sawit negara dan swasta berperan sebagai inti, sedangkan petani sawit yang tergabung dalam koperasi berperan sebagai plasma.

Keempat,Pola Kemitraan yang dikembangkan sejak tahun 1999. Melalui pola ini, perusahaan perkebunan kelapa sawit negara dan swasta harus mengalokasikan minimum 20 persen dari total area perkebunannya untuk pengembangan kebun masyarakat. Model ini dapat berupa pengelolaan kebun satu siklus dalam satu manajemen oleh perusahaan perkebunan, atau dapat juga berupa BOT (Build, Operation and Transfer) yang kemudian dikonversikan kepada para petani.

Kelima, Kebijakan Kemitraan Revitalisasi Perkebunan (Revit-Bun) yang dikembangkan sejak tahun 2006. Dalam kebijakan tersebut, pemerintah menyediakan fasilitas kredit (subsidi bunga kredit) yang dikaitkan dengan pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan.

Berbagai pola PIR yang dilaksanakan pemerintah tersebut menjadi pintu masuk (entry point) keikutsertaan rakyat dalam perkebunan kelapa sawit nasional. Rangkaian kebijakan dan program PIR tersebut, bukan hanya berhasil mengembangkan perkebunan rakyat sebagai peserta PIR (petani plasma), tetapi juga merangsang dan meyakinkan petani lain (di luar plasma) untuk masuk dan berinvestasi pada perkebunan kelapa sawit secara mandiri yang kemudian dikenal dengan petani swadaya.

Dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah (desentralisasi) baik melalui implementasi berbagai model PIR dan kemitraan maupun dukungan tata kelola perizinan, telah berhasil mengakselerasi perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Gambar 1).

Gambar 1 : Perkembangan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Periode Tahun 1980-2021

Perkembangan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Periode Tahun 1980 2021
Sumber: Kementerian Pertanian RI; data diolah PASPI, 2022)

Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dari sekitar 294.5 ribu hektar pada tahun 1980 menjadi sekitar 15.1 juta hektar pada tahun 2021. Demikian juga dengan volume produksi CPO meningkat dari sekitar 721.2 ribu ton menjadi 49.7 juta ton pada periode yang sama.

Selain pertumbuhannya yang revolusioner, hal lain yang mengesankan adalah pertumbuhan perkebunan kelapa sawit rakyat yang relatif cepat. Selama periode tahun 1980-2021, pangsa perkebunan kelapa sawit rakyat meningkat dari hanya sekitar 2 persen menjadi 40 persen (Gambar 1.2). Pangsa perkebunan kelapa sawit swasta juga meningkat dari 30 persen menjadi 56 persen. Sementara itu, meskipun luas perkebunan kelapa sawit negara secara absolut meningkat, namun pangsanya menurun dari 68 persen menjadi 4 persen.

Gambar 2 : Pangsa Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Berdasarkan Status Pengusahaannya Periode Tahun 1980-2021

Pangsa Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Berdasarkan Status Pengusahaannya Periode Tahun 1980 2021
(Sumber: Kementerian Pertanian RI, data diolah PASPI, 2022)

Dari segi peningkatan produksi minyak sawit (supply side), perkebunan kelapa sawit Indonesia sedang bergeser dari peningkatan produksi minyak sawit yang dihela oleh perluasan lahan (factor-driven) kepada pemanfaatan modal/embodiedtechnology(capital-driven) dan kemudian pemanfaatan inovasi (innovation-driven) (Gambar 3).

Gambar 3 : Strategi Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit 

Strategi Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit
(Sumber: Sipayung, 2011, 2018)

Pengembangan Hilirisasi Industri Sawit Indonesia

Untuk memperluas pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah kelapa sawit di dalam negeri, pemerintah Indonesia pada tahun 1976 telah membangun industri hilir pertama yakni Pamina (saat ini milik PTPN IV) di Adolina Sumatera Utara. Percepatan hilirisasi kelapa sawit Indonesia dimulai sejak tahun 2011. Tiga jalur hilirisasi kelapa sawit di Indonesia adalah sebagai berikut (Gambar 4).

Gambar 4 : Tiga Jalur Hilirisasi Kelapa Sawit Indonesia

Tiga Jalur Hilirisasi Kelapa Sawit Indonesia
(Sumber: Sipayung, 2018)

Pertama, Jalur Hilirisasi Oleopangan (OleofoodComplex) yakni pendalaman industri-industri yang mengolah minyak sawit (CPO dan CPKO) menjadi bahan pangan baik produk olahan antara (refinedpalmoil) maupun produk akhir berbasis minyak sawit (palmoil-basedproduct). Berbagai produk hilir oleopangan yang telah dihasilkan di Indonesia antara lain minyak goreng sawit, margarin, shortening, icecream, creamer, cocoabutter, specialty-fats, dan lain-lain.

Kedua, Jalur Hilirisasi Oleokimia (OleochemicalComplex) yakni industri-industri yang mengolah kelapa sawit untuk menghasilkan produk oleokimia dasar (fattyacid,fattyalcohol, methylester, soapnoodle, gliserin) maupun produk oleokimia lanjutan seperti biosurfaktan (detergen, sabun, shampo), toiletries dan kosmetik,biolubricant/biopelumas, dan lain-lain.

Ketiga, Jalur Hilirisasi Biofuel/Bioenergi (Biofuel/Bioenergy Complex) yakni industri-industri yang mengolah/menggunakan kelapa sawit (minyak dan biomassa) untuk menghasilkan produk energi seperti biodiesel (FAME), biohidrokarbon/greenfuel (green diesel, green gasoline, dan green avtur), briket arang (biocoal), dan lain-lain.

Hilirisasi di dalam negeri yang terus berkembang mengakibatkan peningkatan konsumsi domestik minyak sawit (Gambar 1.5). Pada tahun 2021, urutan penggunaan terbesar konsumsi minyak sawit (CPO+CPKO) domestik yakni industri pangan sebesar 8.9 juta ton (49 persen), industri biodiesel 7.3 juta ton (40 persen), dan industri oleokimia 2.1 juta ton (11 persen). Hal ini menunjukkan bahwa hilirisasi sawit di dalam negeri masih didominasi untuk produk pangan.

Gambar 5 : Konsumsi Minyak Sawit (CPO+CPKO) Menurut Industri Hilir Domestik

Konsumsi Minyak Sawit CPOCPKO Menurut Industri Hilir Domestik
Sumber: Data diolah PASPI, 2022

Jumlah industri minyak goreng di Indonesia sebanyak 104 pabrik minyak goreng dan 137 pabrik repacker(Kementerian Perindustrian, 2022).Produksi minyak goreng (RBDPalmOlein) pada tahun 2021 sebesar 22.4 juta kilo liter yang diperuntukan untuk konsumsi domestik sebesar 8.3 juta kilo liter dan ekspor sebesar 14.1 juta kilo liter.

Konsumsi minyak goreng domestik tahun 2021 terdiri dari minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan. Konsumsi minyak goreng curah terdiri dari 2.4 juta kilo liter minyak goreng curah untuk rumahtangga, 1.85 juta kilo liter minyak goreng curah untuk industri, dan 2.52 juta kilo liter olein untuk bahan baku industri lainnya. Sedangkan konsumsi minyak goreng kemasan terdiri dari 231 ribu kilo liter minyak goreng kemasan sederhana untuk rumahtangga dan 1.27 juta kilo liter minyak goreng kemasan premium untuk rumahtangga.

Pada jalur hilirisasi oleochemicalcomplex, jumlah perusahaan yang memproduksi oleokimia dasar pada tahun 2020 sebanyak 21 perusahaan dengan kapasitas produksi mencapai 11.3 juta ton (APOLIN, 2021). Produksi oleokimia dasar mengalami peningkatan dari 6.6 juta ton menjadi 12.9 juta ton dalam periode 2014-2020 (Gambar 1.6). Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada produksi methyl ester yang meningkat dari sekitar 3 juta ton menjadi 8.59 juta ton pada periode yang sama.

Gambar 6 : Produksi Oleokimia Dasar Indonesia Tahun 2014-2020

Produksi Oleokimia Dasar Indonesia Tahun 2014 2020
Sumber: BPS, data diolah PASPI, 2022

Pada jalur hilirisasi biofuel/bioenergycomplex, jumlah perusahaan yang memproduksi biodiesel di Indonesia tahun 2021 sebanyak 32 perusahaan dengan kapasitas terpasang mencapai 17.14 juta kiloliter (APROBI, 2022). Dengan kapasitas produksi biodiesel yang demikian, Indonesia tercatat sebagai produsen biodiesel sawit terbesar dunia.

Implementasi program mandatori biodiesel yang konsisten dilakukan oleh Pemerintah Indonesia berkontribusi terhadap kinerja industri biodiesel yang tercermin dari peningkatan produksi dan konsumsi khususnya pada tahun 2019-2021 (Gambar 1.7). Pada tahun 2011, produksi biodiesel baru mencapai 1.8 juta kiloliter sedangkan konsumsi domestik baru sekitar 0.36 juta kiloliter dan ekspor sebesar 1.5 juta kiloliter. Produksi biodiesel pada tahun 2021 meningkat cepat menjadi 8.9 juta kiloliter yang sebagian besar digunakan untuk konsumsi domestik yakni sebesar 8.4 juta kiloliter.

Gambar 7 : Produksi, Konsumsi, dan Ekspor Biodiesel Sawit Indonesia Periode Tahun 2009-2021

Produksi Konsumsi dan Ekspor Biodiesel Sawit Indonesia Periode Tahun 2009 2021
Sumber: APROBI, 2022

Pertumbuhan industri hilir sawit tersebut tidak dapat terlepas dari ekosistem hilirisasi sawit yang dibangun Pemerintah Indonesia sejak tahun 2011 (Sipayung, 2018; PASPI Monitor, 2021e). Tiga kebijakan hilirisasi yang sangat berpengaruh adalah kebijakan pajak ekspor (export duty dan exportlevy), kebijakan mandatori biodiesel (B-7.5 hingga B-30), dan insentif hilirisasi.

Kebijakan hilirisasi sawit di dalam negeri juga telah berhasil memperbaiki komposisi ekspor (Gambar 1.8). Ekspor produk sawit Indonesia pada tahun 2011 masih didominasi oleh minyak sawit mentah (CPO+CPKO) dengan pangsa sebesar 54 persen, kemudian diikuti oleh produk olahan antara (intermediate product) sebesar 44 persen dan produk jadi (finished product) sebesar 2 persen.

Gambar 8 : Produksi Oleokimia Dasar Indonesia Tahun 2014-2020

Perubahan Komposisi Ekspor Produk Sawit Indonesia Periode Tahun 2011 Versus 2021
Sumber: BPS; data diolah PASPI, 2022

Ekspor tahun 2021 mengalami perubahan yang cukup signifikan yang didominasi oleh hasil hilirisasi domestik yaitu produk olahan (80 persen) dan produk jadi (13 persen). Sedangkan ekspor produk minyak sawit mentah (CPO+CPKO) menurun drastis menjadi hanya sekitar 7 persen.

Hilirisasi sawit domestik berdampak pada peningkatan kinerja ekspor sawit Indonesia (Gambar 1.9). Nilai ekspor minyak sawit dan olahan Indonesia meningkat dari USD 21.6 miliar menjadi USD 36.2 miliar selama periode tahun 2011-2021. Volume ekspor meningkat dua kali lipat yakni dari 17.6 juta ton menjadi 34.4 juta ton pada periode tahun yang sama.

Gambar 9 : Kinerja Ekspor Minyak Sawit dan Olahan Indonesia (Exc.Biodiesel)

Kinerja Ekspor Minyak Sawit dan Olahan Indonesia
Sumber: BPS, data diolah PASPI, 2022

Perkembangan Pasar Minyak Sawit Dunia

Perkembangan industri sawit nasional yang demikian pesat, telah membawa Indonesia merebut posisi teratas sebagai produsen minyak sawit dunia (Gambar 1.10).

Gambar 10 : Perubahan Pangsa Indonesia dalam Produksi Minyak Sawit Dunia

Perubahan Pangsa Indonesia dalam Produksi Minyak Sawit Dunia
Sumber : USDA, data diolah PASPI, 2022

Pasar minyak sawit dunia pada tahun 1980 masih didominasi oleh Malaysia dengan pangsa 54 persen, sedangkan pangsa Indonesia hanya 15 persen. Namun setelah tahun 2006, terjadi perubahan posisi dalam pasar minyak sawit dunia yang ditandai dengan meningkatnya pangsa Indonesia. Pada tahun 2021, pangsa Indonesia mencapai 59 persen sedangkan pangsa Malaysia turun menjadi 25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia makin berperan penting dalam pasar minyak sawit dunia.

Industri sawit tidak hanya sekedar menghasilkan minyak nabati saja. Lebih daripada itu, sebagaimana sektor pertanian pada umumnya, industri sawit memiliki multifungsi dalam ekosistem global. Sebagaimana multifungsi pertanian (Aldington, 1998; Dobbs dan Petty, 2001; Moyer dan Josling, 2002; Huylenbroeck et al., 2007), industri sawit juga memiliki fungsi ekonomi (whitefunction/services), fungsi sosial budaya (yellowfunction/services), fungsi pelestarian tata air (blue function/services), dan fungsi pelestarian sumberdaya alam (green function/services). Dengan multifungsi tersebut, industri sawit tidak hanya penting dari segi penyediaan produk pangan dan energi, tetapi juga penting dari segi sosial maupun jasa lingkungan (PASPI Monitor, 2021i).

FAQ

Apa sejarah awal industri kelapa sawit di Indonesia?

Bagaimana perkembangan perkebunan kelapa sawit secara komersial di Indonesia?

Apa strategi pemerintah dalam mengembangkan industri kelapa sawit di Indonesia?

Bagaimana perkembangan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia?

Apa saja jalur hilirisasi kelapa sawit di Indonesia?

Share
5 1 vote
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Inline Feedbacks
View all comments
Dr. Ir. H. Sutikno, M.Sc
Dr. Ir. H. Sutikno, M.Sc
14/03/2024 4:31 PM
Berikan Rating Untuk Artikel Ini :
     

Artikel yang sangat bermanfaat bagi yang mau mendalami tentang sawit di Indonesia, Dr. Ir. Tungkot Sipayung. Tulisannya sangat bagus, sistematis, bertahap, dan mudah dipahami. Perlu dilanjutkan dg tulisan berikutnya utk memberi informasi kelapa sawit terkini (up date).

1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x