
Bioenergi Sawit adalah Bagian Solusi Mitigasi Global Climate Change
Global climate change menjadi isu yang paling sering didiskusikan oleh seluruh masyarakat global dalam beberapa dekade terakhir. mengingat dampaknya yang sangat besar hingga mengancam eksistensi kehidupan manusia di bumi, seluruh masyarakat global berupaya untuk memitigasi perubahan iklim. Upaya serupa juga dilakukan oleh para pemimpin dunia yang setiap tahunnya mengadakan Conference of Parties (COP) untuk membahas isu dan komitmen dunia dalam rangka meminimalisir kenaikan suhu bumi dan mencegah perubahan iklim.
Salah satu upaya mitigasi perubahan iklim global adalah menurunkan peningkatan konsentrasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer bumi melalui penurunan konsumsi energi fosil. Penggunaan energi fosil (batubara, minyak, gas alam) yang menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) menjadi sumber utama emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Data terbaru European Commission (2023) dan IEA (2023) menunjukkan bahwa sekitar 76 persen emisi GRK global tahun 2022 (41.2 Gt CO2 eq) berasal dari energi fosil. Konsentrasi emisi GRK dari energi fosil tersebut juga telah meningkat hampir 1,5 kali lipat selama 20 tahun terakhir. Besarnya dampak penggunaan bahan energi fosil terhadap global warming dan climate change, membuat komunitas ilmiah global seperti Intergovernmental Panel on Climate Change (2023) telah mengeluarkan peringatan keras untuk “stop (using) fossil fuel before it’s too late”.
Mengurangi konsumsi energi fosil sebagai aksi nyata untuk mengurangi emisi GRK di atmosfer bumi dapat dilakukan dengan cara mengganti energi fosil dengan sumber energi terbarukan yang rendah emisi. Salah satu sumber renewable energy yang dapat digunakan adalah bioenergi sawit. Proses produksi biologis perkebunan sawit menghasilkan tiga generasi bioenergi sawit sebagai joint product dan semakin berkelanjutan.
Bioenergi Sawit Generasi Pertama
Bioenergi Sawit Generasi Pertama diperoleh dengan mengolah minyak sawit (crude palm oil/CPO, palm kernel oil/PKO) sebagai produk utama perkebunan sawit. Produk sawit ini yang dikembangkan baik di Indonesia dan negara-negara lain adalah biodiesel (fatty acid methyl ester) yang digunakan sebagai pengganti solar fosil. Selain biodiesel, saat ini sedang dikembangkan green diesel atau solar sawit untuk menggantikan solar fosil, green gasoline (biopremium/bensin sawit) untuk menggantikan bensin fosil, dan green avtur (bioavtur sawit) untuk menggantikan bahan bakar penerbangan yang berbahan bakar fosil. Pengolahan untuk menghasilkan green fuel sawit tersebut juga menghasilkan joint product berupa biogas yang dapat menjadi substitut gas alam/LNG.
Bioenergi Sawit Generasi Kedua
Bioenergi Sawit Generasi Kedua yaitu diperoleh dari pemanfaatan biomassa sawit. Selain produksi minyak sawit sebagai produk utama (CPO/PKO), perkebunan sawit juga menghasilkan biomassa sawit sebagai joint product. Biomassa yang dimaksud antara lain tandan kosong, cangkang inti sawit, serabut, batang sawit, serta pelepah. Biomassa sawit dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan berbagai bentuk biomassa seperti bioethanol, biocoal, briket, dan biogas. Bioethanol dapat menjadi substitut atau digunakan dalam pencampuran (blending) dengan bensin fosil serta biocoal digunakan sebagai substitut atau dicampur (blended) dengan batu bara fosil.
Bioenergi Sawit Generasi Ketiga
Bioenergi Sawit Generasi Ketiga yaitu diperoleh dari pemanfaatan limbah Pabrik Kelapa Sawit dalam bentuk POME (Palm Oil Mill Effluent). Penggunaan teknologi methane capture pada kolam POME untuk menangkap gas metana dan membuatnya tersedia untuk digunakan dalam produksi biogas/biometana. Biogas yang dihasilkan selama pengolahan POME juga banyak dimanfaatkan sebagai sumber listrik di tingkat lokal (desa sekitar PKS). Teknologi lain yang dapat digunakan untuk menghasilkan bioenergi berbasis POME adalah dengan menggunakan sludge digester methane capture yang dilengkapi dengan teknologi budidaya algae untuk dapat menghasilkan biodiesel algae.
Keunggulan Bioenergi Sawit dalam Menurunkan Emisi GRK
Bioenergi sawit memiliki keunggulan karena memiliki kemampuan untuk menurunkan emisi GRK dibandingkan energi fosil. Jejak karbon dari bioenergi sawit juga relatif lebih rendah dibandingkan energi fosil. Hal ini dikarenakan bioenergi sawit dihasilkan dari minyak/biomassa/limbah yang diproduksi oleh tanaman yang terlebih dahulu menyerap karbon dari atmosfer bumi (melalui proses fotosintesis).
Berbagai studi juga membuktikan bahwa bioenergi sawit seperti biodiesel memiliki kemampuan biodiesel dalam menurunkan/menghemat emisi GRK (emissions saving) relatif lebih tinggi. Banyak studi penelitian menyimpulkan bahwa kemampuan menghemat emisi yang dihasilkan biodiesel sawit sekitar 40-71 persen. Studi European Commission Joint Research Centre (2013) juga mengungkapkan bahwa biodiesel sawit yang dihasilkan dari PKS (CPO Mill) yang menerapkan teknologi methane capture mampu menghemat emisi (emission saving) mencapai 62 persen. Kemampuan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan biodiesel nabati lain seperti biodiesel rapeseed (45 persen) maupun biodiesel kedelai (40 persen).
Keunggulan lainnya adalah bioenergi sawit merupakan energi terbarukan (renewable energy). Selama matahari bersinar dan masih terdapat karbon dioksida di atmosfer bumi, bioenergi sawit akan terus diproduksi. Berbeda dengan energi fosil yang merupakan energi tak terbarukan yang jumlahnya semakin menipis. Bahkan derajat keberlanjutan dari bioenergi sawit generasi kedua dan ketiga semakin tinggi karena diproduksi dari “limbah sawit” yang tidak bernilai.
Artikel Referensi : COP-28 Dubai Summit, Emisi Energi Fosil, dan Bioenergi Sawit