Resume
Dengan implementasi kebijakan EUDR, komoditas/produk yang dibolehkan untuk masuk ke pasar EU adalah komoditi/produk yang bebas deforestasi dan degradasi hutan, memenuhi legalitas di negara produsen, dan lolos uji tuntas (due diligence). Pemberlakuan EUDR berpotensi menciptakan risiko dan ketidakpastian global pada industri sawit global. Beberapa diantaranya adalah ketidakpastian aturan global, tidak compliance dengan aturan WTO/TBT, perbedaan peraturan perundangan antara EU dengan Indonesia, berpotensi mengganggu rantai pasok minyak dan produk sawit global, meningkatkan biaya produksi, berpotensi membangun kekuatan monopsoni EU, serta berpotensi menyingkirkan petani sawit dari supply chain minyak sawit global
Daftar Isi
Pendahuluan
Uni Eropa telah memberlakukan kebijakan European Union Deforestation-free Regulation On Supply Chain. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Regulation (EU) 2023/1115 of the European Parliament and of the Council of 31 May 2023 on the making available on the Union market and the export from the Union of certain commodities and products associated with deforestation and forest degradation and repealing Regulation (EU) No. 995/2010 (atau disingkat EUDR).
Kebijakan EUDR tersebut dipublikasikan pada EU Official Journal tanggal 9 Juni 2023 dan diberlakukan sebagai aturan yang mengikat per tanggal 29 Juni 2023 (PASPI Monitor, 2022a; PASPI, 2023a,b,c). Pemberlakuan bagi pelaku usaha (operator/trader) diberikan tenggang waktu selama 18 bulan, dimana seluruh operator/trader wajib memenuhi regulasi tersebut pada tanggal 29 Desember 2024. Sedangkan untuk Smallholder Enterprises (SMEs) diberikan masa transisi dengan periode yang lebih panjang yakni selama 24 bulan atau SMEs wajib memenuhi regulasi tersebut mulai tanggal 29 Juni 2025.
Pemberlakuan EUDR tersebut menciptakan sejumlah risiko dan ketidakpastian baru bagi industri sawit secara keseluruhan. Pendekatan EUDR yang mencakup rantai pasok sawit (hulu-hilir) di seluruh dunia, traceability, dan lanskap/geolokasi menciptakan berbagai ketidakpastian dan risiko yang belum pernah ada sebelumnya. Implementasi dan proses pemenuhan tuntutan EUDR tersebut dinilai memiliki kompleksitas tinggi serta membutuhkan waktu, kemampuan, dan biaya yang mahal sehingga berpotensi mengganggu rantai pasok minyak sawit global.
Artikel ini akan mendiskusikan bagaimana prinsip EUDR dalam implementasinya. Kemudian juga akan didiskusikan terkait potensi EUDR yang menjadi sumber risiko dan ketidakpastian baru bagi industri sawit global.
Key Takeaways
-
EUDR berlaku sebagai aturan yang mengikat mulai tanggal 29 Juni 2023, dengan tenggang waktu pemberlakuan selama 18 bulan untuk operator/trader dan 24 bulan untuk Smallholder Enterprises (SMEs).
-
Komoditas/produk yang boleh masuk pasar EU harus bebas deforestasi dan degradasi hutan, memenuhi legalitas di negara produsen, dan lolos uji tuntas (due diligence).
-
Minyak sawit termasuk dalam kelompok produk high-risk dalam EUDR.
-
EUDR menetapkan cut-off date per 31 Desember 2020, yang berpotensi mempengaruhi kebun sawit Indonesia yang dibangun setelah tahun tersebut.
-
Implementasi EUDR yang kompleks, melibatkan geolokasi, bioinformasi, dan legalitas kebun sawit dengan biaya yang tinggi.
-
Risiko dan ketidakpastian EUDR termasuk pelanggaran terhadap prinsip WTO/GATT, perbedaan definisi hutan antar negara, dan potensi mengganggu bisnis dan perdagangan minyak sawit global.
-
Implementasi EUDR dapat meningkatkan biaya produksi minyak sawit global, menciptakan kekuatan monopsoni EU, dan mengusir petani sawit dari rantai pasok global.
-
Pemberlakuan EUDR berpotensi menciptakan risiko dan ketidakpastian global pada industri sawit global
Kompleksitas Implementasi European Union Deforestation Free (EUDR)
Kebijakan EUDR ditujukan untuk menekan deforestasi dan degradasi hutan di seluruh dunia (European Commission, 2018, 2021; Council of European Union, 2022; EU, 2023). Untuk mencapai tujuan tersebut diupayakan dengan menghilangkan keterkaitan (decoupling) deforestasi dan degradasi hutan dari rantai pasok (supply chain) komoditas (dan produk turunan maupun produk terkait/by-product) yang berisiko tinggi pada deforestasi (high-risk commodity deforestation). Salah satu produk yang dikategorikan sebagai high-risk adalah minyak sawit.
Secara garis besar regulasi EUDR tersebut (khususnya pada Article 1 & 3) menyebutkan tiga hal utama yang menjadi prinsip (PASPI Monitor, 2022a; 2023b).
Pertama, bebas deforestasi dan degradasi hutan. Komoditi/produk yang diperbolehkan masuk dan keluar pasar EU haruslah bebas deforestasi (deforestation free) dan degradasi hutan dengan cut-off date per 31 Desember 2020. Jika benar EUDR menetapkan cut-off date tersebut, maka kebun sawit Indonesia eksisting seluas 16.3 juta hektar tahun 2020 tidak lagi menjadi target atas isu deforestasi dalam EUDR. Hal ini dikarenakan kebun sawit eksisting tersebut telah dibangun sebelum tahun 2020. Namun jika kebun sawit yang dibangun setelah tahun 2020, maka hasil produksinya (termasuk produk turunannya dan by product) tidak boleh lagi masuk ke pasar EU baik untuk tujuan konsumsi EU maupun re-export.
Meskipun cut-off date deforestasi yang dipersoalkan setelah tanggal 31 Desember 2020, dengan mengikuti regulasi EUDR maka kebun-kebun sawit yang ada tetap harus dilengkapi kordinat/poligon (geolocation) dan informasi produksi yang diperlukan. Data-data kebun dan produksi tersebut disajikan secara digital mengikuti standar EU yang telah ditetapkan. Informasi asal usul lahan kebun kemungkinan besar juga akan diminta dalam EUDR untuk tujuan due diligence di masa depan.
EUDR diimplementasikan pada kompleksitas multi-product, multi-stage industry, multi-country, multi-ecosystem, multi-farming/plantation dengan variasi tinggi. Dapat dibayangkan bagaimana kompleksitas, waktu, dan tenaga yang dibutuhkan serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi geolokasi dan informasi tanaman, produksi, dan lainnya dari 16.8 juta hektar kebun sawit Indonesia dan 25 juta hektar kebun sawit dunia, apalagi kebun kedelai dunia dengan luas mencapai 130 juta hektar yang tersebar di berbagai negara di dunia.
Kedua, komoditas/produk dihasilkan haruslah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara produsen. Data geolokasi dan bioinformasi tanaman/produksi tersebut masih harus dilengkapi dengan semua legalitas kebun sawit sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Pada level ini juga penuh dengan ketidakpastian. Peraturan perundang-undangan apa yang dimaksud EUDR yang harus dipenuhi, mengingat setidaknya ada 33 undang-undang di Indonesia yang terkait dengan industri sawit. Dari sekian banyak legalitas kebun sawit hanya HGU yang memiliki geolokasi, sedangkan legalitas lainnya umumnya tidak spesifik menunjuk geolokasi tapi aktivitas dan legalitas ini harus didigitalisasi. Apakah kepatuhan terhadap peraturan-perundang undangan tersebut cukup valid dengan hanya melampirkan bukti administrasi ataukah juga memerlukan emperical evidence? Dapat dibayangkan juga bagaimana kerumitan, waktu, tenaga dan biaya yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan EUDR.
Ketiga, uji tuntas (due diligence) sepanjang rantai pasok (supply chain) sawit mulai dari kebun sawit, Pabrik Kelapa Sawit (CPO/PKO Mill), gudang penyimpanan/logistik, transportasi/pengapalan, industri refinery, hingga ke pabrik pengolahan/trader. Uji tuntas ini mencakup: (1) gathering information, (2) risk assessment, dan (3) risk mitigation. Uji tuntas ini bertujuan untuk menelusuri (treaceablity) baik yang terkait dengan geolokasi, bioinformasi kebun/produk, kepatuhan atas hukum/undang-undang (legal compliance), stok/logistik, dan lain-lain di sepanjang rantai pasok hulu-hilir sawit yang kemudian disertifikasi.
Uji tuntas supply chain ini menyimpan berbagai ketidakpastian dan kompleksitas tinggi karena berhadapan dengan multi-edibles oil yang diproduksi dari multi-stage industry, multi-country, multi-ecosystem, multi-farming/plantation yang masing-masing memiliki karakteristik yang bervariasi dan tidak bisa disamakan. Misalnya industri pangan EU yang umumnya menggunakan multi-edibles oils (minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed) harus mampu melakukan uji tuntas (treaceability) di sepanjang rantai pasok pada masing-masing minyak nabati yang digunakan, dimana masing-masing minyak nabati tersebut berasal dari rantai pasok dari jutaan ladang/kebun (multi-farming/plantation) dengan multi-ecosystem dan multi-stage industry di berbagai negara (multi-country). Meskipun uji tuntas (tracebility) tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sistem digitalisasi, namun aplikasinya dan realisasinya tidak mudah dan sangat mahal.
Risiko dan Ketidakpastian dari European Union Deforestation Free (EUDR)
Jika kebijakan EUDR diberlakukan akan menciptakan sejumlah risiko dan ketidakpastian global, termasuk pada industri sawit global. Setidaknya terdapat tujuh risiko dan ketidakpastian akibat pemberlakuan EUDR.
Pertama, kebijakan EUDR merupakan pemberlakuan regulasi EU kepada negara-negara lain. Anu Bradford dari Columbia University menyebut apa yang dilakukan oleh EU sebagai “Brussel Effect” (Barford, 2020), dimana regulasi EU tersebut bertentangan dengan konsensus international. Kebijakan suatu negara yang menyangkut kepentingan negara-negara lain hanya dapat diimplementasikan setelah di notifikasi dan disepakati secara internasional. Seharusnya kebijakan EUDR tersebut terlebih dahulu di notifikasi dalam WTO dan jika disepakati baru diberlakukan secara internasional. Cara EU yang demikian dapat disebut sebagai bentuk neo-imperialisme yang seharusnya dihindari oleh EU yang memiliki sejarah imperialis-kolonialisme di masa lalu. Jika cara cara EU seperti ini dibiarkan akan menghilangkan kredibilitas lembaga multinasional (seperti WTO) di mata komunitas global dan menciptakan ketidakpastian perdagangan secara internasional.
Kedua, kebijakan EUDR juga berpotensi melanggar ketentuan WTO/GATT. Dalam konteks minyak nabati dunia, EUDR hanya diberlakukan pada minyak sawit dan minyak kedelai. Kebijakan tersebut tidak diberlakukan untuk minyak rapeseed dan minyak bunga matahari (serta 10 jenis minyak nabati lainnya) baik yang dihasilkan oleh EU maupun negara-negara lain. Dalam konsumsi minyak nabati, terdapat hubungan saling menggantikan (substitusi) antar minyak nabati (Morgan, 1993; Parcell, 2018; Kojima et al., 2016; Santeramo, 2017; Shigetomi et al., 2020) sehingga semua minyak nabati relatif sama atau “like product”.
Pemberlakuan EUDR yang demikian dinilai diskriminatif dan berpotensi bertentangan dengan prinsip GATT/TBT (Articles I/III:4 GATT Article 2.1 TBT Agreement, Article XI:1 GATT 1994) dan menghambat perdagangan (Article 2.2 TBT Agreement). Kebijakan EUDR yang menuntut compliance terhadap tata kelola, regulasi, dan hukum, namun kebijakan tersebut justru melanggar atau tidak sesuai dengan regulasi dan aturan internasional. Selain mendegradasi kepercayaan komunitas global pada WTO, hal ini juga dapat menciptakan ketidakpastian perdagangan minyak nabati global.
Ketiga, perbedaan definisi hutan, deforestasi, degradasi hutan berbeda-beda antar negara (PASPI, 2023; Purnomo, 2023). Selain perbedaan definisi hutan, juga terjadi perbedaan kebijakan dan peraturan perundangan yang berlaku di EU dengan Indonesia (Purnomo, 2023).
Perbedaan definisi hutan, deforestasi, dan degradasi hutan tersebut menyebabkan kehadiran EUDR menciptakan ketidakpastian dalam implementasi EUDR (PASPI Monitor, 2022a,b). Semak belukar (dalam kawasan budidaya), kebun karet, dan kebun kopi/kakao, memenuhi kriteria sebagai hutan dalam definisi hutan di Eropa sehingga jika dikonversi menjadi kebun sawit, EU melihatnya sebagai bentuk deforestasi. Sebaliknya dalam definisi hutan di Indonesia, semak belukar dalam kawasan budidaya, kebun karet, kebun kopi/kakao, bukanlah termasuk hutan. Sehingga jika dikonversi menjadi kebun sawit, bukanlah deforestasi. Perbedaan definisi tersebut ditambahkan dengan penggunaan citra satelit untuk menggambarkan lanskap lahan tersebut juga semakin menambah risiko ketidakpastian.
Keempat, implementasi EUDR dapat mengganggu/mengacaukan proses bisnis dan perdagangan minyak sawit global. Implementasi EUDR mulai dari geolokasi secara digital, digitalisasi legalitas, penyusunan informasi rantai pasok dari hulu-hilir serta proses due diligence sangatlah kompleks dan sulit dibayangkan akan selesai sebelum Desember 2024. Berbeda dengan minyak nabati dari tanaman semusim yang panennya musiman, perkebunan sawit dengan proses pemanen berlangsung day to day secara rotasi sehingga proses pemenuhan regulasi EUDR akan sangat sulit. Selama proses implementasi EUDR tersebut berpotensi mengganggu bahkan mengacaukan proses produksi baik pada level kebun sawit, PKS (CPO Mill) hingga ke industri hilir dan perdagangan minyak sawit dunia. Hal ini turut berpotensi untuk mengacaukan pasar minyak sawit dunia dan mengancam pemanenan Tandan Buah Segar (TBS).
Kelima, kenaikan biaya penyediaan minyak sawit dari hulu ke hilir. Implementasi EUDR, memerlukan waktu, tenaga/kemampuan, dan biaya yang cukup besar (Hadi, 2023; Unnithan, 2023; Lukman, 2023). Hal ini berimplikasi pada kenaikkan biaya produksi dalam penyediaan minyak sawit global. Siapa yang akan menanggung biaya untuk implementasi EUDR? Dapatkah EU secara konsisten membayar harga premium minyak sawit yang compliance pada EUDR? Belajar dari pengalaman implementasi RSPO, meskipun RSPO berasal dari Eropa namun ternyata masyarakat Eropa tidak bersedia membayar harga premium untuk minyak sawit bersertifikat berkelanjutan (CSPO) dan lebih memilih minyak sawit murah meskipun unsustainable (Annunziata et al., 2019; Hinkes dan Christoph-Schulz, 2019; RSPO, 2020).
Keenam, berpotensi menguasai dan mengeksploitasi produsen minyak sawit. Pemberlakuan EUDR yang dikontrol langsung EU, menempatkan EU dan aktor bisnisnya sebagai pembeli tunggal (monopsoni) pada pasar EU. Posisi dan kekuatan monopsoni tersebut kemudian ditransmisikan oleh aktor di sepanjang rantai pasok minyak sawit dari hilir ke hulu sehingga produsen TBS menderita akibat eksploitasi kekuatan monopsonistis tersebut. Dengan kata lain, EUDR berpotensi menjadi “Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)” gaya baru minyak sawit.
Ketujuh, berpotensi mengusir petani sawit dari rantai pasok minyak sawit global. Pemberlakuan EUDR (geolokasi, informasi produksi, legalitas, dan due diligence secara digital) dengan kemampuan sendiri, dapat dipastikan bahwa petani sawit sulit memenuhi tuntutan EUDR tersebut (Hadi, 2023; Unnithan, 2023; Lukman, 2023). Dalam konteks meminimumkan risiko, perusahaan perkebunan sawit juga lebih memilih menyelamatkan rantai pasoknya untuk compliance dengan EUDR. Kondisi ini berpotensi membuat petani sawit tersingkir dari rantai pasok minyak sawit global. Bila kondisi ini terjadi akan menciptakan berbagai persoalan sosial, ekonomi, keamanan, dan politik yang serius. EUDR akan berubah menjadi instrumen EU yang mematikan kebun sawit rakyat dan memiskinkan petani sawit dan keluarganya.
Kesimpulan
Kebijakan EUDR telah diberlakukan sebagai aturan yang mengikat per tanggal 29 Juni 2023 dengan masa tenggang pemberlakuan regulasi selama 18 bulan ke depan untuk operator/trader dan 24 bulan ke depan untuk Smallholder Enterprises (SMEs). Dengan diimplentasikannya kebijakan EUDR, komoditas/produk yang dibolehkan untuk masuk ke pasar EU adalah komoditi/produk yang bebas deforestasi dan degradasi hutan, memenuhi legalitas di negara produsen, dan lolos uji tuntas (due diligence).
Minyak sawit (termasuk produk turunanya dan by-product) termasuk ke dalam kelompok produk yang dikategorikan sebagai high-risk dalam EUDR tersebut. Meskipun 16.8 juta hektar kebun sawit Indonesia (eksisting) telah melewati masa cut-off date bebas deforestasi dan degradasi hutan, namun pelaku industri sawit Indonesia tetap harus memenuhi prinsip dalam regulasi EUDR. Artinya industri minyak sawit dan Indonesia (sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia) akan tetap terdampak dari pemberlakukan kebijakan tersebut.
Pemberlakuan EUDR berpotensi menciptakan risiko dan ketidakpastian global pada industri sawit global. Beberapa diantaranya adalah ketidakpastian aturan global, tidak compliance dengan aturan WTO/TBT, perbedaan peraturan perundangan antara EU dengan Indonesia, berpotensi mengganggu rantai pasok minyak dan produk sawit global, meningkatkan biaya produksi, berpotensi membangun kekuatan monopsoni EU, serta berpotensi menyingkirkan petani sawit dari supply chain minyak sawit global.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel jurnal ini.
Daftar Pustaka
- Annunziata, A Marini, AR Vecio. 2019. Effectiveness of Sustainability Labels in Guiding Food Choices: Analysis of Visibility and Understanding Among Young Adults. Sustainability Production and Consumption. 17(1): 108-115.
- Bradford A. 2020. The European Union in a Globalized World: the “Brussels Effect”. Columbia Law School.
- Council of European Union. 2022. Draft Regulation of the European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010. General approach
- European Commision. 2018. Impact Assessment: Minimizing Risk if Deforestation and Forest Degradation Associated of Product Placed on EU Market.
- European Commision. 2021. Proposal for a Regulation of The European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010.
- European Union 2023. Regulation of The European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010
- Hadi A. 2023. EUDR & Its Implication for Palm Oil Industry. Materi Paparan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) Bali Indonesia tanggal 2-3 Desember 2023.
- Hinkes C, I Christoph-Schulz. 2019. Consumers Attitude Toward Palm Oil: Insight from Locus Group Discussion. Journal of Food Products Marketing. 25(9): 875-895.
- Kojima Y, Parcell J, Cain J. 2016. A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use.
- Lukman RA. 2023. Addressing Smallholders Issue in the EUDR. Materi Paparan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) Bali Indonesia tanggal 2-3 Desember 2023.
- Morgan N. 1993. World Vegetables Oil Consumption Expands and Diversifies. Food Review. 16(2).
- Parcell J, Kojima Y, Roach A, Cain W. 2018. Global Edible Vegetable Oil Market Trends. Journal of Scientific and Technical Research. 2(1): 2282-2291.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
- PASPI Monitor. 2022a. Kebijakan Deforestasi-free dan Polemiknya. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3 (15): 683-688.
- PASPI Monitor. 2022b. Menyikapi Kebijakan Anti Deforestasi Uni Eropa pada Minyak Sawit. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3 (21): 721-726.
- PASPI Monitor. 2023a. European Deforestation-Free Regulation: Kebijakan Anti Deforestasi yang Makin Boros Deforestasi dan Emisi Global. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(4): 761-766.
- PASPI Monitor. 2023b. Pilihan Strategis Industri Sawit Nasional Merespon Kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR). Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(5): 767-776.
- PASPI Monitor. 2023c. Dampak Ekonomi European Union Deforestation Free Regulation (EUDR) pada Industri Sawit Nasional. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(6): 777-781.
- Purnomo A. 2023. Assessing EUDR and Indonesia Regulatory Gap: What is the Option? Materi Paparan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) Bali Indonesia tanggal 2-3 Desember 2023.
- Unnithan. 2023. EU Regulation on Deforestation-Free Supply Chains: How Can the Palm Oil Industry Comply? Materi Paparan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) Bali Indonesia tanggal 2-3 Desember 2023.
- Santeramo FG. 2017. Cross-Price Elasticity for Oils And Fats in EU and USA.
- Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10:206-224.