Back to Top
Rating & Comment

DINAMIKA KENAIKAN TARIF PUNGUTAN EKSPOR SAWIT TAHUN 2025

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Policy Brief
CITE THIS POLICY BRIEF
PASPI. Artikel Diseminasi & Policy Brief. (2025). DINAMIKA KENAIKAN TARIF PUNGUTAN EKSPOR SAWIT TAHUN 2025 (Issue Brief no. 02). https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2025/07/DINAMIKA-KENAIKAN-TARIF-PUNGUTAN-EKSPOR-SAWIT-TAHUN-2025.pdf

TL;DR

Kebijakan kenaikan tarif pungutan ekspor sawit melalui PMK 30/2025 memicu pro-kontra di tengah ketidakpastian global. Pemerintah berargumen bahwa kenaikan ini penting untuk hilirisasi sawit domestik, stabilisasi pasokan dan harga, serta penambahan dana pengembangan industri sawit nasional. Meskipun ada kekhawatiran dampak pada harga TBS petani, pengalaman menunjukkan efek jangka pendek. Kebijakan ini merupakan instrumen strategis untuk menjaga keseimbangan industri sawit domestik dan global.


Industri sawit nasional kembali menghadapi dinamika baru dengan adanya kebijakan kenaikan tarif pungutan ekspor untuk minyak sawit dan produk turunannya. Setelah sebelumnya diwarnai potensi dampak dari rencana proteksionisme baru oleh Pemerintah Amerika Serikat, kini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025 menetapkan skema tarif baru yang lebih tinggi. Kebijakan ini menimbulkan berbagai respons dari pelaku usaha dan publik, memicu diskusi mengenai urgensi dan implikasinya terhadap industri sawit Indonesia di tengah ketidakpastian global.


Bagaimana Kenaikan Tarif Pungutan Ekspor Mempengaruhi Industri Sawit?

Dengan diimplementasikannya PMK 30/2025, pelaku usaha yang melakukan ekspor produk sawit akan dikenakan export levy dengan besaran yang lebih tinggi. Sebagai contoh, ekspor CPO akan dikenakan tarif sebesar 10 persen dari Harga Referensi CPO yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan, meningkat dari tarif sebelumnya sebesar 7.5 persen yang tertuang dalam PMK 62/2024. Peningkatan tarif pungutan ekspor ini juga berlaku untuk produk olahan sawit, baik dalam bentuk intermediate maupun produk jadi.

Kebijakan peningkatan tarif pungutan ekspor minyak sawit ini menghadapi dinamika pro-kontra di publik. Pihak yang kontra berargumen bahwa kenaikan pungutan ekspor akan berdampak pada kenaikan biaya produksi, yang kemudian dapat ditransmisikan pada penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani, hingga berpotensi menurunkan daya saing produk sawit Indonesia. Namun, pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan tarif pungutan ekspor mungkin saja menyebabkan sedikit penurunan harga TBS petani dalam jangka pendek, tetapi kondisi ini tidak akan berlangsung lama. Kenaikan harga CPO dunia akibat berkurangnya ekspor Indonesia akan menaikkan kembali harga TBS petani sawit.


Apa Urgensi di Balik Kenaikan Tarif Pungutan Ekspor Sawit?

Dari sudut pandang lain, kenaikan tarif pungutan ekspor ini dinilai sebagai instrumen strategis untuk menjaga keseimbangan industri sawit domestik dan global, sekaligus berpartisipasi dalam mewujudkan visi Indonesia ke depan. Terdapat beberapa argumen yang menunjukkan urgensi peningkatan tarif pungutan ekspor sawit.

Desain tarif pungutan ekspor, dengan tarif yang lebih rendah untuk produk hilir dibandingkan produk hulu, bertujuan memberikan insentif bagi pengembangan hilirisasi sawit domestik. Hilirisasi sawit domestik ini sejalan dengan visi pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo. Hilirisasi sawit yang lebih dalam dan luas akan menciptakan ‘kue ekonomi’ yang lebih besar melalui peningkatan kesempatan kerja, nilai tambah domestik, serta memperbesar potensi pasar minyak sawit domestik.

Pengembangan hilirisasi sawit domestik juga berperan penting dalam mewujudkan ketahanan pangan dan ketahanan energi nasional. Hal ini krusial mengingat kondisi ketidakpastian global yang meningkat akibat tekanan geopolitik, perang dagang, dan pandemi. Selain itu, hilirisasi sawit domestik berkontribusi pada ketahanan ekonomi nasional. Produk hilir sawit, baik pangan, energi, toiletries, maupun personal care yang diproduksi di dalam negeri, dapat menyehatkan neraca perdagangan Indonesia dengan menciptakan devisa ekspor yang besar dari produk bernilai tambah tinggi dan menghemat devisa impor melalui substitusi impor.


Bagaimana Kebijakan Ini Berdampak pada Stabilisasi Harga dan Pasokan?

Untuk mendukung program pengembangan hilirisasi sawit domestik serta ketahanan pangan dan energi nasional, stabilitas pasokan bahan baku minyak sawit perlu dipastikan. Minyak goreng sawit, sebagai salah satu produk hilir sawit yang sangat berkaitan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, termasuk dalam Sembako dan menjadi input bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) di bidang kuliner dan pangan. Oleh karena itu, ketersediaan dan keterjangkauan minyak goreng sawit sangat penting untuk stabilitas ekonomi masyarakat menengah ke bawah.

Pemerintah mengatur tata kelola perdagangan Minyakita dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 15.700 per liter. Meskipun HET telah diatur, harga Minyakita di berbagai provinsi masih berada di atas HET. Rata-rata harga Minyakita di tingkat nasional berkisar Rp 17.6005 per liter selama periode Januari—Mei 2025. Tingkat harga ini sekitar 12 persen di atas HET yang ditentukan Pemerintah.

Peningkatan tarif pungutan ekspor tampaknya menjadi pilihan instrumen pemerintah untuk mencegah kenaikan harga minyak goreng rakyat (Minyakita) yang sudah di atas HET tersebut. Implementasi grand policy sawit, yang terdiri dari kombinasi export duty, export levy, dan hilirisasi, telah terbukti secara empiris berdampak pada peningkatan produksi yang menambah ketersediaan minyak goreng sawit di pasar domestik dan membuat harga minyak goreng domestik (minyak goreng sawit curah) lebih murah dibandingkan harga internasional (RBD Olein).

Indonesia memiliki posisi strategis sebagai produsen sekaligus konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Data USDA (2025) menunjukkan bahwa pangsa Indonesia dalam produksi minyak sawit global mencapai 58 persen dan pangsa dalam konsumsi minyak sawit global sebesar 30 persen. Dengan posisi ini, kebijakan perdagangan Indonesia, termasuk pungutan ekspor minyak sawit, akan memengaruhi supply-demand dan harga minyak sawit di pasar dunia. Ini menunjukkan bahwa kebijakan pungutan ekspor menjadi bagian instrumen Indonesia untuk memengaruhi harga minyak sawit dunia.

Meskipun timing kebijakan peningkatan tarif pungutan ekspor ini kontradiktif dengan kondisi ekonomi global yang tidak kondusif akibat tingginya risiko ketidakpastian, seperti ketegangan geopolitik dan Trump effect dengan penerapan tarif resiprokal, perlu juga dilihat bahwa kondisi potensi penurunan daya beli global akan berdampak pada potensi melemahnya permintaan minyak sawit dunia. Tren penurunan harga minyak sawit dunia dalam tiga bulan terakhir, dengan harga CPO dunia (CIFF Rotterdam) yang terus menurun dari Maret hingga Mei 2025, menunjukkan perlunya upaya untuk mengurangi pasokan minyak sawit ke pasar dunia. Kebijakan peningkatan tarif pungutan ekspor minyak sawit merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk menstabilkan harga atau membalikkan tren harga minyak sawit dunia yang mengalami penurunan.


Peran Pungutan Ekspor dalam Pendanaan Pengembangan Industri Sawit

Pungutan ekspor sawit juga berfungsi sebagai instrumen untuk menghimpun dana bagi pembiayaan berbagai program pengembangan industri sawit nasional. Program-program ini mencakup Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), infrastruktur kebun rakyat, pengembangan SDM petani, riset, promosi, dan pengembangan biofuel sawit. Selama lebih dari 10 tahun, pengembangan industri sawit nasional telah dilakukan secara mandiri, bersumber dari pungutan para pelaku industri yang kemudian dikembalikan (reinvestasi) dalam program-program yang memberikan manfaat secara inklusif.

Salah satu alasan pemerintah menaikkan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat dan kesejahteraan petani sawit. Peningkatan produktivitas kebun sawit dapat dicapai melalui replanting kebun sawit secara signifikan. Peningkatan pungutan ekspor sawit ini akan menambah dana sawit, termasuk untuk pembiayaan replanting pada program PSR. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa PSR dapat terlaksana dengan baik dan infrastruktur sarana dan prasarana kebun sawit petani terbangun, sehingga kesejahteraan petani sawit dapat meningkat di masa depan.

Di sisi lain, dinamika kenaikan tarif pungutan ekspor juga diwarnai sorotan negatif terkait program reinvestasi pungutan ekspor, khususnya besarnya insentif biodiesel pada program mandatori B40 dan B50 ke depan. Hingga saat ini, pembiayaan insentif biodiesel hanya ditanggung oleh industri sawit (melalui dana sawit yang dikelola BPDPKS), padahal manfaat mandatori biodiesel dinikmati oleh semua pihak PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023b; 2023e; 2025b. Sudah saatnya pembiayaan insentif biodiesel ditanggung bersama oleh industri sawit, konsumen energi, dan distributor (Pertamina) PASPI Monitor, 2024b. Dengan demikian, dana pungutan ekspor dapat lebih banyak dialokasikan untuk program-program pengembangan perkebunan sawit rakyat dan pembangunan industri sawit yang lebih berdaya saing serta berkelanjutan.


Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi

Kebijakan pungutan ekspor merupakan instrumen penting dan strategis bagi industri sawit nasional. Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa kebermanfaatan dari kebijakan ini dinikmati secara inklusif, tidak hanya oleh pelaku usaha tetapi juga masyarakat Indonesia. Namun, dalam formulasi dan implementasi kebijakan ini, Pemerintah Indonesia perlu lebih fleksibel dengan mempertimbangkan stabilitas kebutuhan domestik, perkembangan terbaru kebijakan resiprokal USA, respons negara pesaing Indonesia terhadap kebijakan resiprokal USA, geopolitik global, dan perkembangan pasar minyak nabati dunia. Pemerintah perlu memonitor dinamika pasar minyak sawit dunia secara day to day untuk menyesuaikan kebijakan respons.

Di sisi lain, pemerintah juga harus terus berupaya agar reinvestasi dana hasil pungutan ekspor sawit dikembalikan ke industri sawit dan dapat mengkompensasi potensi kerugian (loss) produsen sawit domestik, terutama petani sawit, akibat pemberlakuan pungutan ekspor. Misalnya, dengan memudahkan petani sawit untuk mengakses dan mendapatkan bantuan PSR dan dana sarana dan prasarana. Berbagai aturan yang menyulitkan petani sawit untuk mengakses program tersebut harus dihilangkan dan dimodifikasi sesuai dengan kemampuan petani sawit. Contohnya, aturan syarat kelengkapan legalitas kebun sawit untuk mengakses program PSR dapat dihapus, kemudian aturan tersebut dimodifikasi dengan menjadikan penyelesaian legalitas kebun sawit termasuk dalam bagian paket program PSR (dilakukan secara simultan).



Daftar Pustaka

  1. Badan Pangan Nasional. 2025. Perkembangan Rata-Rata Harga Minyakita Level Nasional Periode Januari – Mei 2025. https://panelharga.badanpangan.go.id/ 
  2. [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
  3. PASPI Monitor. 2022. Tata Kelola Minyak Sawit Indonesia: Mencari Keseimbangan Kepentingan Domestik dan Ekspor. Palm O’Journal: Analisis Isu Strategis Sawit. 3(8): 633-640. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/sawit-dan-kebijakan-nasional/#12-tata-kelola-minyak-sawit-indonesia-mencari-keseimbangan-kepentingan-domestik-dan-ekspor-jurnal-paspi-nomor-8-tahun-2022 
  4. PASPI Monitor. 2023a. Kaleidoskop 2022: Industri Sawit Nasional Bergejolak. Berita Sawit. https://palmoilina.asia/berita-sawit/kaleidoskop-industri-sawit-nasional/
  5. PASPI Monitor. 2023b. Peran Strategis Kebijakan Mandatori Biodiesel Sawit dalam Ekonomi Indonesia. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(3). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/strategis-kebijakan-mandatori/
  6. PASPI Monitor. 2023c. Kebijakan Stabilisasi Minyak Goreng Sawit Domestik Antisipasi Masa El Nino 2023/2024. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(8). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/minyak-goreng-sawit-domestik/ 
  7. PASPI Monitor. 2023d. Peranan Kebijakan Pungutan Ekspor Sawit dan BPDPKS dalam Industri Sawit Nasional. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(9). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/kebijakan-pungutan-ekspor/
  8. PASPI Monitor. 2023e. Dampak Mandatori Biodiesel Bagi Perekonomian Daerah dan Pendapatan Rumah Tangga. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(10). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/dampak-biodiesel-sawit/ 
  9. PASPI Monitor. 2024a. Strategi dan Kebijakan Hilirisasi Sawit Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(13). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/hilirisasi-sawit-domestik/
  10. PASPI Monitor. 2024b. Menikmati dan Menanggung Biaya Bersama Mandatori Biodiesel Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(20). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/mandatori-biodiesel-evaluasi/ 
  11. PASPI Monitor. 2024c. “Prabowonomics” dan Hilirisasi Sawit Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(26). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/prabowonomics-hilirisasi-sawit/
  12. PASPI Monitor. 2024d. “Industri Sawit Bagian Strategis Ketahanan Pangan dan Energi Nasional yang Berkelanjutan. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(30). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/ketahanan-pangan-energi-sawit/ 
  13. PASPI Monitor. 2025a. Trump Effect (Kebijakan Tarif Resiprokal) pada Industri Sawit Nasional. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 2(01). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/tarif-resiprokal-trump-sawit/ 
  14. PASPI Monitor. 2025b. Infografis – Multimanfaat Pengembangan Biodiesel Bagi Indonesia Tahun 2008 – 2024. https://palmoilina.asia/berita-sawit/multimanfaat-pengembangan-biodiesel/ 
  15. Sipayung T. 2012. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Bogor (ID): IPB Press
  16. Sipayung T. 2018. Politik Ekonomi Perkelapasawitan Indonesia. Bogor (ID): Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute
  17. Tomich TP, Mawardi MS. 1995. Evolution of Palm Oil Trade Policy in Indonesia 1978-1991. Journal of Oil Palm Research. 7(1): 87-102.
  18. [USDA] United States Department of Agriculture. 2025. Oilseeds: World Markets and Prices. https://apps.fas.usda.gov/psdonline/circulars/oilseeds.pdf 

Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x