Mengutip pidato Presiden Prabowo Subianto pada pelantikan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2024, “Indonesia harus swasembada pangan, swasembada energi, mengelola air dengan baik, anak-anak Indonesia harus bisa makan bergizi minimal satu kali sehari, melakukan hilirisasi semua komoditas, menghilangkan kemiskinan, menghadapi dunia internasional (bebas aktif non-blok) hingga memberantas korupsi agar seluruh rakyat Indonesia mencapai tingkat hidup yang sejahtera”.
Kalimat pidato Presiden Prabowo yang di-highlight di atas memiliki kaitan erat dengan upaya pemerintah untuk mengatasi stunting atau kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis pada anak-anak Indonesia. Merujuk data Kementerian Kesehatan (2024), prevalensi stunting Indonesia pada tahun 2023 sebesar 21.5 persen. Jika dilihat selama 10 tahun terakhir, terjadi penurunan yang relatif signifikan, dimana prevalensi stunting tahun 2013 sebesar 37.6 persen. Namun tingkat penurunan prevalensi stunting Indonesia melambat dalam beberapa tahun terakhir yang ditunjukkan dengan penurunan prevalensi stunting yang relatif sedikit dari tahun 2022 (21.6 persen) ke tahun 2023.
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan karena akan mengancam peluang Generasi Emas Indonesia tahun 2045. Untuk mengatasi ancaman tersebut, Presiden Prabowo beserta pemerintah mengimplementasikan program makan bergizi gratis yang ditujukan untuk anak sekolah serta kelompok ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia (PASPI, 2023; USDA, 2024), kebun sawit Indonesia memiliki potensi besar penghasil vitamin A, vitamin E, dan berbagai macam senyawa bioaktif (fitonutrien) yang dapat mencegah stunting (PASPI, 2023). Potensi tersebut sudah “dilirik” oleh pemerintah di masa Presiden Joko Widodo dengan pengembangan Minyak Makan Merah (PASPI Monitor, 2023c). Bahkan pabrik Minyak Makan Merah di Pagar Merbau Sumatera Utara, telah diresmikan Presiden Joko Widodo pada Maret tahun 2024.
Berkaitan dengan hal tersebut, legacy Presiden Joko Widodo melalui Minyak Makan Merah dapat juga diimplementasikan oleh Presiden Prabowo dengan jajaran Kabinet Merah Putih di masa pemerintahan saat ini yakni menjadi bagian pada program makan bergizi gratis untuk mengatasi stunting. Selain itu, pengembangan Minyak Makan Merah ini juga menjadi bagian mewujudkan Asta Cita “Prabowonomics” lainnya (PASPI Monitor, 2024d; 2024e). Setidaknya ada empat poin yang masuk dalam Asta Cita yang dimaksud yakni pemenuhan gizi dalam rangka memperkuat pembangunan SDM, pengembangan hilirisasi minyak sawit domestik (jalur oleofood complex and pharmaceutical), menyerap tenaga kerja, dan membangun dari desa dan dari bawah (merujuk pada pengembangan berbasis koperasi petani sawit).
IRONI SEBAGAI “PEMAIN BESAR” SAWIT DUNIA
Sejak tahun 2006, Indonesia berhasil menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia (PASPI, 2023). Selain menjadi produsen terbesar, Indonesia juga tercatat sebagai konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Data terbaru yang dipublikasikan USDA (2024) mengungkapkan pangsa Indonesia dalam produksi minyak sawit dunia mencapai 59 persen, sedangkan pangsanya dalam konsumsi minyak sawit dunia mencapai 25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan “pemain besar” dalam pasar minyak sawit dunia karena produsen sekaligus konsumen terbesar.
Di sisi lain, masyarakat perkebunan sawit maupun masyarakat Indonesia secara keseluruhan menghadapi ironi sebagai implikasi dari strategisnya peran Indonesia. Ironi yang dimaksud sebagai berikut (PASPI Monitor, 2023c):
Pertama, masyarakat perkebunan sawit dan masyarakat pedesaan di sentra-sentra sawit harus membayar minyak goreng dengan harga yang lebih mahal dengan akses yang relatif terbatas (langka). Minyak sawit dihasilkan dari perkebunan sawit (dan Pabrik Kelapa Sawit/PKS) yang letaknya tersebar di kawasan pedesaan di daerah pinggiran daerah. Sementara itu, pabrik minyak goreng berada di luar sentra-sentra produksi minyak sawit kawasan pedesaan. Banyak pabrik minyak goreng berada di wilayah perkotaan (dekat pelabuhan) bahkan di luar provinsi sentra sawit seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur (Kementerian Perindustrian, 2022).
Selain sebagai produsen minyak sawit (bahan baku minyak goreng), petani sawit dan masyarakat di daerah sentra sawit yang hidup di sekitar perkebunan sawit juga merupakan konsumen minyak goreng sawit. Produksi minyak goreng sawit yang berada di luar kawasan sentra sawit membuat masyarakat sentra sawit harus membayar produk tersebut dengan harga yang lebih mahal, mengingat biaya transportasi yang tinggi (Gambar 1). Tidak hanya harga yang relatif lebih mahal, jauhnya lokasi pabrik juga menyebabkan ketersediaan produk minyak goreng sawit di lokasi sentra-sentra sawit (pasar) juga relatif terbatas.
Gambar 1. Perbedaan Harga Minyak Goreng Curah pada Level Produsen Versus Konsumen di Pasar Tradisional: Studi Kasus Riau (Sumber: Bank Indonesia, data diolah PASPI, 2024)

Dalam skala nasional, masyarakat Indonesia juga menghadapi lonjakan harga minyak goreng sawit yang signifikan yang terjadi sepanjang Semester 1 tahun 2022 (PASPI Monitor, 2023a). Selain kenaikan harga, minyak goreng sawit juga mengalami kelangkaan sehingga sulit diakses oleh masyarakat Indonesia. Hingga saat ini meskipun pemerintah sudah mengimplementasi banyak kebijakan dan program (PASPI Monitor, 2023d; 2023e; 2024b; 2024c), namun harga minyak goreng (khususnya kemasan premium/bermerek) masih bertahan di level tinggi atau harganya belum kembali pada level harga sebelum anomali di tahun 2022 (Gambar 2). Hal ini menjadi sebuah ironi bagi Indonesia, yang notabenenya negara ini dikenal sebagai produsen bahan baku minyak goreng.
Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Goreng Berbagai Kemasan di Indonesia Periode Januari 2020-Oktober 2024 (Sumber: Kementerian Perdagangan, 2024)

Kedua, tingginya angka stunting di Indonesia. Stunting merupakan kondisi balita dengan tubuh pendek dan rendahnya fungsi kognitif yang disebabkan karena kekurangan vitamin A. Stunting menjadi perhatian pemerintah Indonesia, mengingat dampak jangka panjangnya yang mengancam produktivitas dan daya saing, menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan karena akan mengancam Indonesia untuk memanfaatkan Generasi Emas tahun 20245 dalam rangka menjadi salah satu negara ekonomi besar dunia.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023 (Kementerian Kesehatan, 2024), rata-rata nasional angka stunting di Indonesia mencapai 21.5 persen (Gambar 3). Diantara provinsi di Indonesia, enam provinsi yang masuk dalam Top-10 provinsi sentra sawit memiliki tingkat prevalensi balita stunting di atas rata-rata nasional. Keenam provinsi sentra sawit yang dimaksud adalah Aceh, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
Gambar 3. Prevalensi Balita Stunting di Enam Provinsi Sentra Sawit Indonesia Tahun 2023 (Sumber: Kementerian Kesehatan, 2024)

Kondisi di atas menjadi sebuah ironi karena tingkat stunting di masyarakat sentra sawit relatif tinggi, padahal kebun sawit merupakan lumbung vitamin A, vitamin E (Slover, 1971; Gunstone, 1986; Palm Oil Human Nutrition, 1989) dan senyawa bioaktif/fitonutrien seperti fitosterol, squalene, co-enzym Q10, phenolics, ubiquinone, (Goh et al., 1985; Tay et al., 2000; Berger, 2007; Kumar dan Krishna, 2014) yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, termasuk mencegah penyakit stunting.
Ketiga, tingginya ketergantungan Indonesia terhadap vitamin A dan E impor. Salah satu bentuk intervensi pemerintah Indonesia untuk mengatasi tingginya angka stunting adalah dengan pemberian vitamin A baik secara oral yang dilakukan di posyandu/puskesmas maupun melalui penambahan (fortifikasi) vitamin A pada bahan makanan. Kedua strategi tersebut memiliki implikasi terhadap semakin besarnya kebutuhan vitamin A dalam negeri.
Untuk memenuhi besarnya kebutuhan dalam negeri, Indonesia harus mengimpor vitamin A dari berbagai negara (PASPI Monitor, 2020). Nilai impor vitamin A mengalami peningkatan signifikan yakni dari USD 4.38 juta tahun 2001 menjadi USD 40,755 juta tahun 2018, dan kemudian menurun menjadi USD 15.05 juta tahun 2023 (Gambar 4a.). Demikian juga dengan volume impor yang meningkat dari hanya sekitar 227 ton tahun 2001 menjadi 603 ton tahun 2018 dan 482 ton tahun 2023. Meskipun relatif berfluktuasi, namun nilai dan volume impor vitamin A Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan positif.
Gambar 4. Perkembangan Nilai dan Volume Vitamin A (a) dan Vitamin E (b) yang Diimpor Indonesia Periode Tahun 2001-2023 (Sumber: ITC Trademap, data diolah PASPI, 2024)

Selain vitamin A, Indonesia juga banyak mengimpor vitamin E untuk memenuhi besarnya kebutuhan industri pangan, industri farmasi dan obat, serta industri kosmetik (skincare dan make up). Nilai vitamin E yang diimpor Indonesia relatif besar dan juga mengalami peningkatan yakni dari USD 4.32 juta tahun 2001 menjadi USD 24.2 juta tahun 2023 (Gambar 4b). Demikian juga dengan volume impor vitamin E yang meningkat hampir delapan kali lipat yakni dari 352 ton menjadi 2.52 ribu ton pada periode yang sama. Sama seperti vitamin A, impor vitamin E juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
Besarnya nilai impor vitamin A dan E tersebut tentu saja membebani devisa neraca perdagangan Indonesia. Selain besarnya devisa impor, ketergantungan Indonesia terhadap vitamin A dan E impor juga berpotensi sensitif terhadap instabilitas pasokan dan harga. Kondisi tersebut cukup ironis. Indonesia mengimpor vitamin A dan E yang meningkat setiap tahunnya. Padahal perkebunan sawit Indonesia berpotensi menghasilkan vitamin A dan E yang dapat memenuhi kebutuhan domestik.
Keempat, kandungan vitamin dan senyawa bioaktif dalam minyak sawit dibuang. Aplikasi teknologi pengolahan minyak sawit menjadi minyak goreng komersial yang selama ini dipasarkan di dalam negeri, telah sengaja mereduksi bahkan menghilangkan karoten untuk menghasilkan minyak berwarna kuning keemasan (Yuliasari et al., 2014). Teknologi pengolahan yang demikian untuk mengakomodir preferensi masyarakat Indonesia dan lebih diterima pasar. Konsumen masyarakat Indonesia telah terbiasa mengkonsumsi minyak goreng dengan warna putih (minyak kelapa, minyak inti sawit) dan warna kuning (minyak sawit) sehingga standar perdagangan minyak goreng selama ini adalah minyak goreng berwarna putih dan kuning.
Dengan teknologi pengolahan yang demikian, kadar karoten (prekursor vitamin A) dan senyawa bioaktif lainnya akan mengalami penurunan atau hilang. Padahal berbagai riset dan studi empiris dalam negeri maupun internasional telah mengungkapkan senyawa bioaktif (fitonutrien) yang terkandung dalam minyak sawit bermanfaat bagi kesehatan manusia (PASPI, 2023). Untuk “mengganti” vitamin A yang hilang, industri harus melakukan fortifikasi atau penambahan vitamin A pada produk minyak goreng (PASPI Monitor, 2020). Hal tersebut telah diatur dalam SNI 7709:2019 dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 17 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Goreng Sawit Secara Wajib.
MINYAK MAKAN MERAH SOLUSI PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN BERGIZI
Ironi yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa kandungan minyak sawit yang kaya vitamin belum dimanfaatkan dengan optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi. Minyak sawit memiliki potensi yang besar untuk semakin berkontribusi dalam menyediakan sumber pangan bergizi yang dapat diakses oleh masyarakat Indonesia dengan harga yang terjangkau. Terlebih dengan dan ketersediaan yang besar sehingga dapat berkontribusi dalam mewujudkan ketahanan pangan lokal dan nasional.
Pengembangan hilirisasi untuk menghasilkan produk pangan (termasuk pangan fungsional) berbasis sawit menjadi langkah strategis untuk mengejawantahkan potensi tersebut. Besarnya volume produksi dan keunggulan nutrisi yang terkandung dalam minyak sawit menjadi faktor kuat untuk menghasilkan produk pangan bergizi bagi masyarakat Indonesia. Salah satu hasil inovasi produk hilir sawit di bidang pangan adalah Minyak Makan Merah.
Minyak Makan Merah merupakan nama lain dari minyak sawit merah atau Red Palm Oil (PASPI, 2023), dimana produk tersebut merupakan olahan dari minyak sawit mentah (CPO) yang masih mempertahankan kandungan beta karoten (vitamin A), vitamin E, squalene, dan kandungan senyawa bioaktif (fitonutrien) lainnya dengan kadar yang relatif tinggi (PASPI, 2023). Berbeda dengan teknologi produksi minyak goreng sawit komersial yang membuang karoten, produksi Minyak Makan Merah menggunakan rekonfigurasi teknologi refining yang bertujuan untuk mempertahankan sebanyak mungkin kandungan karoten dan senyawa bioaktif (fitonutrien) dalam produk akhir. Teknologi tersebut telah dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).
Pada rekonfigurasi teknologi refining tersebut, proses rafinasi minyak sawit (CPO) dilakukan secara fisik (rafinasi fisik) pada suhu rendah (Alyas et al., 2006; Ayustaningwarno, 2012; Hasibuan et al., 2021) dengan suhu kurang dari 70 derajat celcius. Tahapan proses pembuatan minyak sawit merah dengan rekonfigurasi teknologi (PPKS, 2022) tersebut minyak sawit (CPO) yang masuk akan dilakukan rafinasi untuk mengurangi kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dan fraksinasi tahap 1 kemudian akan menghasilkan Refined Red Palm Oil, selanjutnya masuk ke fraksinasi tahap 2 yang akan menghasilkan Minyak Makan Merah (atau Red Palm Oil) dan produk sampingan yakni Red Palm Stearin.
Proses pembuatan minyak makan merah mampu mengkonsentrasikan komposisi senyawa bioaktif (fitonutrien) tanpa mengorbankan kualitas komposisi asam lemaknya. Dengan rekonfigurasi teknologi tersebut akan menghasilkan minyak makan berwarna merah kejinggaan kaya karoten (vitamin A), vitamin E, dan squalene. Jika dibandingkan dengan CPO, minyak goreng komersial (yang beredar di pasar saat ini), dan minyak zaitun (yang diklaim sebagai minyak sehat) menunjukkan bahwa kandungan senyawa bioaktif (fitonutrien) pada Minyak Makan Merah paling tinggi (Tabel 1)
Senyawa Bioaktif/Fitonutrien | Konsentrasi (ppm) | |||
---|---|---|---|---|
CPO | Minyak Goreng Komersial | Minyak Zaitun* | Minyak Makan Merah | |
Karoten (Vitamin A) | 506 | 15-20 | 1.4 – 8.9 | 753 |
Vitamin E | 910 | 323 | 23.2 – 370.6 | 1,016 |
Squalene | 237 | 128 | 7 – 120 | 348 |
Sumber: PPKS, 2022; *Lanza dan Ninfali, 2020 |
Besarnya kandungan vitamin dan senyawa bioaktif (fitonutrien) dalam Minyak Makan Merah menjadikan produk tersebut tidak hanya menjadi alternatif minyak goreng yang digunakan dalam proses memasak, namun produk tersebut dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Selain dikonsumsi secara langsung, produk ini juga dapat digunakan oleh industri sebagai fortifikan vitamin A dan/atau provitamin A pada minyak goreng sawit komersial dan produk pangan lainnya.
Bahkan dengan teknologi pengolahan yang lebih advance, produk Minyak Makan Merah juga dapat dimanfaatkan oleh industri farmasi. Minyak Makan Merah kaya karoten (vitamin A), vitamin E, dan squalene dapat dikemas dalam bentuk enkapsulan yang dijadikan sebagai produk suplemen/multivitamin yang ditujukan baik untuk memenuhi kebutuhan Kementerian Kesehatan pada program mencegah stunting maupun memenuhi kebutuhan pasar komersial.
Jika dikaitkan kembali dengan program Presiden Prabowo, produk Minyak Makan Merah sangat tepat untuk menjadi bagian dari program makan bergizi gratis. Tidak hanya mencukupi kebutuhan gizi dan nutrisi pada kelompok target (ibu, balita, dan anak), produk tersebut juga membantu Indonesia untuk mewujudkan swasembada pemenuhan kebutuhan vitamin A dan E karena tidak lagi bergantung pada impor vitamin A dan E sintetis. Implikasinya penanganan masalah stunting menjadi lebih komprehensif. Dengan demikian, salah satu poin dalam Asta Cita yakni “Memperkuat pembangunan SDM” dalam mewujudkan Generasi Emas 2045 dapat terwujud.
MINYAK MAKAN MERAH WUJUDKAN CITA LAIN DARI ASTA CITA PRABOWONOMICS
Selain memenuhi kebutuhan pangan kaya vitamin A, E, dan nutrisi lainnya dalam rangka mengatasi stunting, pengembangan Minyak Makan Merah ini juga diarahkan untuk memperkuat ekonomi lokal kerakyatan. Untuk mencapai visi tersebut, pemerintah di era Presiden Joko Widodo mengarahkan agar produksi Minyak Makan Merah dikembangkan oleh koperasi petani sawit di daerah sentra sawit. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi petani sawit rakyat dalam industrialisasi/hilirisasi sawit di dalam negeri sehingga petani menjadi lebih sejahtera dan tidak lagi bergantung pada penjualan Tandan Buah Segar (TBS) yang harganya relatif fluktuatif mengikuti harga dunia (PASPI Monitor, 2023c).
Visi pemerintah tersebut kemudian tertuang dalam Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 5 Tahun 2023 mengenai Tata Kelola Minyak Makan Merah Berbasis Koperasi. Koperasi yang dimaksud adalah badan usaha ekonomi formal dengan kegiatan ekonomi mencakup integrasi hulu-hilir. Koperasi akan menaungi petani-petani sawit yang menyuplai bahan baku TBS (hulu) hingga menangani kegiatan produksi dan pasca-produksi (pemasaran, promosi, dll) produk Minyak Makan Merah (hilir).
Regulasi tersebut telah diimplementasikan melalui pilot project pembangunan pabrik Minyak Makan Merah di Pagar Merbau Sumatera Utara, dimana pabrik tersebut telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Maret tahun 2024. Pilot project ini merupakan kolaborasi Koperasi Pujakesuma merupakan salah satu koperasi yang memiliki anggota petani sawit, dimana koperasi tersebut merupakan binaan Kementerian Koperasi dan UMKM. Koperasi Pujakesuma juga mendapatkan bantuan dana pembangunan pabrik Minyak Makan Merah dari BPDPKS serta bantuan teknis dan teknologi dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan PTPN Grup.
Sebagai pilot project program ini, Koperasi Pujakesuma mendapatkan TBS dari petani sawit anggotanya, kemudian TBS tersebut dititipkan untuk diolah menjadi CPO di PKS milik PTPN II. Hasil olahan CPO tersebut kemudian disalurkan ke pabrik Minyak Makan Merah yang dikelola oleh koperasi Pujakesuma. Kedepannya, Koperasi Pujakesuma diarahkan untuk mengadopsi model bisnis ideal yakni dengan membangun PKS sendiri yang terintegrasi dengan pabrik Minyak Makan Merah yang telah ada saat ini.
Adopsi model pengembangan Minyak Makan Merah berbasis koperasi petani sawit yang diproduksi secara lokal di daerah sentra sawit dinilai memiliki beberapa keunggulan. Partisipasi petani sawit dalam industrialisasi/hilirisasi tersebut akan memberikan keuntungan. Hal ini dikarenakan petani sawit anggota koperasi akan menerima pendapatan yang lebih tinggi dari penjualan produk hilir dibandingkan harga jual TBS pada transaksi konvensional.
Keunggulan lain juga terdapat pada output Minyak Makan Merah yang diproduksi oleh koperasi petani sawit terintegrasi hulu-hilir. Harga Pokok Produksi (HPP) produk tersebut lebih murah dibandingkan harga minyak goreng curah dan kemasan. Dengan mengadopsi integrasi hulu-hilir, double marginalization yang terjadi pada mata rantai pasok tidak ada. Selain itu, teknologi pengolahan pada PKS dan Pabrik Minyak Makan Merah hasil inovasi PPKS adalah teknologi yang telah direkonfigurasi sehingga relatif lebih hemat energi dan biaya.
Lokasi PKS dan Pabrik Minyak Makan Merah yang berada di sekitar perkebunan sawit petani juga akan memangkas biaya pengangkutan TBS sebagai bahan baku. Minyak Makan Merah yang diperdagangkan secara lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar perkebunan sawit juga akan menurunkan biaya distribusi produk. Penghematan biaya-biaya tersebut berimplikasi pada harga produk Minyak Makan Merah yang terjangkau bagi konsumen. Hal ini tentu saja akan menguntungkan konsumen masyarakat lokal karena dapat memperoleh produk pangan kaya nutrisi dengan harga yang relatif lebih murah dan ketersediaan produk yang lebih besar.
Pabrik Minyak Makan Merah yang dikembangkan secara lokal juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal, menciptakan sumber pendapatan, dan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi desa. Sehingga diharapkan dapat mengikuti sejarah pengembangan perkebunan sawit yang berkontribusi pada pengentasan kemiskinan daerah (Susila, 2004; Susila dan Munadi, 2008; Rist et al., 2010; World Growth, 2011; Sayer et al., 2012; PASPI, 2014, 2023; Kasryno, 2015; Dib et al., 2018; Edwards, 2019; TNP2K, 2019; Qaim et al., 2020).
Dengan demikian, program pengembangan Minyak Makan Merah berbasis koperasi petani sawit juga akan membantu mewujudkan cita lain dalam Asta Cita Prabowonomics. Setidaknya terdapat tambahan pencapaian tiga Asta lain dari 8 Asta Cita yang dapat diwujudkan dengan pengembangan pengembangan Minyak Makan Merah berbasis koperasi petani sawit yakni: Asta-3 (Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur), Asta-5 (Melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri), dan Asta-6 (Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan).
Kesimpulan
Minyak sawit memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah sebagai bahan baku yang versatile serta memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti vitamin A, vitamin E, dan senyawa bioaktif (fitonutrien) lainnya. Didukung dengan ketersediaan volume yang melimpah dan keunggulan tersebut, industri sawit nasional memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan produk pangan maupun produk kesehatan bagi masyarakat Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia dan industri sawit menghadapi berbagai ironi yakni mahal dan langkanya minyak goreng sawit, tingkat stunting yang tinggi, besarnya ketergantungan terhadap vitamin A dan E impor, serta teknologi refining yang belum memanfaatkan kandungan senyawa bioaktif pada minyak sawit. Ironi tersebut juga berkaitan dengan belum optimalnya peran industri sawit dalam menghasilkan produk pangan dan kesehatan berbasis sawit yang bergizi, relatif kompetitif, dan mudah diakses. Minyak Makan Merah menjadi salah satu produk hilir sawit yang dapat menjadi solusi untuk mengatasi ironi tersebut.
Dengan berbagai keunggulan tersebut, Minyak Makan Merah dapat menjadi bagian dalam program makan bergizi gratis untuk mengatasi stunting. Selain itu, pengembangan Minyak Makan Merah berbasis koperasi petani sawit ini juga menjadi bagian mewujudkan Asta Cita “Prabowonomics” lainnya. Setidaknya terdapat empat poin kontribusi dari pengembangan Minyak Makan Merah berbasis koperasi petani sawit dalam pencapaian Asta Cita yakni Asta-3 (Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas), Asta-4 (Memperkuat pembangunan SDM), Asta-5 (hilirisasi di dalam negeri), dan Asta-6 (Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan).
Implikasi Kebijakan
Pengembangan industri Minyak Makan Merah berpotensi menjadi bagian dalam mewujudkan Asta Cita Prabowonomics yang berkaitan dengan pembangunan SDM berkualitas melalui pemenuhan gizi, swasembada pangan (dan pangan bernutrisi termasuk vitamin), hilirisasi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan pembangunan desa. Oleh karena itu, pilot project pengembangan Minyak Makan Merah berbasis koperasi petani sawit ini perlu direplikasi di berbagai daerah sentra sawit. Selain itu, pemerintah Indonesia juga dapat membangun ekosistem pendukung lainnya seperti insentif fiskal, untuk meningkatkan daya saing produk. Seiring dengan industrinya yang semakin berdaya saing, diharapkan pengembangan proyek/program dapat berkembang tersebut dapat secara mandiri dan naik fase menjadi skala komersial di berbagai daerah sentra sawit.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel diseminasi dan policy brief ini.
Daftar Pustaka
- Alyas SA, Abdullah A, Idris NA. 2006. Changes Ofβ-Carotene Content During Heating of Red Palm Olein. Journal of Palm Oil Research, Special Issue-April 2006. 99-102.
- Ayustaningwarno F. 2012. Proses Pengolahan dan Aplikasi Minyak Sawit Merah pada Industri Pangan. Vitasphere. 2:1-11.
- Bank Indonesia. 2024. Informasi Harga Pangan Antar Daerah.
- Berger KG. 2007. Trans-Free with the Products of the Oil Palm – A Selective Review. Czech Journal of Food Sciences. 25(4): 174-181.
- Dib JB, Alamsyah Z, Qaim M. 2018. Land-Use Change and Income Inequality in Rural Indonesia. Forest Policy and Economy. 94(C): 55–66.
- Edwards RB. 2019. Export Agriculture and Rural Poverty: Evidence from Indonesian Palm Oil. Working Paper Dartmouth College.
- Gunstone FD, JL Harwood, FB Padlay, 1986. Lipid Handbook. London (UK): Chapman and Hall.
- Goh SH, Choo YM, Ong SH. 1985. Minor Constituents of Palm Oil. Journal of the American Oil Chemists’Society. 62. 237–240
- Hasibuan HA, Warnoto, Magindrin, Lubis A. 2021. Produksi Minyak Sawit Kapasitas 100 Kg/Batch dan Produk Diversifikasinya berupa Shortening dan Margarin. Warta PPKS. 26(1):20-29.
- ITC Trademap. 2024. Volume and Value Import of Vitamin A, Vitamin E.
- Kasryno F. 2015. The Economic Impacts of Palm Oil in Indonesia. The High Carbon Stock Science Study 2015.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2024. Factsheet Stunting di Indonesia dan Determinannya.
- Kementerian Perdagangan. 2023. Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok. https://sp2kp.kemendag.go.id/
- Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2022. Tata Kelola Industri CPO dan Minyak Goreng Indonesia. Dipresentasikan pada Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR-RI pada tanggal 24 Mei 2022.
- Kubitza C, Krishna VV, Alamsyah Z, Qaim M. 2018. The Economics Behind an Ecological Crisis: Livelihood Effects of Oil Palm Expansion in Sumatra, Indonesia. Human Ecology. 46:107–16.
- Kumar PKP, Krishna AGG. 2014. Physico-Chemical Characteristic and Nutraceutical Distribution of Crude Palm Oil and Its Fractions. Grasas Y Aceites. 65(2): 1-12.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2014. The Sustainability of Indonesian Palm Oil Industry Its role in: Economic Growth, Rural Development, Poverty Reduction, and Environmental Sustainability. Bogor (ID): PASPI.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2022. Analisis Komparasi Kemajuan Sosial, Ekonomi & Ekologi Antara “Desa Sawit” Vs “Desa Non-Sawit” di Indonesia. Bogor (ID): PASPI.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute.
- PASPI Monitor. 2020. Potensi Penyediaan Vitamin A Berbasis Minyak Sawit untuk Memenuhi Kebutuhan Domestik. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 1(26): 175-182.
- PASPI Monitor. 2023a. Kaleidoskop 2022: Industri Sawit Nasional Bergejolak. Berita Sawit.
- PASPI Monitor. 2023b. Minyak Makan Merah Sebagai Solusi Untuk Substitusi Impor, Cegah Stunting, dan Ketahanan Pangan Lokal. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(5).
- PASPI Monitor. 2023c. Pengembangan Minyak Makan Merah Berbasis Koperasi Sebagai Solusi Penguatan Sawit Rakyat dan Peningkatan Social Welfare. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(6).
- PASPI Monitor. 2023d. Kebijakan Stabilisasi Minyak Goreng Sawit Domestik Antisipasi Masa El Nino 2023/2024. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(8).
- PASPI Monitor. 2023e. Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) serta Alternatif Kebijakan untuk Stabilisasi Minyak Goreng Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(12).
- PASPI Monitor. 2024a. Waspadai Kenaikan Harga Minyak Goreng Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(18).
- PASPI Monitor. 2024b. Rencana Kenaikan HET Minyakita dan Solusi Stabilisasi Minyak Goreng Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(22).
- PASPI Monitor. 2024c. Tata Kelola Baru DMO dan DPO Minyak Goreng Rakyat. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(25).
- PASPI Monitor. 2024d. “Prabowonomics” dan Hilirisasi Sawit Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(26).
- PASPI Monitor. 2024e. “Prabowonomics” dan Pengalaman Pengembangan Perkebunan Sawit di Indonesia. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(27).
- [PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2022. Teknologi Minyak Makan Merah Bergizi dan Menyehatkan.
- Qaim M, Sibhatu KT, Siregar H, Grass I. 2020. Environmental, Economic, and Social Consequences of the Oil Palm Boom. Annual Review of Resource Economics. 12(1): 321-344.
- Rist L, Feintrenie L, Levang P. 2010. The Livelihood Impacts of Oil Palm: Smallholders in Indonesia. Biodiversity and Conservation. 19:1009–1024.
- Sayer J, Ghazoul J, Nelpon P, Boedhihartono AK. 2012. Oil Palm Expansion Transforms Tropical Landscapes and Livelihoods. Global Food Security. 1(2): 114-119.
- Slover HT. 1971. Tocopherol in Food and Fats. Lipid. 6(5): 291-296.
- Susila WR. 2004. Contribution of Palm Oil Industry to Economic Growth and Poverty Alleviation in Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 23(3): 107-114.
- Susila WR, E Munadi. 2008. Dampak Pengembangan Biodiesel Berbasis CPO Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Informatika Pertanian. 17(2): 1173-1194.
- Syahza A. 2005. Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan di Riau. Jurnal Ekonomi. 10: 1-12.
- [TNP2K] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2019. Ringkasan Kebijakan: Industri Kelapa Sawit, Penanggulangan Kemiskinan dan Ketimpangan. TNP2K dan Australian Government.
- [USDA] United States of Departement Agricultural. 2024. Oilseed: World and Market Trade Annual Report.
- Yuliasari S, Fardiaz D, Andarwulan N, Yuliani S. 2014. Karakteristik Nanoemulsi Minyak Sawit Merah yang Diperkaya Beta Karoten. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 20(3):111-121.
- World Growth. 2011. The Economic Benefit of Palm Oil to Indonesia.