Back to Top
Rating & Comment

MINYAK SAWIT UNTUK INDIA: MENGHEMAT DEVISA IMPOR DAN PRO-POOR 

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Jurnal
CITE THIS JOURNAL ARTICLE
PASPI. (2024). MINYAK SAWIT UNTUK INDIA: MENGHEMAT DEVISA IMPOR DAN PRO-POOR . JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES. 4(29). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/minyak-sawit-untuk-india/
PASPI. MINYAK SAWIT UNTUK INDIA: MENGHEMAT DEVISA IMPOR DAN PRO-POOR . JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES. 2024;4(29):937-943. Available from: https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/minyak-sawit-untuk-india/.
PASPI. "MINYAK SAWIT UNTUK INDIA: MENGHEMAT DEVISA IMPOR DAN PRO-POOR ." JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES, vol. 4, 2024, pp. 937-943. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/minyak-sawit-untuk-india/. Diakses Pada : .

PENDAHULUAN

Minyak sawit merupakan salah satu dari sekitar 17 jenis sumber minyak nabati global. Meskipun minyak sawit hanya dihasilkan dari negara-negara tropis seperti Indonesia, namun manfaatnya dinikmati oleh seluruh masyarakat dunia, termasuk masyarakat India. Minyak sawit merupakan anugerah dari Tuhan YME untuk masyarakat dunia yang disalurkan melalui perdagangan internasional yang juga menciptakan dan membagi berbagai manfaat bagi masyarakat dunia.

India merupakan salah satu negara yang mengkonsumsi minyak sawit dalam volume yang cukup besar dalam konsumsi minyak nabati domestik. Bagi India, impor minyak sawit bukan sekedar memenuhi kebutuhan konsumsi minyak nabati domestiknya. Lebih dari sekadar konsumsi, pilihan impor minyak sawit selain menghemat devisa impor minyak nabati juga  menolong penduduk miskin serta memberikan manfaat ekonomi lainnya.

Tulisan ini mendiskusikan pentingnya minyak sawit bagi ekonomi India, terutama penghematan devisa impor minyak nabati India. Kemudian didiskusikan bahwa impor minyak sawit juga menciptakan kesempatan kerja, penciptaan pendapatan, dan menolong penduduk miskin di India.


MENGHEMAT DEVISA DAN PENDAPATAN

India memerlukan sekitar 25-27 juta ton minyak nabati setiap tahun. Pola konsumsi minyak nabati India terdiri atas (Mehta, 2023): minyak sawit (33 persen), minyak kedelai (24 persen), minyak mustar (16 persen), dan minyak bunga matahari (8 persen). 

Hal yang sama juga diungkapkan oleh USDA (2024). Minyak sawit menjadi minyak nabati penting dalam konsumsi minyak nabati India (Gambar 1). Pangsa konsumsi minyak sawit tahun 2023 mencapai 46 persen, kemudian diikuti minyak kedelai (24 persen), minyak rapeseed (19 persen), dan minyak bunga matahari (11 persen).

minyak sawit untuk india
Gambar 1. Perkembangan Konsumsi Top-4 Minyak Nabati di India (Sumber: USDA, 2024)

Selain bersumber dari produksi domestik, India juga melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi minyak nabati dalam negeri. Dalam 10 tahun terakhir, India mengimpor minyak nabati sekitar 55-77 persen atau rata-rata 60 persen dari kebutuhan minyak nabati domestiknya. Misalnya pada tahun 2022, impor minyak nabati India mencapai sekitar 15 juta ton, dimana sekitar 62 persen adalah impor minyak sawit dan sisanya impor minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari.

Konsumen utama minyak sawit India adalah sektor HoReCa (Hotel, Restaurant, Catering) dengan pangsa sekitar 33 persen. Kemudian diikuti oleh sektor rumah tangga (18 persen), industri bakery dan vanaspati (18 persen), industri biskuit dan frying (18 persen), dan industri non-pangan (13 persen). Pilihan India untuk mengimpor minyak sawit yang lebih besar dibandingkan minyak nabati lain tentu ada alasannya. Pertama, minyak sawit merupakan minyak nabati dengan harga yang paling kompetitif (relatif lebih murah) dibandingkan minyak nabati lainnya (Gambar 2).

Perkembangan Harga Minyak Nabati di Pasar Global
Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Nabati di Pasar Global (Sumber: USDA, 2024)

Pada tahun 2022, rata-rata harga CPO dunia (CIF Rotterdam) mencapai USD 1,347 per ton. Jika dibandingkan minyak sawit, harga minyak nabati lainnya relatif lebih tinggi misalnya minyak kedelai (USD 1,667 per ton), minyak rapeseed (USD 1,757 per ton), dan minyak bunga matahari (USD 1,651 per ton). Selisih harga minyak sawit dengan minyak nabati lain mencapai USD 300-400 per ton.

Volume impor minyak nabati India pada tahun 2022 mencapai 15 juta ton, dimana sekitar 9.3 juta ton adalah impor minyak sawit dan sisanya impor minyak nabati lainnya (5.7 juta ton). Dengan volume impor minyak nabati yang demikian, besarnya devisa yang dihabiskan India untuk mengimpor minyak nabati sekitar USD 22 Miliar.

Seandainya jika India tidak mengimpor minyak sawit dan hanya mengimpor minyak nabati non-sawit (India without Palm Oil), maka devisa yang dikeluarkan India untuk mengimpor minyak nabati mencapai USD 25 Miliar. Artinya keputusan India untuk mengimpor minyak sawit dapat menghemat devisa impor minyak nabati sekitar USD 3 Miliar. Semakin besar pangsa minyak sawit dalam impor minyak nabati India, maka akan semakin memperbesar penghematan devisa.

Kedua, impor minyak sawit juga menghemat pengeluaran penduduk dalam konsumsi minyak nabati. Pada level retailer, perbedaan harga minyak goreng sawit dengan minyak nabati lainnya mencapai sekitar USD 0.40–USD 1.30 atau rata-rata sekitar USD 1.00 per liter. Dengan konsumsi minyak sawit India sebesar 8 juta ton per tahun, berarti konsumen minyak nabati India memperoleh penghematan pengeluaran untuk minyak nabati sekitar USD 8 Miliar per tahun. Semakin besar pangsa minyak sawit dalam konsumsi minyak nabati India, maka semakin besar juga penghematan pengeluaran masyarakat India untuk konsumsi minyak nabati.

Ketiga, minyak sawit minyak nabati pro-poor. Sampai pada tahun 2019, jumlah penduduk miskin (extremely poor) yakni dengan pendapatan kurang dari USD 1.9 per hari per orang di India masih mencapai sekitar 10.2 persen dari penduduk India. Salah satu upaya untuk membantu masyarakat miskin adalah menyediakan bahan pangan yang cukup (availability) dengan harga terjangkau (affordability). Dengan harga yang paling kompetitif (relatif murah) menjadikan minyak sawit sebagai minyak nabati yang mudah dijangkau oleh penduduk miskin atau pro-poor (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2021d).

Sejauh ini harga minyak sawit selalu jauh lebih murah dari harga minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari. Disparitas harga minyak sawit dengan tiga minyak nabati lainnya di pasar dunia berkisar antara USD 100-200 per ton (PASPI Monitor, 2021c). Kondisi ini menguntungkan bagi masyarakat miskin dunia. Dengan pendapatan nominal yang tetap, volume minyak sawit yang dapat dikonsumsi masyarakat miskin menjadi lebih banyak atau dengan harga minyak sawit yang lebih murah maka alokasi anggaran penduduk miskin untuk konsumsi minyak sawit menjadi relatif sedikit sehingga tersedia anggaran yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan lain.

Hasil studi Kojima et al. (2016) juga menunjukkan bahwa elastisitas harga (own-price elasticity) konsumsi minyak sawit pada negara berpendapatan dibawah USD 1,000 cenderung lebih inelastis dibandingkan dengan minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan harga minyak sawit, maka dampaknya tidak terlalu mempengaruhi konsumsi minyak sawit pada kelompok masyarakat miskin. Sebaliknya, elastisitas pendapatan (income elasticity) konsumsi minyak sawit di negara-negara berpendapatan di bawah USD 1,000 sangat elastis, sedangkan elastisitas pendapatan dari konsumsi minyak nabati lain justru inelastis. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan pendapatan pada masyarakat miskin atau berpendapatan rendah, maka persentase peningkatan konsumsi minyak sawit akan lebih besar dari persentase peningkatan pendapatan. 

Tentu saja penduduk miskin dunia juga mengkonsumsi minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari. Pada kondisi yang demikian, minyak sawit juga berperan mengendalikan harga minyak nabati tersebut. Harga minyak sawit yang lebih murah dibandingkan harga ketiga minyak nabati lainnya, menjadikan minyak sawit sebagai peredam (buffer) yang mampu mencegah peningkatan berlebihan dari harga ketiga minyak nabati tersebut.

Berbagai studi empiris (Morgan, 1993; Santeramo, 2017; Parcell, 2018; Shigetomi et al., 2020) menunjukkan konsumsi antar minyak nabati tersebut saling substitusi. Konsumsi minyak sawit dunia berhubungan positif dengan harga minyak kedelai, harga minyak rapeseed, dan harga minyak bunga matahari (Kojima et al., 2016). Artinya jika harga minyak kedelai (atau minyak rapeseed, minyak bunga matahari) mengalami kenaikan, konsumsi masyarakat akan beralih ke minyak sawit. Dengan mekanisme yang demikian, kenaikan harga minyak nabati lainnya tidak akan berlangsung lama karena dapat dinetralisir (market clear) oleh penurunan konsumsinya dan kemudian disubstitusi oleh kenaikan konsumsi minyak sawit.


JOB-CREATING DAN INCOME-GENERATING

Minyak sawit yang di impor India umumnya masih dalam bentuk mentah (crude) dan produk olahan-antara (intermediate-product) seperti Refined Palm Oil (RPO). Impor produk sawit tersebut yang masih dikategorikan sebagai bahan baku sehingga India memiliki kesempatan untuk melakukan hilirisasi minyak sawit di dalam negeri untuk memperoleh nilai tambah (value added) dan menghasilkan produk akhir (finished product).

Hilirisasi minyak sawit di India menghasilkan manfaat ekonomi baik secara direct effect, indirect effect, dan induced effect. Studi Europe Economics (2016) mengungkapkan bahwa hilirisasi minyak sawit di India menciptakan kesempatan kerja (job-creating) sekitar 1.2 juta orang tenaga kerja. Artinya meskipun minyak sawit berasal dari impor, namun melalui hilirisasi minyak sawit yang diimpor India mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat India (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2021a).

Selain menciptakan kesempatan kerja, hilirisasi minyak sawit di India juga menciptakan pendapatan atau income generating (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2021b). Besarnya pendapatan yang tercipta dari hilirisasi minyak sawit yang diimpor India mencapai sekitar USD 5.5 Miliar (European Economics, 2016). Manfaat ekonomi yang tercipta melalui hilirisasi minyak sawit sawit yang diimpor oleh India baik berupa job creation maupun income-generating akan makin meningkat seiring dengan meningkatnya volume impor minyak sawit India. Selain itu, diversifikasi hilirisasi sawit domestik yang semakin luas dan dalam hilirisasi juga semakin meningkatkan manfaat ekonomi yang bisa dinikmati oleh masyarakat India.


Kesimpulan

Untuk memenuhi besarnya kebutuhan minyak nabati, India melakukan impor minyak sawit dengan volume yang lebih besar dibandingkan minyak nabati lainnya. Keputusan India untuk mengimpor minyak sawit lebih banyak tersebut mampu menghemat devisa impor minyak nabati sekitar USD 3 Miliar pada tahun 2022. Jika India tidak mengimpor minyak sawit dalam volume yang besar, India harus menghabiskan devisa yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati domestik. 

Selain mampu menghemat devisa impor minyak nabati, harga minyak sawit paling kompetitif dibandingkan harga minyak nabati lainnya juga menguntungkan masyarakat India yang tergolong kelompok miskin (pro-poor). Impor minyak sawit India mampu menghemat pengeluaran masyarakat konsumen  miskin dalam  konsumsi minyak nabati sekitar USD 0.4-USD 1.4 per liter.

Hilirisasi minyak sawit di dalam negeri juga mampu menciptakan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh masyarakat India. Perkembangan industri hilir domestik yang mengolah minyak sawit impor mampu menyerap sekitar 1.2 juta orang tenaga kerja dan menciptakan pendapatan sekitar USD 5.5 Miliar.



Daftar Pustaka (LINK)

  1. Europe Economics. 2016. The Downstream Economic Impact of Palm Oil Exports. Europe Economics Chancery House. London.
  2. Kojima Y, Parcell J, Cain J. 2016. A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use.
  3. Mehta BV. 2023. Indian Vegetables Industry and Future Outlook. Materi dipresentasikan pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) di Bali tanggal 2-3 November 2023.
  4. Morgan N. 1993. World Vegetables Oil Consumption Expands and Diversifies. Food Review. 16(2). DOI: 10.22004/ag.econ.266114 
  5. Parcell J, Kojima Y, Roach A, Cain W. 2018. Global Edible Vegetable Oil Market Trends. Journal of Scientific and Technical Research. 2(1): 2282-2291.
  6. [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
  7. PASPI Monitor. 2021a. Minyak Sawit Menciptakan Kesempatan Kerja di Negara Importir. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(2): 289-292.
  8. PASPI Monitor. 2021b. Penciptaan Pendapatan pada Hilirisasi Minyak Sawit di Negara Importir. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(3): 293-298.
  9. PASPI Monitor. 2021c. Kontribusi Industri Sawit: Feeding the World. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(4): 299-304.
  10. PASPI Monitor. 2021d. Minyak Sawit adalah Minyak Nabati yang Membantu Penduduk Miskin (Pro-Poor). Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(5): 377-382.
  11. Santeramo FG. 2017. Cross-Price Elasticity for Oils And Fats in EU and USA.
  12. Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10:206-224.
  13. [USDA] United States Department of Agriculture. 2023. Oilseed: World Market and Trend December Annual Report.
Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x