Resume
Kebijakan EUDR melarang sawit yang terkait deforestasi untuk masuk ke pasar Uni Eropa. Pemberlakuan kebijakan tersebut merupakan bentuk perlakuan yang mendiskriminasi dan berpotensi melanggar prinsip non-diskriminasi WTO. Prinsip yang dimaksud adalah: (1) prinsip non diskriminasi perdagangan antar negara (Most Favored Nation/MFN); (2) prinsip non-diskriminasi barang sejenis yang diimpor dengan produksi domestik (National Treatment/NT); (3) hambatan perdagangan non-tarif (non-tariff barrier); dan prinsip Technical Barrier to Trade (TBT) yang diskriminatif.
Table of Contents
Pendahuluan
Setelah kebijakan diskriminasi biodiesel sawit pada RED II Delegated Regulation tahun 2018 (PASPI Monitor, 2019), Uni Eropa kembali meluncurkan kebijakan anti deforestasi yang diskriminatif terhadap sawit. Uni Eropa melarang masuk (dipasarkan) minyak sawit dan produk turunannya ke kawasan Uni Eropa karena dianggap terkait dengan konversi hutan menjadi non-hutan (deforestasi).
Secara umum, kebijakan European Union Deforestation-free Regulation On Supply Chain (EUDR) tersebut melarang sawit yang terkait deforestasi untuk masuk ke pasar Uni Eropa (PASPI Monitor, 2022, 2023a). Untuk memastikan apakah sawit terkait deforestasi, maka dilakukan penelusuran sepanjang rantai pasok (traceability on supply chain) dengan metodologi yang ditetapkan (dan dilakukan) oleh EU. Dengan demikian, operator diminta untuk menyampaikan data geolokasi yang kemudian akan dilakukan uji tuntas (due diligence) terkait dengan risk assessment dan mitigasi risiko selanjutnya akan dilakukan sertifikasi, dimana keseluruhan proses tersebut dikendalikan oleh EU (PASPI Monitor, 2023d).
Dalam konteks minyak nabati dunia, EUDR hanya diberlakukan untuk minyak sawit dan minyak kedelai impor. Sedangkan untuk minyak nabati lain baik yang diimpor maupun diproduksi di dalam kawasan EU, kebijakan EUDR tersebut tidak diberlakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan EUDR tersebut berpotensi melanggar prinsip-prinsip perdagangan yang ditetapkan World Trade Organization (WTO). Prinsip yang dimaksud berkaitan dengan prinsip non-diskriminasi, dimana terdapat perbedaan perlakuan atas barang sejenis baik dari produksi domestik maupun dari impor.
Tulisan ini akan mendiskusikan terkait argumen kebijakan EUDR yang mendiskriminasikan sawit. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi EUDR berpotensi melanggar prinsip-prinsip perdagangan global WTO.
Kebijakan European Deforestation Free (EUDR)
Kebijakan European Union Deforestation-free Regulation on Supply Chain (EUDR) tersebut dituangkan dalam Regulation (EU) 2023/1115 of the European Parliament and of the Council of 31 May 2023 on the making available on the Union market and the export from the Union of certain commodities and products associated with deforestation and forest degradation and repealing Regulation (EU) No. 995/2010.
Kebijakan EUDR tersebut dipublikasikan pada EU Official Journal tanggal 9 Juni 2023 dan diberlakukan sebagai aturan yang mengikat per tanggal 29 Juni 2023 (PASPI Monitor, 2022; PASPI, 2023a,b,c). Pemberlakuan bagi pelaku usaha (operator/trader) diberikan tenggang waktu selama 18 bulan, dimana seluruh operator/trader wajib memenuhi regulasi tersebut pada tanggal 29 Desember 2024. Sedangkan untuk Smallholder Enterprises (SMEs) diberikan masa transisi dengan periode yang lebih panjang yakni selama 24 bulan atau SMEs wajib memenuhi regulasi tersebut mulai tanggal 29 Juni 2025.
Kebijakan EUDR memuat hal-hal berikut berikut: (1) melarang dipasarkan ke kawasan EU untuk komoditi/produk yang terkait dengan deforestasi yang terjadi di sepanjang supply chain. Komoditi yang dimaksud adalah kedelai, hewan ternak, minyak sawit, kayu, kakao, kopi, dan karet (termasuk juga masing-masing produk turunannya); (2) mewajibkan penyampaian informasi supply chain (traceability) termasuk geolokasi, (3) mewajibkan untuk mengikuti uji tuntas (due diligence) untuk risk assessment dan risk mitigation; dan (4) sertifikasi deforestation-free mengikuti standar EU yang dikeluarkan oleh otoritas EU.
Dengan memberlakukan EUDR hanya untuk komoditas diatas, EU secara implisit memandang deforestasi hanya terjadi pada negara-negara produsen komoditas tersebut. Padahal deforestasi merupakan fenomena normal dari proses pembangunan yang terjadi pada hampir semua negara di dunia sejak awal peradaban hingga saat ini, termasuk di daratan Eropa (Matthew, 1983; Walker, 1993; Houghton, 1996; Bhattarai et al., 2001; FAO, 2012; USDA, 2014; Keenan et al., 2015; Kaplan et al., 2017; Sabatini et al., 2018; Barredo et al., 2021; PASPI, 2023). Oleh karena itu, jika mempersoalkan deforestasi maka seharusnya EUDR diberlakukan untuk semua komoditi/produk yang diproduksi di semua negara.
Pemberlakuan EUDR secara diskriminatif tersebut bertentangan dengan kesepakatan internasional yang dimuat dalam WTO yakni berkaitan dengan prinsip non-diskriminasi, perdagangan yang adil (fair trade), dan perdagangan yang efisien. Dalam hal ini, WTO merupakan organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional yang terbentuk sejak tanggal 15 April 1994 di Marrakesh (Maroko) dan mulai memberlakukan prinsip perdagangan secara internasional sejak 1 Januari 1995. EU dan Indonesia termasuk ke dalam anggota WTO sehingga kebijakan perdagangan EU seharusnya mengikuti pedoman dan prinsip perdagangan WTO.
Selain melanggar prinsip perdagangan WTO, EU juga seharusnya menghormati mekanisme yang disepakati internasional yakni EUDR terlebih dahulu dinotifikasi ke WTO. Jika masyarakat dunia sepakat dengan kebijakan perdagangan tersebut, maka EUDR baru bisa diberlakukan secara internasional. Cara-cara EU yang memberlakukan regulasinya ke negara lain secara unilateral yang oleh Bardford (2020) menyebutnya sebagai “Brussel Effect”, merupakan praktik neoimprealisme yang sudah lama ditinggalkan komunitas dunia.
POTENSI PELANGGARAN PRINSIP NON-DISKRIMINASI WTO
Setidaknya terdapat empat hal dari EUDR yang berpotensi melanggar prinsip-prinsip WTO. Pertama, prinsip non-diskriminasi perdagangan antar negara (Most Favored Nation/MFN). Setiap negara anggota dilarang memberlakukan kebijakan yang mendiskriminasi terhadap barang dan jasa sejenis (like products, direct competitives, substitutable products) yang diimpor suatu negara dari berbagai negara (Pasal I GATT 1994 dan article II GATS).
Dalam konteks ini, minyak sawit merupakan salah satu dari 17 jenis minyak nabati yang diperdagangkan secara internasional dan termasuk minyak nabati yang diimpor EU dari negara lain. EU setiap tahun mengimpor minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak bunga matahari, minyak kacang tanah, dan lainnya (Oil World, 2022). Seluruh minyak nabati tersebut dikategorikan FAO sebagai bahan pangan minyak/lemak yang memiliki fungsi sama/sejenis yakni sebagai sumber energi dan asam lemak.
Dalam konsumsi minyak nabati dunia baik sebagai bahan pangan, energi maupun oleokimia sehingga antar minyak nabati terjadi saling substitusi dan bersaing (Morgan, 1993; Kojima et al., 2016, Santeramo, 2017; Parcell, 2018; Shigetomi et al., 2020). Oleh karena itu, dalam konteks prinsip non-diskriminasi WTO menunjukkan bahwa semua minyak nabati adalah “like product”, “direct competition”, dan “substitutionable product”.
Dalam konteks tersebut, EUDR hanya diberlakukan pada minyak sawit dan minyak kedelai. Sementara kebijakan tersebut tidak berlaku untuk minyak rapeseed dan minyak bunga matahari (juga 10 jenis minyak nabati lainnya) yang juga diimpor EU dari negara-negara lain. Hal ini jelas dapat dikategorikan telah melanggar prinsip non-diskriminasi antar negara MFN.
Kedua, prinsip non-diskriminasi barang sejenis dan jasa antara yang diimpor dengan produksi domestik (National Treatment/NT) baik secara de jure maupun de facto (Pasal III GATT 1994 dan Article XVIII GATS). Minyak nabati domestik yang diproduksi domestik oleh Uni Eropa antara lain minyak rapeseed, minyak bunga matahari, minyak biji kapas, dan minyak zaitun (USDA, 2023). Minyak nabati produksi EU tersebut juga merupakan “like product”, “direct competition”, dan “substitutionable product” dari minyak sawit yang diimpor EU.
Dalam konteks ini, EUDR juga mempraktikkan diskriminasi (National Treatment) dengan memberlakukan EUDR hanya untuk minyak sawit dan minyak kedelai impor, tetapi tidak memberlakukan untuk minyak nabati produksi domestik EU seperti minyak rapeseed, minyak bunga matahari, minyak biji kapas, dan minyak zaitun.
Ketiga, hambatan non-tarif (non-Tariff Barrier) yang dimuat dalam Article II dan Pasal IX GATT 1994. Menurut UNCTAD (2010), kebijakan Non-Tariff Measure (NTM) adalah kebijakan non-tarif yang berpotensi berdampak ekonomi pada perdagangan barang internasional, mengubah kuantitas yang diperdagangkan, atau harga atau keduanya. Menurut prinsip ini negara-negara anggota tidak diperkenankan membuat kebijakan segala bentuk hambatan non-tarif (non-tariff barrier) dalam bentuk kuota, pembatasan, prosedur (red tape) atau syarat tertentu untuk membatasi masuknya barang impor dengan tujuan untuk melindungi industri/komoditi domestik.
Kebijakan EUDR dapat dikategorikan sebagai non-Tariff Barrier dalam perdagangan internasional. Persyaratan deforestation-free dan seluruh mekanisme pembuktianya di sepanjang supply chain tidak hanya menghambat perdagangan sawit ke EU tetapi juga berpotensi menghentikan perdagangan minyak sawit ke EU.
Selain sebagai hambatan non-tarif, deforestation-free juga bentuk dari non-price competition (PASPI, 2023) untuk melindungi minyak nabati EU (khususnya minyak rapeseed). Meskipun telah disubsidi pemerintah EU, namun minyak rapeseed kalah bersaing dengan minyak sawit.
Keempat, prinsip Technical Barrier to Trade (TBT). Beberapa ketentuan GATT yang mencakup masalah TBT ini yaitu pasal I, pasal III, pasal IX, pasal X, pasal XI, dan pasal XX. TBT atau hambatan teknis dalam perdagangan yaitu hambatan-hambatan yang diakibatkan oleh hal-hal teknis seperti kualitas produk, pengepakan, penandaan, dan persyaratan keamanan.
Dalam prinsip ini mencakup Peraturan Teknis (Technical Regulation), Standar Teknis (Standard), dan Prosedur Penilaian Kesesuaian (Conformity Assessment Procedures), namun tetap dibawah prinsip non-diskriminasi, transparansi, dan harmonisasi. Setiap anggota berhak memberlakukan pengaturan teknis maupun standarisasi suatu produk termasuk prosedur pengujian pemenuhan standar yang ditetapkan dengan prinsip non-diskriminasi (produk domestik versus impor), transparan (diumumkan ke publik dunia dan dinotifikasi ke WTO), serta sedapat mungkin selaras dengan standar global (harmonisasi).
Berdasarkan prinsip-prinsip WTO tersebut, EU boleh saja memberlakukan persyaratan teknis dan prosedur pengujian yang terdapat dalam seperangkat aturan EUDR. Namun persyaratan teknis, prosedur, dan bentuk TBT lainya, harus diberlakukan untuk semua komoditi like product”, “direct competition”, dan “substitutionable product”. Bahkan jika deforestation-free menjadi bentuk TBT, EUDR harus diberlakukan untuk semua komoditi/produk di seluruh dunia, termasuk semua komoditi/produk yang dihasilkan di dalam kawasan EU.
KESIMPULAN
Kebijakan EUDR melarang minyak sawit dan produk turunannya (serta enam komoditi lainnya dan masing-masing produk turunannya) yang berkaitan dengan deforestasi untuk masuk ke pasar Uni Eropa. Kebijakan tersebut berlaku untuk komoditi/produk impor atau yang dihasilkan negara lain di luar kawasan EU. Hal ini menunjukkan bahwa EU secara implisit memandang deforestasi hanya terjadi pada negara-negara produsen komoditas tersebut. Padahal deforestasi merupakan fenomena normal dari proses pembangunan yang terjadi pada hampir semua negara di dunia sejak awal peradaban hingga saat ini, termasuk di daratan Eropa.
Pemberlakuan EUDR secara diskriminatif tersebut bertentangan dengan kesepakatan internasional yang dimuat dalam WTO yakni berkaitan dengan prinsip non-diskriminasi dan perdagangan yang adil (fair trade). Empat prinsip non-diskriminasi WTO yang potensial dilanggar EUDR adalah: (1) prinsip non diskriminasi perdagangan antar negara (Most Favored Nation/MFN); (2) prinsip non-diskriminasi barang sejenis yang diimpor dengan produksi domestik (National Treatment/NT); (3) hambatan perdagangan non-tarif (non-tariff barrier); dan prinsip Technical Barrier to Trade (TBT) yang diskriminatif.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel jurnal ini.
Daftar Pustaka (Link)
- Bhattarai M, Haming M. 2001. Institution and The Environmental Kuznet Curve for Deforestation: A Cross Country Analysis for Latin America, Africa, and Asia. World Development. 29(6): 995-1010.
- Barredo J, Brailesco C, Teller A, Sabatini FM, Mauri A, Janouskova K. 2021. Mapping and Assessment of Primary and Old-Growth Forests in Europe. European Commission: JRC Science for Policy Report.
- Bradford A. 2020. The European Union in a Globalized World: the “Brussels Effect”. Columbia Law School.
- Council of European Union. 2022. Draft Regulation of the European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010. General approach
- European Commission. 2018. Impact Assessment: Minimizing Risk if Deforestation and Forest Degradation Associated of Product Placed on EU Market.
- European Commission. 2021. Proposal for a Regulation of The European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010.
- European Union 2023. Regulation of The European Parliament and of the Council on the Making Available on the Union Market as well as Export from the Union of Certain Commodities and Products Associated with Deforestation and Forest Degradation and Repealing Regulation (EU) No 995/2010
- [FAO] Food Agricultural Organization. 2012. State of the World Forest.
- Houghton RA. 1999. Land Use Change and Teristerial Carbon: The Temporal Record in Forest Ecosystem, Forest Management, and the Global Carbon Cycles (ed. MJ Apps & D.T. Price).
- Kaplan JO, Krumhardt KM, Gaillard MJ, Sugita S, Trondman AK, Fyfe R, Marquer L, Mazier F, Nielsen AB . 2017. Constraining the Deforestation History of Europe: Evaluation of Historical Land Use Scenarios with Pollen-Based Land Cover Reconstructions. Land. 6(4).
- Keenan RJ, Reams GA, Frederic A, de Freitas JV. 2015. Dynamics of Global Forest Area: Results from the FAO Global Forest Resources Assessment 2015. Forest Ecology and Management. 352:9-20.
- Kojima Y, Parcell J, Cain J. 2016. A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use.
- Matthew E. 1983. Global Vegetation and Land Use: New High-Resolution Data Based for Climate Study. Journal of climate change and applied Meteorology. 22:474-487.
- Morgan N. 1993. World Vegetables Oil Consumption Expands and Diversifies. Food Review. 16(2).
- Parcell J, Kojima Y, Roach A, Cain W. 2018. Global Edible Vegetable Oil Market Trends. Journal of Scientific and Technical Research. 2(1): 2282-2291.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
- PASPI Monitor. 2019. Minyak Sawit dalam Persaingan Bahan Baku Biodiesel Uni Eropa: Motif RED II ILUC. Jurnal Monitor: Analisis Isu Strategis Sawit. 5(42): 1689-1696
- PASPI Monitor. 2022. Menyikapi Kebijakan Anti Deforestasi Uni Eropa pada Minyak Sawit. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 3 (21): 721-726.
- PASPI Monitor. 2023a. European Deforestation-Free Regulation: Kebijakan Anti Deforestasi yang Makin Boros Deforestasi dan Emisi Global. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(4): 761-766.
- PASPI Monitor. 2023b. Pilihan Strategis Industri Sawit Nasional Merespon Kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR). Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(5): 767-776.
- PASPI Monitor. 2023c. Dampak Ekonomi European Union Deforestation Free Regulation (EUDR) pada Industri Sawit Nasional. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(6): 777-781.
- PASPI Monitor. 2023d. European Union Deforestation Free Regulation on Supply Chain (EUDR) Ciptakan Risiko Ketidakpastian Industri Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(13): 827-832.
- Sabatini FM, Burrascano S, Keeton WS, Levers C, Lindner M, Pötzschner F, Verkerk PJ, Bauhus J, Buchwald E, Chaskovsky O, Debaive N, Horváth F, Garbarino M, Grigoriadis N Lombardi F, Duarte IM, Meyer P, Midteng N, Mikac S, Mikoláš M, Motta R, Mozgeris G, Nunes L, Panayotov M, Ódor P, Ruete A, Simovski B, Stillhard J, Svoboda M, Szwagrzyk J, Tikkanen OP, Volosyanchuk R, Vrska T, Zlatanov T, Kuemmerle T. 2018. Where is Europe’s Last Primary Forest? Diversity and Distributions. 24(10): 1426-1439.
- Santeramo FG. 2017. Cross-Price Elasticity for Oils And Fats in EU and USA.
- Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10:206-224.
- [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2010. Non-Tariff Measures: Evidence from Selected Developing Countries andFuture Research Agenda. Developing Countries in International Trade Studies.
- [USDA] United States of Departement Agriculture. 2014. US Forest Resource Facts and Historical Trend.
- [USDA] United States Department of Agriculture. 2023. European Union: Oilseed and Products Annual.
- Walker. 1993. Deforestation and Economic Development.