Era baru pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan dimulai sejak tanggal 20 Oktober 2024. Visi, arah, dan strategi baru dalam membangun perekonomian nasional pada era pemerintahan baru (‘‘Prabowonomics”) yang dikenal dengan Asta Cita, sudah disampaikan ke masyarakat bahkan jauh sebelum kampanye pemilihan Presiden dilaksanakan. Pemikiran ekonomi Presiden Prabowo dapat ditelusuri setidaknya dalam dua buku yakni Paradox Indonesia (Subianto, 2017) dan Strategi Transformasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045 (Subianto, 2023).
Salah satu dari Asta Cita tersebut yang terkait dengan industri sumber daya alam nasional adalah dengan melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Prabowonomics” memandang bahwa industri nasional yang berbasis sumber daya alam tidak akan berguna banyak bagi kesejahteraan rakyat, jika Indonesia hanya mengekspor bahan mentah ke pasar internasional. Produk dari sumber daya alam harus diolah terlebih dahulu melalui hilirisasi kemudian produk hilirnya diekspor agar “kue ekonomi” seperti nilai tambah, kesempatan kerja, dan pendapatan yang lebih besar dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia.
Pandangan Prabowonomics tersebut bukan saja sangat relevan dengan industri sawit nasional, tetapi juga memperkuat arah baru hilirisasi sawit ke depan. Sebelum tahun 2010, hilirisasi minyak sawit Indonesia sebagian besar terjadi di negara-negara importir minyak sawit. Kondisi tersebut mengakibatkan Indonesia sangat bergantung pada pasar minyak sawit dunia. Selain itu, nilai tambah dari produk hilir sawit justru dinikmati negara-negara importir. Sekitar USD 32.8 Miliar setiap tahun nilai tambah hilir sawit dinikmati negara-negara importir sawit, dimana sebagian besar minyak sawit (bahan baku hilirisasi) di negara importir tersebut diimpor dari Indonesia (European Economics, 2016; PASPI, 2023).
Tulisan ini akan mendiskusikan bagaimana “Prabowonomics” dalam industri sawit nasional. Diskusi kemudian dilanjutkan dengan bagaimana “Prabowonomics” tersebut diimplementasikan dalam melanjutkan industrialisasi sawit nasional ke depan.
JALUR HILIRISASI SAWIT
Secara umum, hilirisasi minyak sawit yang sedang berlangsung dan potensial dikembangkan ke depan di Indonesia dapat dikelompokkan atas empat jalur hilirisasi. Semula hanya tiga jalur utama hilirisasi minyak sawit saja (Sipayung, 2018; PASPI, 2023), namun mengingat besarnya potensi biomassa sawit maka jalur hilirisasi sawit semakin diperluas dengan memasukkan jalur hilirisasi biomassa dan biomaterial sawit. Berikut keempat jalur hilirisasi sawit tersebut (Gambar 1).
Pertama, Jalur Hilirisasi Oleopangan (Oleofood Complex) yakni pendalaman industri-industri yang mengolah minyak sawit menjadi produk olahan minyak sawit (Refined Palm Oil) maupun industri-industri yang menghasilkan produk jadi berbasis minyak sawit (Palm Oil-Based Product) untuk pangan. Berbagai produk hilir oleopangan yang telah dihasilkan di Indonesia seperti minyak goreng sawit, margarin, shortening, ice cream, creamer, cocoa butter/specialty-fat dan lain-lain, maupun produk pharmaceutical seperti vitamin A, vitamin E, Squalene, dan lain-lain.
Gambar 1. Tiga Jalur Hilirisasi Sawit Domestik

Kedua, Jalur Hilirisasi Oleokimia (Oleochemical Complex) yakni industri-industri yang mengolah minyak sawit untuk menghasilkan produk oleokimia dasar hingga produk oleokimia jadi. Dari hilirisasi jalur oleokimia ini dihasilkan oleokimia dasar seperti fatty acid, fatty alcohol, gliserin, hingga produk jadi (finished product) yang dikonsumsi oleh masyarakat (consumer goods) seperti detergen, sabun, shampo, toiletries, kosmetik, skincare, biolubrikan, dan lain lain.
Ketiga, Jalur Hilirisasi Biofuel/Bioenergi (Biofuel/Bioenergy Complex) yakni industri-industri yang mengolah/menggunakan minyak sawit untuk produk energi seperti biodiesel (FAME), biohidrokarbon (green diesel, green gasoline dan green avtur), biogas, dan lainnya.
Keempat, Jalur Hilirisasi Biomass-Biomaterial Complex yakni pengembangan industri-industri hilir yang mengolah biomassa sawit (tankos, serat, pelepah, cangkang, Palm Kernel Meal, dll) untuk menghasilkan berbagai produk hilir seperti bioenergi, pakan, biomaterial, biokimia, dan produk derivatif lainnya.
Hilirisasi sawit domestik tersebut (oleofood, oleochemical, biofuel/bioenergy) dapat dibedakan beberapa fase dan orientasi pasar produk (Sipayung, 2018; PASPI Monitor, 2024a) yakni hilirisasi sawit untuk menghasilkan produk-produk yang ditujukan untuk tujuan/promosi ekspor (PE) dan hilirisasi untuk menghasilkan produk-produk yang ditujukan mensubstitusi produk yang masih diimpor untuk memenuhi konsumsi domestik atau Substitusi Impor (SI).
Dalam konteks hilirisasi sawit untuk Promosi Ekspor (PE), dapat dibedakan atas beberapa fase berdasarkan dengan kedalaman industrialisasi/hilirisasi. Fase pertama (PE-1) yakni hilirisasi sawit domestik dengan hasil berupa produk antara untuk tujuan pasar ekspor. Termasuk dalam fase ini adalah hilirisasi yang menghasilkan kelompok produk Refined Palm Oil (RPO) dan produk oleokimia dasar yang saat ini mendominasi ekspor sawit nasional.
Pada fase kedua (PE-2) yakni hilirisasi lanjutan yang menghasilkan produk akhir (finished product) atau palm oil-based product. Contoh produk yang dihasilkan pada hilirisasi fase PE-2 ini adalah minyak goreng, biodiesel/FAME, dan produk-produk oleokimia akhir seperti kosmetik, toiletries, dan lain-lain. Hilirisasi sawit domestik dalam konteks PE disebut mengalami proses industrialisasi jika bergerak dari PE-1 ke PE-2. Jika yang terjadi sebaliknya, dapat dikatakan mengalami proses deindustrialisasi.
Demikian juga dengan Substitusi Impor (SI) dapat dibedakan atas beberapa fase dilihat dari target produk impor yang disubstitusi. Fase pertama (SI-1) merupakan hilirisasi sawit domestik untuk menghasilkan produk setengah jadi (intermediate product) untuk mensubstitusi produk antara maupun produk sejenis (like product) yang masih diimpor. Contoh produk hilir sawit yang dihasilkan pada fase SI-1 ini adalah cocoa butter substitute dan milk replacer (untuk mensubstitusi cocoa butter dan lemak susu dari protein hewani yang masih diimpor selama ini) dan biji bioplastik dari tankos (untuk mensubstitusi biji plastik dari petrokimia yang masih diimpor).
Fase kedua (SI-2) merupakan hilirisasi sawit domestik untuk menghasilkan produk akhir yang masih diimpor selama ini. Contoh produk hilir sawit yang dihasilkan dari fase SI-2 ini adalah produksi vitamin A dan E dari minyak sawit (untuk mensubstitusi vitamin A dan E sintetis yang masih diimpor selama ini); produksi bioplastik, biosurfaktan, biolubrikan dari sawit (untuk menggantikan produk plastik, surfaktan, lubrikan berbasis petrokimia yang masih diimpor selama ini); dan pengembangan biodiesel, bensin sawit, diesel sawit, avtur sawit (untuk menggantikan solar/diesel, bensin, avtur berbasis petrokimia/fosil yang masih diimpor selama ini).
Hilirisasi sawit dalam konteks SI disebut mengalami proses industrialisasi, jika hilirisasi bergerak dari SI-2 ke SI-1. Sedangkan jika terjadi sebaliknya dapat dikategorikan sebagai proses deindustrialisasi.
MANFAAT HILIRISASI SAWIT
Dari sudut pandang “Prabowonomics”, setidaknya terdapat manfaat yang dapat dinikmati Indonesia dari hilirisasi sawit domestik, antara lain: (1) meningkatkan nilai tambah di dalam negeri; (2) mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar minyak sawit dunia; (3) merubah komposisi ekspor Indonesia dari dominasi bahan mentah menjadi produk olahan (intermediate product dan finished product); (4) substitusi impor untuk produk-produk yang dapat digantikan oleh produk berbasis sawit; (5) memperluas kesempatan kerja dan berusaha di dalam negeri; (6) menghasilkan devisa negara; dan (7) mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Dalam peningkatan nilai tambah dalam negeri yang memperoleh perhatian dari “Prabowonomics”, hilirisasi sawit baik dalam kerangka PE maupun SI memiliki potensi nilai tambah luar biasa yakni sekitar 3-5 kali lipat dari nilai tambah bahan mentah sawit. Roda (2021) mengungkapkan bahwa jika dari hilirisasi minyak sawit dapat meningkatkan nilai tambah hingga 10 kali lipat dari nilai tambah CPO/ PKO. Sedangkan dari hilirisasi biomassa sawit dapat meningkatkan nilai tambah 10-20 persen dari nilai biomassa tersebut (Gambar 2).
Gambar 2. Peningkatan Nilai Tambah Hilirisasi (a) Minyak Sawit dan (b) Biomassa Sawit (Sumber: Roda, 2021)

Jika nilai tambah tersebut dapat dihasilkan dari hilirisasi sawit dalam negeri akan menyumbang pada pertumbuhan ekonomi domestik. Seiring dengan proses hilirisasi sawit tersebut juga terjadi peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan berkembangnya dunia usaha yang makin luas dan beragam. Implikasinya dari perputaran roda ekonomi yang dihela akibat hilirisasi sawit tersebut dapat membantu mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Hilirisasi sawit dalam kerangka SI seperti produksi biodiesel sawit (FAME) untuk menggantikan penggunaan solar fosil impor juga dapat menurunkan emisi GRK Indonesia (PASPI, 2023). Pengalaman Indonesia selama ini dengan substitusi solar fosil dengan biodiesel sawit meningkatkan nilai tambah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah, menghemat devisa impor solar dan menurunkan emisi GRK (Sahara et al., 2022; BPDPKS, 2024; PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023b,c, 2024b).
Sementara itu, hilirisasi sawit domestik dalam kerangka PE telah dan akan merubah posisi Indonesia dari eksportir bahan mentah sawit menjadi eksportir olahan sawit. Pengalaman Indonesia (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023a) dalam pengembangan hilirisasi sawit domestik selama 2015-2022 mengungkapkan bahwa telah terjadi perubahan komposisi ekspor sawit Indonesia dari dominasi produk mentah (CPO/PKO) menjadi dominasi produk olahan (RPO).
Perpaduan hilirisasi sawit yang dikaitkan dengan PE dan SI akan menghasilkan devisa yang cukup besar (PASPI, 2023) yang bersumber dari devisa ekspor sawit dan devisa substitusi impor (akibat penghematan devisa impor solar). Pengalaman Indonesia tahun 2015-2022 (PASPI Monitor, 2023a) mengungkapkan bahwa devisa sawit meningkat dari sekitar USD 19.1 Miliar tahun 2015 menjadi USD 49 Miliar tahun 2022. Peningkatan devisa sawit tersebut bersumber dari peningkatan devisa ekspor sawit yang meningkat dari USD 18.6 Miliar menjadi USD 39 Miliar pada periode yang sama. Devisa juga bersumber dari peningkatan devisa substitusi impor (penghematan devisa impor solar akibat biodiesel) yang meningkat dari USD 0.5 Miliar menjadi USD 10.3 Miliar.
Dengan demikian, keyakinan “Prabowonomics” bahwa hilirisasi sawit domestik akan memperkuat ekonomi Indonesia memiliki empirical evidence yang kuat. Peningkatan devisa sawit tersebut sebagaimana diyakini teori export-led growth akan menjadi injeksi “darah segar” bagi perekonomian nasional yang akan berkontribusi pada pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Kesimpulan
“Prabowonomics” yang menekankan pentingnya hilirisasi domestik sangat relevan dan diperlukan untuk masa depan industri sawit nasional. Terdapat empat jalur hilirisasi sawit domestik yang potensial dikembangkan ke depan yakni jalur hilirisasi oleofood complex, jalur hilirisasi oleochemical complex, jalur hilirisasi biofuel/bioenergy complex, dan jalur hilirisasi biomass-biomaterial complex. Keempat jalur hilirisasi tersebut diimplementasikan baik dalam kerangka Promosi Ekspor (PE) maupun Substitusi Impor (SI) dengan beberapa fase industrialisasi. Melalui keempat jalur hilirisasi sawit tersebut, kontribusi industri sawit dalam perekonomian berpotensi semakin besar melalui peningkatan nilai tambah, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan, devisa negara, dan penurunan emisi GRK.
Implikasi Kebijakan
Untuk mengoptimalkan pengembangan hilirisasi melalui perluasan dan pendalaman keempat jalur hilirisasi sawit di dalam negeri, pemerintah Indonesia perlu memiliki instrumen kebijakan yang dapat mengorkestrasi dalam rangka pencapaian tujuan tersebut. Selama ini pemerintah sudah memiliki grand policy untuk mendukung pengembangan hilirisasi sawit domestik yakni kebijakan pungutan ekspor, kebijakan reinvestasi dana pungutan ekspor kembali ke industri sawit, dan kebijakan mandatori biodiesel. Implementasi kebijakan tersebut sudah on the right track namun harus terus diimplementasikan secara konsisten, masif, dan progresif agar industrialisasi sawit di Indonesia mampu mencetak kemajuan signifikan baik dalam promosi ekspor maupun substitusi impor sehingga dapat menciptakan “kue ekonomi” yang lebih besar dan inklusif untuk dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel diseminasi dan policy brief ini.
Daftar Pustaka (LINK)
- [BPDPKS] Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 2024. Manfaat Implementasi Program Biodiesel Berbasis Sawit Periode 2015-2023.
- European Economics. 2016. The Downstream Economic Impact of Palm Oil Exports. Europe Economics Chancery House. London.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI
- PASPI Monitor. 2023a. Kebijakan Hilirisasi Sawit Domestik Merubah Komposisi Ekspor Sawit Indonesia Periode Tahun 2015-2022. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(1).
- PASPI Monitor. 2023b. Peran Strategis Kebijakan Mandatori Biodiesel Sawit dalam Ekonomi Indonesia. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(3).
- PASPI Monitor. 2023c. Dampak Mandatori Biodiesel Bagi Perekonomian Daerah dan Pendapatan Rumah Tangga. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(10).
- PASPI Monitor. 2024a. Strategi dan Kebijakan Hilirisasi Sawit Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(13).
- PASPI Monitor. 2024b. Evaluasi Kebijakan Mandatori Biodiesel 2015-2023: Menanggung Manfaat dan Beban Biaya Bersama. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(20).
- Roda JM. 2021. The New Geopolitik of Palm Oil Industry and Deforestation. Materi dipresentasikan pada seminar CIRAD-INSTIPER.
- Sahara, Dermawan A, Amaliah S, Irawan T, Dilla S. 2022. Economic Impacts of Biodiesel Policy in Indonesia: A Computable General Equilibrium Approach. Journal Economic Structures. 11: 1-22.
- Sipayung T. 2018. Politik Ekonomi Perkelapasawitan Indonesia. Bogor (ID): Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute
- Subianto P. 2017. Paradoks Indonesia: Pandangan Strategis Prabowo Subianto. Badan Kajian Kebijakan Strategis Partai Gerindra.
- Subianto P. 2023. Pandangan Strategis Prabowo Subianto: Strategi Transformasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045. Badan Kajian Kebijakan Strategis Partai Gerindra.