Inovasi merupakan kunci keberlanjutan suatu perusahaan, industri, dan perekonomian. Sumber pertumbuhan yang mengandalkan kelimpahan sumberdaya alam (factor-driven) maupun modal (capital-driven) memiliki keterbatasan. Di sisi lain terdapat sumber pertumbuhan yang hampir tak memiliki batasan yakni inovasi (innovation-driven). Sepanjang inovasi terus dilakukan, pertumbuhan akan tetap terjadi. Sebaliknya, banyak produk atau perusahaan yang terdisrupsi (gagal bertumbuh bahkan bangkrut) karena kegagalan melakukan inovasi.
Sadar akan pentingnya inovasi untuk keberlanjutan industri sawit nasional, UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan mengamanatkan pentingnya alokasi pembiayaan riset inovasi sawit. Sebagai tindak lanjut dari amanat UU tersebut, sebagian dana pungutan ekspor sawit (dana sawit) yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS) sejak tahun 2015 yang direinvestasi ke industri sawit melalui pembiayaan investasi untuk riset inovasi industri sawit (PASPI Monitor, 2023).
Peningkatan jumlah riset sawit ternyata tidak otomatis meningkatnya inovasi pada industri sawit sehingga manfaat dari investasi riset belum terlihat pada perbaikan kinerja industri sawit nasional. Hal ini disebabkan karena pendekatan riset yang dilakukan dan masalah apa yang disebut sebagai lembah kegagalan inovasi (the valley of death) yang memerlukan penanganan tersendiri.
Tulisan ini akan mendiskusikan terkait perkembangan reinvestasi dana sawit pada pembiayaan riset inovasi industri sawit. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi mengenai upaya untuk mempercepat invensi menjadi inovasi pada industri sawit.
REINVESTASI UNTUK RISET SAWIT
Alokasi dana sawit (yang bersumber dari dana pungutan ekspor sawit) untuk membiayai riset sawit mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Gambar 1). Dana sawit untuk program riset pada tahun 2015 masih sebesar Rp 3.3 milyar dan meningkat secara akumulatif menjadi Rp 615.4 Milyar pada tahun 2023.
Salah satu mekanisme penyaluran dana sawit untuk program riset melalui kegiatan Grant Riset Sawit (GRS) yang diikuti oleh lembaga penelitian dan kalangan akademisi kampus (dosen, mahasiswa). Dalam pelaksanaan Grant Riset Sawit periode tahun 2015-2023, total riset sawit yang dibiayai dana sawit mencapai 329 riset (Gambar 2) yang mencakup berbagai bidang seperti 40 riset bidang budidaya; 18 riset bidang panen dan pengolahan; 27 riset bidang pangan dan kesehatan; 49 riset bidang oleokimia dan biomaterial; 59 riset bidang bioenergi; 76 riset bidang sosial, ekonomi, bisnis, manajemen, pasar, dan TIK; dan 60 riset bidang lingkungan.
Gambar 1. Akumulasi Reinvestasi Dana Sawit pada Program Riset Sawit (Sumber: BPDPKS, 2023, 2024b, data diolah PASPI, 2024)

Gambar 2. Jumlah dan Distribusi Riset Sawit yang Dibiayai Dana Sawit pada GRS Periode Tahun 2015-2023 (Sumber: BPDPKS, 2024a)

Dilihat dari jumlah dan cakupan topik menunjukkan performa riset sawit yang baik dan sangat komprehensif dari hulu-hilir. Riset-riset sawit tersebut dapat dikatakan sebagai invention yang mampu menciptakan manfaat baru bagi industri sawit atau setidaknya bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan. Namun, jika ditanya seberapa banyak dari 329 topik riset tersebut yang telah berhasil menjadi inovasi pada industri sawit, hal tersebut menjadi pertanyaan yang menarik.
Apakah dari 40 riset bidang budidaya serta 18 riset pasca panen dan pengolahan tersebut telah berdampak pada peningkatan produktivitas dan/atau menurunkan biaya produksi minyak sawit? Faktanya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, produktivitas minyak sawit Indonesia menunjukkan tren penurunan dan tren biaya produksi terus meningkat (Gambar 3).
Gambar 3. Tren Produktivitas dan Biaya Produksi Minyak Sawit (CPO) Indonesia (Sumber: *Ditjenbun, **Laporan Tahunan Perusahaan Perkebunan Sawit Tbk, data diolah PASPI, 2023)

Kondisi di atas seakan-akan menunjukkan anomali. Jumlah dan dana riset mengalami peningkatan, namun kinerja industri sawit khususnya produktivitas justru menurun. Demikian juga dengan riset bidang pangan dan kesehatan, oleokimia dan biomaterial maupun bioenergi yang juga terus mengalami peningkatan, apakah telah berdampak pada pendalaman hilirisasi atau diversifikasi produk hilir sawit? Hal ini juga menjadi pertanyaan menarik untuk dibuktikan apakah anomali juga terjadi.
GAP INVENTION-INOVASI
Anomali peningkatan jumlah dan dana riset sawit namun kinerja industri sawit justru menurun, menunjukkan adanya gap antara invention dengan inovasi. Invention-invention yang dihasilkan periset tidak ditransformasikan menjadi sebuah inovasi yang dapat diadopsi di level operasional pelaku usaha (petani/perusahaan). Fenomena gap invention-inovasi ini bukan suatu hal baru dan spesifik terjadi di industri sawit. Secara global, hampir 95 persen invention gagal menjadi inovasi (Marshall dan Daroczy, 2023).
Ada dua penyebab utama invention sering gagal menjadi inovasi. Pertama, terperangkap dalam lembah kematian (valley of death) akibat kurangnya dukungan ekosistem inovasi yang menghubungkan sumber inovasi dengan pengguna inovasi (Rorke, 2000). Kedua, pendekatan inovasi itu sendiri. Secara umum terdapat dua pendekatan inovasi yakni linier model (supply-driven) atau scientific push dan pendekatan market-driven innovation (Smith, 1987).
Pendekatan supply-driven berbasis pada curiousity periset/ilmuwan terhadap suatu fenomena yang kemudian melalui proses penelitian mulai dari TRL1 (Technology Readness Level) hingga TRL9 dihasilkan invensi teknologi. Pendekatan supply-driven ini yang tidak didasarkan pada kebutuhan riil pasar/industri sehingga hasil riset tersebut sering berakhir hanya pada publikasi jurnal atau “etalase” akibat kegagalan melewati the valley of death.
Pendekatan market-driven innovation bertitik tolak dari kebutuhan riil spesifik dari industri. Pendekatan market-driven ini juga menunjukkan tingkat keberhasilan tinggi (Ismail et al., 2014; Marshall dan Daroczy, 2023; Day, 2023). Hal ini dikarenakan inovasi yang dihasilkan bersifat tayloring made, spesific consumer, kepastian pembiayaan, dan umumnya bersifat quick yielding.
Untuk meningkatkan dan mempercepat kontribusi riset pada industri sawit, perubahan paradigma/pendekatan riset-inovasi sawit dari dominasi supply-driven ke market-driven perlu dilakukan sesegera mungkin (Sipayung, 2023). Berbagai masalah riil yang dihadapi industri sawit seperti produktivitas yang cenderung turun, biaya produksi naik cepat, masalah ganoderma, penurunan emisi, mitigasi perubahan iklim, dan lainnya yang memerlukan solusi yang lebih spesifik lokasi dan taylor made, akan dapat dengan mudah dihasilkan dari riset dengan paradigma market-driven.
Kesimpulan
Salah satu bentuk reinvestasi dana sawit (bersumber dari pungutan ekspor sawit) adalah pembiayaan kegiatan riset sawit dengan cakupan bidang dari hulu ke hilir. Sejak BPDPKS dibentuk (2015-2023), jumlah dan dana riset sawit menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
Dari invensi hasil riset sawit yang telah dihasilkan, sebagian besar belum diadopsi oleh industri sawit sehingga hasil-hasil riset yang ada masih berhenti pada level jurnal ilmiah dan “etalase”. Untuk mengakselerasi invensi menjadi inovasi yang dapat diadopsi oleh pelaku usaha (petani/perusahaan), perlu adanya perubahan pendekatan riset-inovasi sawit dari supply-side ke market-driven. Hal ini bertujuan untuk mempercepat dan memperbesar kontribusi riset pada industri sawit.
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Mengacu pada UU Perkebunan bahwa dana sawit dikembalikan pada industri sawit, maka perlu mempercepat inovasi masuk pada proses produksi industri sawit dari hulu ke hilir. Untuk mempercepat transformasi invention (hasil riset sawit) menjadi inovasi pada industri sawit diperlukan setidaknya tiga hal yakni: (1) membangun ekosistem inovasi baik berupa kebijakan pemerintah (pembiayaan inovasi) maupun membangun budaya inovasi pada setiap perusahaan hulu-hilir sawit; (2) riset sawit yang dibiayai dana sawit perlu perubahan pendekatan dari supply- driven research ke market-driven research yang didahului dengan diagnosa kebutuhan inovasi riil pada industri sawit; dan (3) riset inovasi yang dibiayai dana sawit sebaiknya langsung menjawab kondisi/tantangan riil yang dihadapi oleh perkebunan sawit dan industri hilir sehingga hasil riset langsung dapat diterapkan di lapangan.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel diseminasi dan policy brief ini.
Daftar Pustaka (Link)
- [BPDPKS] Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 2023. Kinerja Program BPDPKS.
- [BPDPKS] Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 2024a. Peran BPDPKS dalam Penelitian dan Pengembangan Kelapa Sawit. Materi Paparan pada Internasional Symposium Ganoderma, Bandung, 30-31 Januari 2024.
- [BPDPKS] Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 2024b. Realisasi Dana Riset Sawit tahun 2023.
- Day GS. 2023. Diagnosing The Market-Driven Approach To Innovation: Learning From Practice. Philadephia (US): The Wharton School, University of Pennsylvania.
- Ismail N, Sidek S, Noor JM. 2014. Market-Driven Research Approach For A Successful Research Product Commercialisation. International Symposium on Research in Innovation and Sustainability 2014.
- Marshall L, Daroczy J. 2023. Invention to Innovation: How Scientist Can Drive Our Economy. AU: CSIRO Publishing.
- PASPI Monitor. 2023c. Peranan Kebijakan Pungutan Ekspor Sawit Dan Bpdpks Dalam Industri Sawit Nasional. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(9).
- Rorke M. 2000. From Invention to Innovation. US: Department of Energy.
- Sipayung T. 2023. Tantangan Industri Sawit dan Perlunya Percepatan Adopsi Inovasi. Materi Paparan pada Road To Perisai 2023, Jakarta, 27 September 2023.Smith R. 1987. The Roots of Innovation. Research Policy. British Medical Journal. 295 (6609).