Resume
Kawasan ASEAN-China-India (ACI) memiliki potensi besar sebagai sentra utama industri sawit dunia menuju tahun 2050. Hal ini dikarenakan kawasan negara tersebut diproyeksikan sebagai pusat ekonomi baru dunia yang memiliki populasi penduduk yang besar dan hampir seluruhnya (kecuali Indonesia dan Malaysia) merupakan negara importir minyak nabati. Selain itu, minyak sawit juga menjadi minyak nabati yang sesuai dengan Asian taste. Besarnya potensi tersebut juga didukung oleh negara produsen sawit yang juga berada di kawasan ACI. Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia harus mencurahkan perhatiannya pada potensi pasar ACI yang lebih besar dan relatif lebih sustainable.
Daftar Isi
Pendahuluan – ACI Sebagai Sentra Utama Industri Sawit Dunia
Menuju tahun 2050, pusat perekonomian dunia diproyeksikan akan bergeser dari kawasan negara-negara Barat ke kawasan Asia, khususnya ASEAN-China-India (ACI). Jika sebelumnya lokomotif dan pasar utama ekonomi dunia berada di kawasan Eropa dan Amerika Utara, ke depan akan bergeser ke kawasan Asia dengan lokomotif ekonomi ACI.
Pergeseran ekonomi dunia tersebut tampaknya akan membawa perubahan dalam orientasi pasar ekspor sawit ke depan. Kawasan Uni Eropa yang selama ini menjadi salah satu tujuan pasar sawit Indonesia, tampaknya hanya menjadi catatan masa lalu. Selain peranannya cenderung menurun, pasar Eropa dengan berbagai kebijakan yang tidak bersahabat dengan sawit (PASPI Monitor, 2022a) semakin mengandung risiko dan ketidakpastian tinggi (high uncertainty) sebagai tujuan pasar minyak sawit ke depan.
Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, Indonesia patut mencurahkan perhatian yang lebih besar pada kawasan ACI, mengingat kawasan tersebut diproyeksikan menjadi pusat pertumbuhan konsumsi minyak sawit ke depan. Selain lebih dekat dengan Indonesia, pasar kawasan ACI juga memiliki berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan industri sawit nasional.
Artikel jurnal ini akan mendiskusikan keunggulan kawasan ACI sebagai tujuan pasar minyak sawit ke depan. Kemudian dilanjutkan dengan peranan kawasan Asia dalam produksi minyak sawit dunia.
Key Takeaways
- Kawasan ASEAN-China-India (ACI) memiliki potensi besar sebagai pusat utama industri minyak sawit dunia menuju tahun 2050 karena kawasan ini diproyeksikan sebagai pusat ekonomi baru dunia.
- Konsumsi minyak sawit di kawasan ACI telah mengalami pertumbuhan pesat, mencapai 51.2 juta ton pada tahun 2022.
- Keunggulan kawasan ACI sebagai pasar minyak sawit dunia mencakup:
- Besarnya populasi penduduk kawasan ACI, dengan lebih dari 43% dari populasi dunia.
- Proyeksi pertumbuhan ekonomi terbesar menuju tahun 2050 berada di kawasan ACI.
- Konsumsi minyak nabati per kapita yang masih relatif rendah, yang berpotensi bertumbuh seiring dengan peningkatan pendapatan.
- Selera Asia yang memfavoritkan minyak sawit.
- Hampir seluruh negara di kawasan ACI adalah net importir minyak nabati, termasuk minyak sawit.
- Kawasan ACI merupakan sentra utama produksi minyak sawit dunia, dengan sekitar 87-89% dari produksi dunia dihasilkan di ASEAN.
- Penulis mengadvokasi bahwa negara produsen minyak sawit, terutama Indonesia, harus fokus pada kawasan ACI sebagai pasar yang lebih besar dan berkelanjutan daripada berfokus pada Uni Eropa.
- Penekanan pada kemitraan ekonomi antara negara produsen minyak sawit di ASEAN dan negara-negara di kawasan ACI merupakan strategi yang lebih menguntungkan.
Keunggulan Kawasan ACI
Kawasan Asia khususnya India, China, dan ASEAN selama ini telah menjadi salah satu tujuan pasar minyak sawit dunia, baik dari Indonesia maupun dari negara produsen lainnya. Berdasarkan data USDA (2023), konsumsi minyak sawit kawasan ACI (ASEAN, India, Bangladesh, Pakistan, dan China) mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Konsumsi minyak sawit ACI pada tahun 2010 baru mencapai 26.5 juta ton dan meningkat sekitar dua kali lipat menjadi 51.2 juta ton tahun 2022.
Peningkatan konsumsi minyak sawit kawasan ACI tersebut telah merubah pangsa ACI dalam konsumsi minyak sawit dunia. Pangsa ACI masih sekitar 58.8 persen tahun 2010 dan kemudian meningkat menjadi 66.3 persen pada tahun 2022 (Gambar 1).
Gambar 1. Perubahan Pangsa Kawasan ACI dalam Konsumsi Minyak Sawit Dunia Periode Tahun 2010 Vs 2022 (Sumber: USDA, 2023)

Peningkatan pangsa kawasan ACI dalam konsumsi minyak sawit dunia tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi minyak sawit di kawasan ACI jauh melampaui pertumbuhan konsumsi minyak sawit kawasan lain. Konsumsi minyak sawit kawasan ACI masih bertumbuh ke depan.
Hal ini patut disyukuri karena keunggulan kawasan ACI sebagai tujuan pasar minyak sawit dunia. Kelima keunggulan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pertama, besarnya populasi penduduk kawasan ACI. Dari sekitar 9.7 milyar penduduk dunia menuju tahun 2050, sekitar 4.16 milyar atau lebih dari 43 persen penduduk dunia tersebut berada di kawasan ACI. Distribusi populasi penduduk yakni populasi penduduk India akan menjadi sekitar 1.6 milyar orang, populasi penduduk China menjadi 1.3 milyar orang, populasi penduduk ASEAN menjadi 0.7 milyar orang, populasi penduduk Pakistan menjadi 0.36 milyar orang, dan populasi penduduk Bangladesh menjadi 0.2 milyar orang. Besarnya konsumsi minyak sawit ditentukan terutama oleh jumlah penduduk (Shigetomi et al., 2020). Dengan jumlah penduduk kawasan ACI yang diproyeksikan lebih dari 4 milyar orang tersebut menunjukkan besarnya potensi pasar minyak sawit.
Kedua, proyeksi ekonomi dunia terbesar menuju tahun 2050 berada di kawasan ACI. Berdasarkan berbagai proyeksi menuju tahun 2050, terdapat 3 negara di kawasan ACI yang menjadi Top-5 ekonomi dunia yakni China, India, dan Indonesia. Selain itu, hampir semua negara-negara kawasan ACI termasuk ke dalam Top-25 ekonomi dunia. Dengan proyeksi tersebut, kawasan ACI merupakan pusat ekonomi dunia menuju 2050.
Dengan pertumbuhan dan besarnya ekonomi (yang mencerminkan pendapatan) di kawasan ACI tersebut, akan disertai dengan peningkatan konsumsi produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku utama. Peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah ke menengah atau dari berpendapatan menengah ke berpendapatan tinggi, akan diikuti dengan pertumbuhan konsumsi minyak sawit, baik dalam bentuk produk oleofood, oleochemical, maupun bioenergi (Kojima et al., 2016; Parcell et al., 2018).
Ketiga, konsumsi minyak nabati kawasan ACI masih relatif rendah. Secara keseluruhan, konsumsi per kapita minyak nabati penduduk kawasan ACI saat ini masih relatif rendah. Berdasarkan data FAO-OECD (2020), secara keseluruhan konsumsi minyak nabati kawasan Asia masih sekitar 17.7 kg/kapita atau dibawah rata-rata konsumsi dunia yakni sekitar 18.3 kg/kapita. Konsumsi per kapita China memang relatif tinggi yakni 26.5 kg/ kapita. Namun, konsumsi per kapita minyak nabati India jauh dibawah yakni masih sekitar 11.1 kg/ kapita.
Dengan konsumsi minyak nabati per kapita yang masih relatif rendah, masih berpotensi bertumbuh seiring dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita penduduk kawasan ACI menuju tahun 2050. Konsumsi minyak nabati per kapita yang bertumbuh cepat ke depan berada di kawasan Asia Selatan yakni India, Pakistan, dan Bangladesh.
Keempat, selera Asia. Minyak sawit dapat disebut sebagai minyak nabati selera Asia (Asian taste). Selain di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura, minyak sawit menjadi salah satu minyak nabati penting di India (Mehta, 2020), di Pakistan (Janmohammed, 2020), dan di China (Derong, 2020) dan juga di negara Asia lainnya.
Secara kultural kawasan ACI memiliki selera yang makin meningkat terhadap sawit. Hal ini terkonfirmasi dengan makin meningkatnya pangsa konsumsi minyak sawit kawasan ACI secara internasional (Gambar 1). Kawasan ACI juga memiliki selera yang relatif sama terhadap cara mengkonsumsi minyak sawit. Umumnya kawasan ACI memiliki budaya menyukai makanan yang digoreng (deep frying) yang secara teknis lebih sesuai menggunakan minyak goreng dari minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainya. Selain itu, driver utama konsumsi minyak sawit baik di India maupun di China adalah sektor HORECA (Hotel, Restoran, Catering) yang mem-feeding masyarakat perkotaan (Mehta, 2020; Derong, 2020). Minyak sawit sebagai minyak nabati yang sesuai dengan Asian Taste perlu dipertahankan dan di-branding ke depan.
Kelima, hampir seluruh negara-negara kawasan ACI (kecuali Indonesia dan Malaysia) adalah net importir minyak nabati. China sebagai salah satu negara Top-5 konsumen minyak nabati global, juga menghasilkan minyak nabati lain di dalam negeri, namun volumenya tidak mencukupi untuk kebutuhan domestik sehingga harus mengimpor minyak nabati. Demikian juga dengan India yang termasuk Top-5 konsumen minyak nabati global juga menghasilkan minyak nabati di dalam negeri (termasuk turut memproduksi minyak sawit dengan volume yang masih rendah). Namun, konsumsi minyak nabati yang cukup besar akibat besarnya populasi penduduk di negara tersebut, membuat India harus mengimpor minyak nabati untuk menambah produksi domestik.
Pertumbuhan konsumsi minyak nabati yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan produksi domestik baik di China, India, Bangladesh, dan Pakistan menyebabkan pertumbuhan impor minyak nabati meningkat. Untungnya impor minyak nabati tersebut diterjemahkan dengan meningkatkan impor minyak sawit yang lebih kompetetif yang berasal dari Indonesia dan Malaysia.
Negara-negara importir minyak sawit kawasan ACI tidak hanya sekadar menjadi importir, namun juga menikmati “kue ekonomi” seperti penciptaan kesempatan kerja (job-creating) dan pendapatan (income generating) dari kegiatan hilirisasi sawit di negara masing-masing (Europe Economics, 2016; PASPI Monitor, 2021a,b, PASPI, 2023). Sehingga antar negara importir minyak sawit di kawasan ACI dengan negara-negara produsen minyak sawit yang juga berada di di kawasan ACI dapat tercipta hubunga yang simbiosis mutualisme.
Keenam, kawasan ACI merupakan sentra utama produksi minyak sawit dunia. Beruntungnya negara-negara dalam kawasan tersebut, dimana terdapat negara produsen utama minyak sawit dunia. Dengan semangat Asia dan Asian Taste, masyarakat kawasan ACI memiliki akses yang lebih baik, mudah, dan relatif murah ke sentra minyak sawit dunia yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Kawasan ACI Sentra Produksi Sawit Indonesia
Dalam 10 tahun terakhir (2010-2021), produksi minyak sawit (CPO) dunia telah meningkat dari 49 juta ton menjadi sekitar 75 juta ton (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan sekitar 27 juta ton atau sekitar 2.7 juta ton per tahun dalam 10 tahun terakhir.
Hal yang menarik adalah kawasan ASEAN merupakan sentra utama produksi minyak sawit dunia. Sekitar 87-89 persen dari produksi minyak sawit dunia dihasilkan dari kawasan ASEAN. Empat negara produsen minyak sawit dari kawasan ASEAN adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Philipina.
Gambar 2. Produksi Minyak Sawit ASEAN Periode Tahun 2016-2023 (Sumber: USDA, 2023)Ket: *estimasi

Negara negara produsen minyak sawit tersebut tergabung dalam organisasi ASEAN, AFTA, dan CPOPC yang secara kolektif dapat memainkan peran yang lebih signifikan dalam penyediaan minyak nabati baik di kawasan ACI maupun dunia. ASEAN sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia sekaligus terbesar minyak nabati dunia, tidak hanya berperan pada oleofood complex dunia tetapi juga dalam oleochemical complex maupun bioenergi complex dunia. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya sektor-sektor ekonomi disetiap negara yang tergantung pada minyak sawit ASEAN (Shigetomi et al., 2022; PASPI, 2023).
Menyongsong masa depan pasar minyak sawit kawasan ACI yang demikian, Indonesia dan negara produsen minyak sawit lainnya di kawasan ASEAN lebih baik mencurahkan energinya membangun kerjasama atau kemitraan dengan negara di kawasan ACI. Kerjasama poros ekonomi kawasan ACI termasuk dalam minyak sawit jauh lebih bermanfaat daripada menghabiskan energi menghadapi Uni Eropa yang rewel dan mau menang sendiri (PASPI Monitor, 2022b).
Dari aspek sustainability lingkungan yakni emisi karbon dioksida, pengangkutan minyak sawit ke kawasan Asia yang jaraknya relatif lebih dekat dengan ASEAN juga umumnya akan lebih menghemat emisi dibandingkan dengan pengangkutan minyak sawit ke daratan Eropa. Dan yang lebih penting bagi masyarakat konsumen minyak nabati kawasan ACI yakni semakin terpenuhinya minyak nabati yang lebih kompetetif dan lebih sustainable. Dengan indikator emisi dan Species Richness Loss sebagai indikator sustainability tenyata minyak sawit relatif sustainable dibandingkan minyak nabati lain (Beyer et al., 2020; Beyer dan Rademacher, 2021; PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023).
Kesimpulan
Dari sekitar 9.7 milyar penduduk dunia menuju tahun 2050, terdapat sekitar 4.16 milyar atau lebih dari 43 persen penduduk dunia berada di kawasan ACI. Selain itu, diproyeksikan ekonomi dunia terbesar menuju tahun 2050 juga berada di kawasan ACI tersebut. Dengan demikian, kawasan ACI diperkirakan menjadi pasar minyak sawit utama dunia.
Konsumsi minyak nabati kawasan ACI masih relatif rendah. Minyak sawit juga dapat disebut sebagai minyak nabati selera Asia (Asian taste). Hampir seluruh negara-negara kawasan ACI (kecuali Indonesia dan Malaysia) adalah net importir minyak nabati.
Dari segi produksi minyak sawit, kawasan ASEAN merupakan kawasan produksi dengan pangsa sekitar 87-89 persen. Mengingat minyak sawit merupakan minyak nabati terbesar dunia, ASEAN secara kolektif dapat berperan lebih signifikan dalam pasar minyak sawit kawasan ACI maupun dunia.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel jurnal ini.
Daftar Pustaka (Link)
- Beyer RM, AP Durán, TT Rademacher, P Martin, C Tayleur, SE Brooks, D Coomes, PF Donald, FJ Sanderson. 2020. The Environmental Impacts of Palm Oil and Its Alternatives. Environmental Science bioRxiv.
- Beyer RM, Rademacher T. 2021. Species Richness and Carbon Footprints of Vegetable Oils: Can High Yields Outweigh Palm Oil’s Environmental Impact? Sustainability. 13: 1813.
- Derong C. 2020. Market Recovery Outlook for China Vegetable Oil Market Post COVID- 19. Dipresentasikan pada : Virtual Indonesia Palm Oil Conferences 2020 – New Normal, tanggal 2-3 Desember 2020.
- European Economics. 2016. The Downstream Economic Impacts of Palm Oil Exports.
- FAO-OECD. 2020. Agricultural Outlook 2020-2029. [USDA] United States Departement of Agriculture. 2023. Oilseeds: World Markets and Trade.
- Janmohammed R. 2020. Vegetable Oil Market Outlook in Pakistan. Dipresentasikan pada Virtual Indonesia Palm Oil Conferences 2020 – New Normal, in December 2-3, 2020.
- Kojima Y, Parcell J, Cain J. 2016. A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use.
- Mehta BV. 2020. Palm Oil Market in India: Update on Covid-19 Impact. Dipresentasikan pada Virtual Indonesia Palm Oil Conferences 2020 – New Normal, tanggal 2-3 Desember 2020.
- Parcell J, Kojima Y, Roach A, Cain W. 2018. Global Edible Vegetable Oil Market Trens. Journal of Scientific and Technical Research. 2(1): 2282-2291.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI
- PASPI Monitor. 2021a. Minyak Sawit Menciptakan Kesempatan Kerja di Negara Importir. Palm O’ Journal-Analisis Isu Startegis Sawit. 2(2): 289-292.
- PASPI Monitor. 2021b. Penciptaan Pendapatan pada Hilirisasi Minyak Sawit di Negara Importir. Palm O’ Journal-Analisis Isu Startegis Sawit. 2(3): 293- 298.
- PASPI Monitor. 2022a. Menyikapi Kebijakan Anti Deforestasi Uni Eropa pada Minyak Sawit. Palm O’ Journal-Analisis Isu Startegis Sawit. 3(21): 721-726.
- PASPI Monitor. 2022b. Kawasan Asia sebagai Pusat Pertumbuhan Konsumsi Minyak Sawit Dunia Terbesar. Palm O’ Journal-Analisis Isu Startegis Sawit. 3(21): 727-732.
- PASPI Monitor. 2023. Portofolio Minyak Sawit Dalam Pilihan Minyak Nabati yang Sustainable bagi Uni Eropa. Palm O’ Journal-Analisis Isu Startegis Sawit. 4(1): 733-742.
- Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10:206-224.
- [USDA] United States Departement of Agriculture. 2023. Oilseeds: World Markets and Trade.