Back to Top
Rating & Comment

MINYAK SAWIT ANUGERAH TUHAN UNTUK MASYARAKAT DUNIA

JOURNAL AUTHOR

Dr. ir. tungkot sipayung

Executive Director at PASPI

Dr. Ir. Tungkot Sipayung is a seasoned professional in the palm oil industry with over 23 years of experience. Currently serving as Executive Director of PASPI, he is a recognized leader and expert in the development of agribusiness strategies. Under his leadership, PASPI continues to drive growth, innovation, and sustainability in the industry.

Bagikan Jurnal
CITE THIS JOURNAL ARTICLE
PASPI. (2024). MINYAK SAWIT ANUGERAH TUHAN UNTUK MASYARAKAT DUNIA. JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES. 4(26). https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/minyak-sawit-anugerah-tuhan/
PASPI. MINYAK SAWIT ANUGERAH TUHAN UNTUK MASYARAKAT DUNIA. JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES. 2024;4(26):917-922. Available from: https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/minyak-sawit-anugerah-tuhan/.
PASPI. "MINYAK SAWIT ANUGERAH TUHAN UNTUK MASYARAKAT DUNIA." JOURNAL ANALYSIS OF PALM OIL STRATEGIC ISSUES, vol. 4, 2024, pp. 917-922. https://palmoilina.asia/jurnal-kelapa-sawit/minyak-sawit-anugerah-tuhan/. Diakses Pada : .

Pendahuluan

Minyak nabati merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat dunia. Minyak nabati digunakan untuk bahan pangan (sumber lemak/minyak), bahan baku industri oleokimia, dan bahan baku biofuel.

Sepanjang peradaban, masyarakat dunia telah mengembangkan sumber-sumber minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak bunga matahari, minyak kelapa, minyak zaitun, minyak kacang tanah, minyak biji kapas, minyak jagung, dan lain-lain. Dari berbagai macam jenis minyak nabati dunia, terdapat empat minyak nabati utama dunia yakni minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari. Keempat jenis minyak nabati utama tersebut mencakup sekitar 90 persen volume produksi dan konsumsi minyak nabati dunia (PASPI, 2023).

Berdasarkan data terbaru USDA (2024), luas area tanaman kedelai tahun 2023 telah mencapai  139.7 juta hektar. Kemudian disusul luas tanaman rapeseed mencapai 41.5 juta hektar, dan tanaman bunga matahari mencapai 28.2 juta hektar. Sementara itu, luas area perkebunan kelapa sawit dunia baru mencapai 26.9 juta hektar.

Namun dari segi volume produksi tahun 2023 (USDA, 2024), produksi minyak nabati terbesar berturut-turut adalah minyak sawit (88.4 juta ton), minyak kedelai (62.4 juta ton), minyak rapeseed (34 juta ton), dan minyak bunga matahari (21.8 juta ton). Data tersebut menunjukkan meskipun luas area kebun sawit paling kecil dibandingkan luas tanaman Top-4 minyak nabati dunia, namun produksi minyak sawit paling besar. Hal ini jelas menguntungkan masyarakat dunia.

Artikel ini akan mendiskusikan sejumlah manfaat keunggulan minyak sawit yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa untuk dinikmati masyarakat dunia.


Keunggulan Minyak Sawit Untuk Dunia

Terdapat sejumlah keunggulan dari minyak sawit yang telah dan dapat dinikmati oleh  masyarakat dunia. Pertama, kebun sawit memiliki produktivitas minyak per hektar yang tinggi yakni sekitar 8-10 kali produktivitas minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak biji bunga matahari. Kelapa sawit tidak hanya paling efisien dalam penggunaan lahannya tetapi juga paling tinggi produktivitas minyaknya (PASPI Monitor, 2021a; PASPI, 2023). 

Rata-rata produktivitas sawit dalam menghasilkan minyak (CPO+CPKO) mencapai 3.36 ton per hektar. Sementara itu, produktivitas tanaman bunga matahari, rapeseed, dan kedelai dalam menghasilkan minyaknya berturut-turut hanya sebesar 0.78 ton per hektar, 0.74 ton per hektar, dan 0.47 ton per hektar. Produktivitas minyak sawit yang lebih tinggi tersebut memberi manfaat bagi masyarakat dunia. Masyarakat dunia dapat menikmati minyak nabati yang lebih besar tanpa menggunakan lahan yang relatif luas.

Kedua, volume produksi minyak sawit relatif besar bahkan yang terbesar dalam pasar minyak nabati dunia. Menurut data USDA (2024), volume produksi minyak sawit (CPO+PKO) dunia mencapai 88.4 juta ton atau sekitar 39.5 persen dari total produksi minyak nabati dunia. Dengan besarnya volume minyak sawit dunia tersebut, pelaku bisnis/industri atau masyarakat dunia yang memerlukan volume minyak nabati dalam jumlah yang relatif besar akan lebih mudah memperolehnya dari minyak sawit.

Ketiga, pasokan minyak sawit relatif stabil dari bulan ke bulan sepanjang tahun. Minyak sawit diproduksi dari pohon kelapa sawit setelah berumur 4 tahun dan menghasilkan minyak sawit (CPO dan PKO) yang dengan komposisi tanaman yang ideal dapat menghasilkan minyak dengan volume yang stabil setiap dua minggu sekali sepanjang tahun sampai pohon kelapa sawit berumur 25-30 tahun. Dengan keunggulan produksi yang demikian, maka minyak sawit dapat menjadi pilihan bagi masyarakat dunia dan/atau pelaku industri yang memerlukan jaminan pasokan minyak nabati yang stabil sepanjang tahun.

Keempat, harga minyak sawit dunia lebih kompetitif (murah) dibandingkan dengan minyak nabati lainnya (Gambar 1). Dengan harga yang lebih kompetitif tersebut membuat minyak sawit lebih terjangkau (affordability). Dan didukung dengan keunggulan besarnya volume dan pasokan stabil sepanjang tahun juga ketersediaan (availability) minyak sawit besar sehingga membuat minyak sawit dapat berperan mencegah terjadinya kenaikan harga berlebihan pada minyak nabati lain (PASPI, 2023).

sawit anugerah tuhan

Studi Kojima et al. (2016) dan Cui & Martin (2017) mengungkapkan hal yang sama. Jika terjadi kenaikan harga minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak biji bunga matahari, maka akan disertai dengan peningkatan konsumsi minyak sawit. Peningkatan konsumsi minyak sawit tersebut kemudian akan meredam kenaikan harga yang berlebihan dari ketiga minyak nabati tersebut (akibat penurunan demand ketiga minyak nabati tersebut).

Kelima, minyak sawit merupakan bahan baku yang aplikasinya sangat luas (PASPI, 2023) baik untuk produk oleofood complex (misalnya minyak  goreng, margarine, shortening, coklat, biskuit, roti, dll), produk oleochemical complex (misalnya produk kosmetik, toiletries, skincare, produk kebersihan, dll) maupun biofuel complex (biodiesel, diesel sawit, bensin sawit, avtur sawit). Penggunaan minyak sawit yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya digunakan oleh hampir seluruh sektor-sektor ekonomi tetapi juga terjadi pada hampir seluruh masyarakat dunia (Shigetomi et al., 2020).

Keenam, tanaman sawit memiliki struktur morfologi berbentuk pohon dengan ukuran batang yang relatif besar, bertumbuh cepat, dan memiliki siklus hidup (life span) yang panjang (25-30 tahun). Dengan karakteristik yang demikian, kebun sawit dunia melalui fotosintesis menyerap jutaan ton karbondioksida atau berperan dalam siklus carbon sink dan carbon sequestration (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023a, 2023f). Kemampuan sawit tersebut sangat besar dan berlangsung lama jika dibandingkan minyak nabati lainnya. Artinya dengan mengkonsumsi produk sawit, akan membantu penyerapan emisi karbon yang dihasilkan masyarakat dunia melalui perkebunan sawit dunia.


MINYAK NABATI RELATIF LEBIH SUSTAINABLE

Sustainability merupakan sesuatu yang relatif (relative sustainable) karena batas sustainability bersifat tak berbatas. Oleh karena itu, hal yang penting dari sustainability adalah semakin sustainable dari waktu ke waktu dan lebih sustainable dibandingkan alternatif lain.

Produksi Top-4 minyak nabati utama dunia (minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak bunga matahari) pastilah terkait dengan deforestasi dan biodiversity loss di masa lalu, menghasilkan emisi dan polutan, serta menggunakan air. Sehingga pertanyaannya bukan minyak nabati mana yang sustainable dan unsustainable, namun pertanyaan diubah menjadi minyak nabati mana yang secara relatif lebih sustainable?

Dari berbagai riset diungkapkan relative sustainability dari Top-4 minyak nabati utama dari berbagai indikator yakni: Pertama, indeks deforestasi. Dengan asumsi bahwa semua daratan dunia berasal dari hasil deforestasi pada zamannya, maka indikator indeks deforestasi yang dapat digunakan terkait seberapa besar deforestasi yang terjadi untuk setiap ton minyak nabati yang dihasilkan (PASPI, 2023).

Untuk setiap ton produksi minyak nabati, tanaman sawit hanya membutuhkan lahan seluas 0.3 hektar. Sedangkan setiap ton minyak nabati yang dihasilkan dari minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari memerlukan lahan berturut-turut seluas 2.1 hektar, 1.4 hektar, dan 1.3 hektar. Dengan demikian minyak nabati dari sawit secara relatif lebih hemat deforestasi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Jika masyarakat dunia ingin mengkonsumsi minyak nabati yang relatif hemat deforestasi, maka pilihannya adalah minyak sawit.

Kedua, hemat biodiversity loss. Studi Beyer et al., (2020) dan Beyer & Rademacher (2021) tentang komparasi biodiversity loss global antar minyak nabati dengan membandingkan biodiversitas tutupan lahan antara sesudah dan sebelum dikonversi menjadi tanaman minyak nabati. Studi tersebut mengukur indikator jejak (footprint) Species Richness Loss (SRL) per liter minyak yang dihasilkan sebagai ukuran biodiversity loss. Hasil studi tersebut mengungkapkan bahwa SRL minyak sawit secara relatif lebih rendah dibandingkan dengan SRL minyak bunga matahari, minyak rapeseed, dan minyak kedelai. Hal ini berarti masyarakat dunia yang berkomitmen melestarikan biodiversitas maka konsumsilah minyak nabati yang secara relatif lebih rendah biodiversity loss-nya yakni minyak sawit (PASPI, 2023).

Ketiga, hemat emisi. Studi Beyer et al., (2020) dan Beyer & Rademacher (2021) juga menemukan bahwa minyak sawit juga merupakan minyak nabati yang produksi minyak per liternya menghasilkan emisi yang secara relatif paling rendah dibandingkan tiga minyak nabati lainnya. Ranking indikator emisi terendah sampai tertinggi emisinya adalah minyak sawit, minyak bunga matahari, minyak rapeseed, minyak zaitun, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak kacang tanah (PASPI, 2023).

Keempat, hemat polusi tanah/air. Untuk memproduksi minyak nabati menggunakan input produksi diantaranya pupuk dan pestisida. Input produksi yang diaplikasikan pada tanaman tidak seluruhnya terserap dan sebagian akan menjadi residu/polutan yang mencemari tanah atau air. Berdasarkan data FAO (2013), diperoleh data bahwa polusi tanah/air terendah akibat produksi setiap liter minyak nabati adalah minyak sawit. Sedangkan polusi tanah/air yang dihasilkan dari produksi setiap liter minyak rapeseed dan minyak kedelai jauh lebih tinggi dibandingkan minyak sawit (PASPI, 2023).Kelima, hemat air. Studi Mekonnen & Hoekstra (2010) dan Safitri et al., (2018) menggunakan indikator water footprint untuk mengetahui total volume air (freshwater) yang digunakan komoditas pertanian untuk memproduksi suatu produk, termasuk dalam produksi minyak nabati. Diantara tanaman minyak nabati dunia, tanaman dengan water footprint terbesar adalah bunga matahari (3,366 m3/ton), kemudian disusul oleh rapeseed (2,271 m3/ton) dan kedelai (2,145 m3/ton). Sementara itu, water footprint pada kelapa sawit hanya sebesar 1,098 m3/ton. Hal ini menunjukkan bahwa produksi minyak sawit menggunakan air yang relatif lebih sedikit dibandingkan tanaman minyak nabati utama dunia (PASPI, 2023).

Demikian juga dalam produksi bioenergi/biofuel, studi Gerbens-Leenes et al. (2009) mengungkapkan bahwa tanaman kelapa sawit hanya menggunakan air sebanyak 75 m3 untuk menghasilkan setiap Giga Joule (GJ) bioenergi. Tanaman minyak nabati lainnya membutuhkan air lebih banyak untuk menghasilkan setiap Giga Joule (GJ) bioenergi, misalnya tanaman rapeseed memerlukan 184 m3 air, kelapa memerlukan 126 m3 air, dan kedelai memerlukan 100 m3 air. Hal ini kembali menunjukkan bahwa kelapa sawit ternyata relatif hemat air dalam menghasilkan bioenergi (PASPI, 2023). Pandangan selama ini yang mengatakan sawit adalah boros air tidak sesuai dengan hasil penelitian tersebut.

Dengan demikian, kiranya sangat jelas bahwa jika masyarakat ingin mengkonsumsi minyak nabati yang secara relatif hemat deforestasi, rendah biodiversity loss, hemat emisi, hemat polusi, dan hemat air, maka pilihannya adalah minyak sawit. Tuhan telah menganugerahkan minyak sawit untuk masyarakat dunia, dimana minyak sawit tidak hanya minyak nabati yang lebih ramah lingkungan tetapi juga mencegah makin buruknya kualitas lingkungan akibat produksi minyak nabati.

Senada dengan pandangan berbagai ahli seperti Corley (2009) dan Rum et al. (2022) yang menyimpulkan bahwa minyak sawit dengan segala keunggulan dan kekurangannya merupakan minyak nabati untuk masyarakat dunia yang belum tergantikan hingga saat ini. Oleh karena itu, hal yang perlu dipastikan adalah agar dalam proses produksi minyak sawit makin berkelanjutan dari waktu ke waktu. Sehingga minyak sawit sebagai anugerah Tuhan untuk masyarakat dunia dapat tersedia bukan hanya dari sisi volume (available) dan semakin terjangkau (affordable), tetapi juga semakin sustainable.


Kesimpulan

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang memiliki sejumlah keunggulan yang telah, sedang, dan akan dinikmati serta diperuntukkan untuk masyarakat dunia. Minyak sawit secara relatif lebih hemat deforestasi, biodiversity loss, emisi, polusi, dan penggunaan air dibandingkan minyak nabati yang lainnya.

Minyak sawit yang lebih unggul dan secara relatif lebih sustainable tersebut dapat dinikmati masyarakat dunia dan belum tergantikan hingga saat ini. Oleh karena itu, masyarakat dunia perlu berkontribusi dalam meningkatkan kualitas sustainability minyak sawit agar makin dan lebih sustainable ke depan.



Daftar Pustaka (LINK)

  1. Beyer RM, AP Durán, TT Rademacher, P Martin, C Tayleur, SE Brooks, D Coomes, PF Donald, FJ Sanderson. 2020. The Environmental Impacts of Palm Oil and Its Alternatives. Environmental Science bioRxiv.
  2. Beyer RM, Rademacher T. 2021. Species Richness and Carbon Footprints of Vegetable Oils: Can High Yields Outweigh Palm Oil’s Environmental Impact?. Sustainability. 13: 1813.
  3. Corley RHV. 2009. How Much Palm Oil Do We Need ?. Environmental Science & Policy. 12(2): 134–139.
  4. Cui J, Martin JI. 2017. Impact of US Biodiesel Mandate on World Vegetable Oil Market. Energy Economics. 65: 148-160.
  5. [FAO] Food Agricultural Organization. 2013. Biofuels and Sustainability Challenges: A Global Assessment of Sustainability Issues, Trends and Policies for Biofuels and Related Feedstocks.
  6. Gerbens-Leenes, Hoekstra P. Van der Meer, T. 2009. The Water Footprint of Energy from Biomass: a Quantitative Assessment and Consequences of an Increasing Share of Bioenergy Supply. Ecological Economics. 68 (4): 1052-1060.
  7. Kojima Y, Parcell J, Cain J. 2016. A Global Demand Analysis of Vegetable Oils for Food Use and Industrial Use.
  8. Mekonnen MM, Hoekstra AY. 2010. The Green, Blue, and Grey Water Footprint of Crops and Derived Crop Products: Volume 1 Main Report. UNESCO-IHE Institute for Water Education.
  9. [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
  10. PASPI Monitor. 2021a. Minyak Sawit adalah Minyak Nabati yang Paling “Berminyak” di Dunia. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(9): 327-332.
  11. PASPI Monitor. 2023a. Global Warming dan Solusi dari Industri Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(7): 783-789.
  12. PASPI Monitor. 2023f. Keunggulan Perkebunan Sawit dalam Carbon Sink dan Produk Minyak Hemat Emisi. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(15): 841-848.
  13. Rum IA, Tukker A, de Koning A, Yusuf AA. 2022. Impact Assessment of the EU Import Ban on Indonesian Palm Oil: Using Environmental Extended Multi-Scale MRIO. Science of the Total Environment. 853(20).
  14. Safitri L, Kautsar HV, Purboseno S, Suryanti S, Wulandari RK. 2018. Model Analisis Water Footprint TBS Sawit untuk Optimalisasi Produksi dan Early Warning System Kekeringan Perkebunan Kelapa Sawit. Dipublikasikan pada Laporan Grant Riset Sawit BPDPKS tahun 2018.
  15. Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10:206-224.
  16. [USDA] United States Department of Agriculture. 2024. Oilseed: World Market and Trend December 2023.
Bagikan Jurnal
0 0 votes
Berikan Rating Untuk Artikel Ini
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x