Resume
Industri sawit sebagai salah satu sektor strategis Indonesia juga telah membuktikan dirinya sebagai bagian dari solusi pencapaian SDGs melalui kontribusi dalam pembangunan pilar ekonomi, sosial maupun lingkungan. Berdasarkan studi/kajian empiris menunjukkan industri sawit telah berkontribusi pada pencapaian 16 tujuan dari 17 tujuan SDGs baik pada tingkat lokal, daerah, nasional hingga global. Seiring dengan perbaikan tata kelola industri sawit nasional (baik melalui ISPO maupun tata kelola sawit nasional lainnya) akan meningkatkan dan memperbesar kontribusi industri sawit terhadap pencapaian SDGs, bahkan mewujudkan keseluruhan tujuan dalam SDGs.
PENDAHULUAN
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan platform pembangunan global yang diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015. Sebagai negara anggota PBB, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang meratifikasi SDGs dan berkomitmen untuk mewujudkan SDGs dalam periode tahun 2015-2030.
Jauh sebelum SDGs diinisiasi oleh PBB, konsep pembangunan berkelanjutan bukan hal yang baru bagi Indonesia (PASPI, 2023). Konsep tersebut sudah tertuang dan diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Pasal 33 ayat 4. Amanat tersebut selanjutnya diatur dalam peraturan turunan dan regulasi pemerintah terkait dengan kebijakan tata kelola ruang, lahan, teknologi, manajemen, sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya manusia, produk, dan lain-lain. Keseluruhan peraturan undang-undang tersebut secara konvergen mengarus pada paradigma Indonesia untuk mengadopsi paradigma pembangunan berkelanjutan, dimana pembangunan ekonomi, sosial, dan pelestarian lingkungan berjalan secara seimbang, inklusif, dan harmoni.
Konsistensi Indonesia dengan paradigma pembangunan berkelanjutan semakin terlihat dengan menjadi salah satu negara yang meratifikasi SDGs. Komitmen pemerintah Indonesia untuk turut berkontribusi dalam pencapaian SDGs tertuang dalam Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 dan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) maupun peraturan pelaksana lainnya.
Tidak hanya pada level pemerintah (pusat dan daerah), pencapaian SDGs juga diharapkan dapat diwujudkan oleh semua sektor/industri di Indonesia. Industri sawit sebagai salah satu industri strategis nasional juga perlu secara proaktif memposisikan diri sebagai bagian solusi yang berkontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan SDGs baik level lokal/daerah, nasional maupun global.
Oleh karena itu, artikel ini ini akan mendiskusikan terkait latar belakang SDGs sekaligus membedah prinsip dan tujuan pada SDGs. Diskusi kemudian dilanjutkan terkait pembahasan kontribusi industri sawit untuk mencapai tujuan-tujuan SDGs.
PRINSIP DAN TUJUAN SDGs
Pada era sebelum tahun 1980-an, terdapat dua paradigma pembangunan yang berlaku yakni Developmentalist dan Environmentalist (PASPI Monitor, 2020b). Kedua paradigma tersebut saling bertolak belakang. Dalam paradigma Developmentalist, berfokus pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan paradigma Environmentalist menitikberatkan pada konservasi lingkungan. Hingga pada tahun 1987 lahir sebuah paradigma “jalan tengah” dari kedua paradigma yang terpolarisasi yakni paradigma Sustainable Development. Paradigma baru ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat dikelola secara optimal sehingga dapat menghasilkan tujuan pembangunan ekonomi, sosial, dan pelestarian lingkungan dalam perspektif jangka panjang.
Paradigma Sustainable Development tersebut kemudian resmi menjadi platform pembangunan internasional yang diluncurkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2015. SDGs merupakan kelanjutan Millenium Development Goals (MDGs) yang disepakati negara anggota PBB pada tahun 2000 dan berakhir pada tahun 2015. Berbeda dengan pendahulunya, SDGs mengakomodasi masalah pembangunan yang lebih komprehensif dan universal karena memberikan peran yang seimbang kepada seluruh negara (baik negara maju maupun berkembang) untuk berkontribusi, berperan, dan bertanggungjawab dalam mencapai SDGs.
Sebagai platform pembangunan dalam rangka pencapaian tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara seimbang, harmoni, dan berkelanjutan, SDGs memiliki lima prinsip dasar atau yang dikenal 5-P yakni People (manusia), Planet (bumi), Prosperity (kemakmuran), Peace (perdamaian), dan Partnership (kerjasama). Kelima prinsip SDGs tersebut tertuang lebih rinci dalam 17 tujuan (Gambar 1) dan 169 target yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030.
Gambar 1. Tujuan Sustainable Development Goals (SDGs)

Dari ketujuh belas tujuan SDGs tersebut dapat diklasifikasi menjadi empat pilar pembangunan (Bappenas, 2023) yakni: Pertama, pilar pembangunan ekonomi yang mencakup SDG-7 (Affordable and Clean Energy), SDG-8 (Decent Work and Economic Growth), SDG-9 (Industry, Innovation, and Infrastructure), SDG-10 (Reduced Inequalities), dan SDG-17 (Partnership for the Goals). Inti dari kelima tujuan pembangunan tersebut adalah menjaga peningkatan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan dan berkesinambungan melalui peluang kerja dan usaha, inovasi, industri inklusif, infrastruktur memadai, energi bersih yang terjangkau, dan didukung kemitraan.
Kedua, pilar pembangunan sosial yang mencakup SDG-1 (No Poverty), SDG-2 (Zero Hunger), SDG-3 (Good Health and Wellbeing), SDG-4 (Quality Education), dan SDG-5 (Gender Equality). Inti dari kelima tujuan pada pilar pembangunan sosial dimaksudkan untuk mencapai pemenuhan hak dasar manusia yang berkualitas secara adil dan setara sehingga kesejahteraan meningkat.
Ketiga, pilar pembangunan lingkungan yang mencakup SDG-6 (Clean Water and Sanitation), SDG-11 (Sustainable Cities and Communities), SDG-12 (Responsible Production and Consumption), SDG-13 (Climate Action), SDG-14 (Life Below Water), dan SDG-15 (Life on Land). Inti dari keenam tujuan pembangunan pilar lingkungan tersebut untuk mencapai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan sebagai penyangga seluruh kehidupan.
Keempat, pilar hukum dan tata kelola yang mencakup SDG-16 (Peace, Justice, and Strong Institutions). Pilar ini bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan tata kelola yang efektif, transparan, akuntabel, dan partisipatif sehingga akan tercipta stabilitas keamanan dan pengelolaan negara berdasarkan hukum.
Penekanan baru dari SDGs adalah inklusifitas (no one left behind) dari setiap aspek atau prinsip/kriteria yakni dampak (positif, negatif) terhadap daerah dan masyarakat. Inklusif secara ekonomi, bukan hanya diukur hanya pada level perusahaan (eksklusif) seperti pencapaian laba, tetapi juga diukur dampak kehadiran aktifitas perusahaan baik dari segi input digunakan maupun output yang dihasilkan bagi ekonomi, sosial dan lingkungan baik di tingkat lokal/regional, nasional maupun global. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari konsep World Bank (2012) mengajukan konsep sederhana yakni Growth, Green, and Inclusive. Pertumbuhan ekonomi (growth) haruslah tetap memperhatikan kelestarian lingkungan (green) dan manfaatnya dirasakan secara luas (inclusive).
Mengingat pentingnya peranan pemerintah sebagai aktor yang melakukan pengelolaan pembangunan, maka dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan maka konsep pembangunan berkelanjutan bukan hanya 3-P (Profit, Planet, People) melainkan 4-P (Profit, Planet, People, Policy) (Feher dan Beke, 2013; Moon, 2015). Variabel kebijakan pemerintah dinilai sangat penting selain menentukan kebijakan pembangunan juga spesifik pada setiap negara. Dalam implementasi SDGs pasti berbeda-beda di setiap negara karena ditentukan oleh kebijakan pemerintah di setiap negara.
Indonesia sebagai anggota PBB yang juga sebagai negara yang ikut meratifikasi SDGs juga telah menerbitkan kebijakan yang mendukung implementasi SDGs di Indonesia baik pada level pusat hingga daerah (PASPI, 2023). Komitmen Indonesia dalam pencapaian SDGs ditunjukkan dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 dan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Untuk mendukung implementasi SDGs di Indonesia, kemudian diterbitkan peraturan pelaksana yang tertuang dalam Permen PPN/Bappenas No. 7 Tahun 2018 hingga masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2000-2024, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga 2000-2024, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahunan, dan Rencana Aksi Nasional (RAN). Pengarusutamaan SDGs juga dilakukan pada perencanaan di level daerah yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMND) dan Rencana Aksi Daerah (RAD).
Tidak hanya pada level pemerintah (pusat dan daerah), pencapaian SDGs juga diharapkan dapat diwujudkan oleh semua sektor/industri di Indonesia. Industri sawit sebagai salah satu industri strategis nasional juga perlu secara proaktif memposisikan diri sebagai bagian solusi yang berkontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan SDGs.
Salah satu sistem tata kelola industri sawit dalam pencapaian SDGs ditunjukkan melalui sistem sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Melalui Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 (Perpres 44/2020) tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Perpres Penguatan ISPO ini dibuat dengan tujuan untuk melengkapi dan menyempurnakan peraturan yang telah ada sebelumnya sekaligus untuk mengakomodir dinamika pasar global dan meningkatkan adopsi nilai-nilai SDGs (PASPI, 2020a). Dengan diadopsinya SDGs ke dalam Perpres tersebut, telah menunjukkan bahwa tata kelola industri sawit Indonesia telah on the right track dalam pencapaian SDGs.
KONTRIBUSI INDUSTRI MINYAK SAWIT DALAM PENCAPAIAN SDGs
Secara built in, industri sawit memiliki multifungsi pertanian yang terdiri dari: fungsi ekonomi (white function), fungsi sosial budaya (yellow function/services), pelestarian tata air (blue services), dan fungsi pelestarian sumber daya alam (green function) (Aldington, 1998; Huylenbroeck et al., 2007; PASPI Monitor, 2021a). Jika diterjemahkan secara lebih spesifik lagi, multifungsi pertanian memiliki makna yang sama dengan tujuan-tujuan dalam SDGs.
Berdasarkan penelitian/studi empiris yang telah terpublikasikan baik dalam level nasional maupun global, industri sawit telah berkontribusi pada pencapaian SDGs dalam pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Berikut uraian kontribusi pada masing-masing pilar pembangunan.
Pertama, Pilar Pembangunan Ekonomi. Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-7 (Affordable and Clean Energy) ditunjukkan dengan produk biofuel/bioenergi berbasis minyak sawit (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023e). Saat ini, biodiesel sawit banyak digunakan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Pengembangan biodiesel sawit di Indonesia yang didukung dengan program mandatori (PASPI, 2023) mampu menyediakan alternatif biofuel yang renewable dan rendah emisi dengan harga yang cukup kompetitif dan terjangkau bagi masyarakat. Pada level global, minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan oleh industri biodiesel karena harganya yang relatif kompetitif, volume besar, dan pasokan yang stabil sepanjang tahun (Mekhlief et al., 2021; PASPI Monitor, 2021d; PASPI, 2023).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-8 (Decent Work and Economic Growth) ditunjukkan berbagai studi empiris. Sektor perkebunan sawit maupun industri sawit secara keseluruhan mampu menciptakan kesempatan kerja dan menyerap tenaga kerja secara langsung di kawasan pedesaan dan perkotaan (Rifin, 2011; PASPI, 2014; Syahza dan Asmit, 2019; PASPI, 2023) maupun di negara-negara importir sawit di dunia (European Economics, 2016; PASPI Monitor, 2021b; PASPI, 2023).
Perkebunan sawit juga mampu menjadi lokomotif yang inklusif bagi perkembangan sektor ekonomi lain sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi kawasan pedesaan yang kemudian menciptakan efek domino bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional (Tomic dan Mawardi, 1995; Sato, 1997; Susila, 2004; Susila dan Munadi, 2008; World Growth, 2011; Sipayung, 2012; PASPI, 2014, 2023; Kasryno, 2015; Haryanti et al., 2022). Kontribusi industri sawit pada level global juga ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan dan penerimaan pajak akibat kegiatan impor dan hilirisasi sawit di negara importir (European Economics, 2016; Shigetomi et al., 2020; PASPI Monitor, 2021c; PASPI, 2023).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-9 (Industry, Innovation, and Infrastructure) ditunjukkan dengan perkembangan hilirisasi sawit domestik. Secara umum, hilirisasi minyak sawit yang sedang berlangsung di Indonesia dapat dikelompokkan atas tiga jalur hilirisasi (Sipayung, 2018; PASPI, 2023) yakni oleofood complex, oleochemical complex, dan biofuel complex. Kinerja perkembangan hilirisasi sawit domestik menunjukkan manfaat bagi perekonomian Indonesia seperti meningkatkan devisa ekspor, nilai tambah, pendapatan, dan kesempatan kerja (PASPI Monitor, 2023g, 2024a, 2024h). Capaian yang demikian merupakan hasil inovasi yang dilakukan para periset, akademisi, lembaga penelitian, dan lain-lain yang juga didukung oleh grand policy atau kebijakan hilirisasi sawit nasional.
Salah satu contoh konkret dari perkembangan hilirisasi sawit dan manfaat ekonominya pada biodiesel. Pengembangan biodiesel dengan program mandatori B30/B35 pada tahun 2023 (PASPI Monitor, 2024j) mampu menghemat devisa solar impor sebesar Rp 121.5 Triliun, menciptakan nilai tambah sebesar Rp 15.9 Triliun, serta menciptakan kesempatan kerja sebanyak 1.5 juta orang pada level kebun (off farm) dan 11.6 ribu orang pada level kebun (off farm).
Selain itu, pengembangan perkebunan sawit di daerah pelosok, terisolir, dan terbelakang juga turut membangun infrastruktur yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Infrastruktur yang dimaksud seperti jalan/jembatan masuk maupun fasilitas sosial lainnya seperti sekolah, klinik, rumah ibadah, saluran pipa air/sanitasi, koneksi listrik, dan koneksi telepon/internet (PASPI, 2014; Marwan et al., 2016; Satria, 2017; Krishna et al., 2017; Baihaqi, 2019).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-10 (Reduced Inequalities) ditunjukkan dengan perannya dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi inklusif (PASPI, 2023). Perkembangan perkebunan sawit tidak hanya menjadi sumber pendapatan bagi pelaku usaha yang terlibat langsung (petani sawit dan karyawan korporasi perkebunan), tetapi juga turut dinikmati oleh masyarakat lain yang lain yang bekerja di sektor ekonomi lain di kawasan pedesaan (Rifin, 2011; Budidarsono et al., 2012; PASPI, 2014; Syahza, 2013; Gatto et al., 2017; Edwards, 2019; PASPI, 2023). Perkebunan sawit juga menjadi lokomotif yang mengintegrasikan ekonomi daerah sawit dengan daerah non-sawit melalui transaksi produk pertanian dengan masyarakat pedesaan (sentra pangan, perikanan, peternakan) dan produk industri dengan masyarakat perkotaan (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023d).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-17 (Partnership for The Goals) ditunjukkan pada berbagai level mulai dari lokal, nasional maupun global. Pada level lokal, terdapat kemitraan perkebunan sawit antara korporasi (negara dan swasta) dengan rakyat (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2024e) dan kemitraan antar petani sawit rakyat melalui Poktan/Gapoktan dan koperasi. Hal yang serupa juga terjadi level korporasi yang ditunjukkan dengan kemitraan antar sesama pekerja melalui serikat buruh atau asosiasi pekerja maupun kemitraan antar korporasi dengan serikat buruh tersebut. Sementara pada level nasional juga ditunjukkan dengan terbentuknya berbagai asosiasi pelaku usaha industri sawit seperti GAPKI, APKASINDO, GIMNI, AIMMI, APROBI, APOLIN, RSI, DMSI, dan lain-lain. Pada level global juga ditunjukkan oleh kerjasama Indonesia, Malaysia, dan negara-negara produsen minyak sawit lainnya yang tergabung dalam Council of the Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
Kedua, Pilar Pembangunan Sosial. Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-1 (No Poverty) baik pada level lokal hingga nasional/negara (PASPI, 2023). Misalnya pada level lokal, peningkatan pendapatan masyarakat desa yang dihela perkebunan sawit terbukti mampu berkontribusi pada pengurangan kemiskinan pedesaan (Syahza, 2005, 2013; Rist et al., 2010; Alwarritzi et al., 2015; Dib et al., 2018; Santika et al., 2020). Studi empiris lainnya seperti PASPI (2014), Kasryno (2015), dan Edwards (2019) bahkan mengungkapkan bahwa laju penurunan kemiskinan pada kabupaten-kabupaten yang memiliki kebun sawit terbesar (sentra sawit) lebih cepat dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang tidak memiliki kebun sawit. Demikian juga pada level nasional, studi Susila dan Munadi (2008), World Growth (2011), Joni (2012), PASPI (2014), TNP2K (2019) mengungkapkan bahwa peningkatan produksi minyak sawit nasional berkontribusi pada pengurangan kemiskinan. Peranan perkebunan sawit dalam pengurangan kemiskinan juga signifikan terjadi di negara-negara produsen minyak sawit lainnya seperti di Malaysia (Norwana et al., 2011), Nigeria (Adebo et al., 2015), Ghana (Ayodele, 2010), dan Kolombia (Potter, 2020).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-2 (Zero Hunger) ditunjukkan dengan kehadiran berbagai produk pangan berbasis sawit. Minyak sawit memiliki berbagai keunggulan dari sisi komposisi seperti asam lemak jenuh dan tak jenuh yang unik dan seimbang sehingga menjadikannya sebagai bahan baku produk turunan yang serbaguna dan luasnya pengaplikasian dalam produk pangan (PASPI, 2023). Minyak sawit juga memiliki keunggulan lain (PASPI Monitor, 2024g) seperti harganya yang relatif lebih kompetitif (murah), pasokan dalam volume besar, dan stabil sepanjang tahun sehingga harga produk pangan olahan minyak sawit relatif lebih murah dibandingkan harga produk olahan minyak nabati lainnya. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan daya beli dan keterjangkauan (affordability) dari seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin di berbagai dunia (PASPI, 2023).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-3 (Good Health and Wellbeing) ditunjukkan dari ketersediaan produk pangan (dan vitamin) bergizi dan kehadiran infrastruktur kesehatan di kawasan pedesaan. Minyak sawit memiliki kandungan gizi dan nutrisi yang tinggi (PASPI, 2023) karena “lumbung” vitamin A (Nagendran et al., 2000; Mayamol et al., 2007; Mukherjee dan Mitra, 2009; Hariyadi, 2010; Dauqan et al., 2011) dan vitamin E (Chow, 1992; Sheppard et al., 1993; EFSA, 2008), diperkaya dengan senyawa bioaktif/fitonutrien seperti fitosterol, squalene, co-enzym Q10, phenolics, ubiquinone (Goh et al., 1985; Tay et al., 2000; Mukherjee dan Mitra, 2009; Loganathan et al., 2010, 2017; Kumar dan Krishna, 2014; Hariyadi, 2020), memiliki komposisi asam lemak yang seimbang, serta mengandung asam lemak esensial (Hariyadi, 2010) sehingga produk pangan berbasis minyak sawit juga dapat memiliki nutrisi/gizi yang dapat bermanfaat bagi kesehatan. Bahkan dengan teknologi pengolahan yang tepat, minyak sawit dapat diolah untuk menghasilkan produk yang tetap mempertahankan tingginya kandungan nutrisi/gizi seperti Minyak Makan Merah (PASPI Monitor, 2023i).
Selain itu, kontribusi industri sawit di bidang kesehatan juga telah dibuktikan melalui peranannya dalam meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat pedesaan sekitar perkebunan sawit kepada fasilitas kesehatan (PASPI, 2023). Perusahaan perkebunan sawit menyediakan fasilitas kesehatan (klinik/Puskesbun) yang dapat diakses oleh karyawan perusahaan atau memberikan bantuan/fasilitas kesehatan bagi masyarakat sekitar melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Peningkatan pendapatan dari perkebunan sawit maupun sektor ekonomi lainnya yang berkembang di sekitar perkebunan sawit juga dapat meningkatkan akses petani, karyawan perusahaan perkebunan, dan masyarakat terhadap fasilitas dan layanan kesehatan.
Kontribusi perkebunan sawit dalam pencapaian SDG-4 (Quality Education) ditunjukkan dengan ketersediaan dan keterjangkauan petani sawit dan karyawan perusahaan perkebunan maupun masyarakat sekitar terhadap fasilitas pendidikan (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2024b). Peranan tersebut ditunjukkan dengan menyediakan (availability) fasilitas pendidikan melalui pembangunan fasilitas sekolah di kawasan perkebunan sawit dan program CSR perusahaan untuk membantu pengadaan fasilitas di sekolah daerah sekitar perkebunan sawit (Rist et al., 2010; PASPI, 2014; Budidarsono et al., 2012; Santika et al., 2019; Syahza et al., 2020). Studi Edwards (2019) juga mengungkapkan bahwa banyak sekolah yang dibangun pada kabupaten sentra sawit dan sebagian besar fasilitas pendidikan tersebut bukan sekolah negeri (yang dibangun pemerintah). Peranan lainnya dari perkebunan sawit adalah meningkatkan keterjangkauan (affordability) pendidikan melalui peningkatan pendapatan maupun pemberian beasiswa yang disediakan oleh perusahaan perkebunan sawit (melalui program CSR) dan BPDPKS (melalui reinvestasi Dana Sawit).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-5 (Gender Equality) ditunjukkan dengan diberikannya peluang dan “tempat” yang sama atas gender laki-laki dan perempuan untuk berkarir di bidang persawitan (hulu, kebun, hingga hilir) sesuai dengan core competency-nya, tingkat risiko pekerjaan, dan diberikan hak-hak yang sama (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2024c). Bahkan bagi pekerja perempuan, perusahaan perkebunan sawit (dan industri sawit) juga melindungi dan memberikan hak-hak dasar wanita seperti cuti haid dan cuti melahirkan. Upaya dan komitmen terkait perlindungan dan kesetaraan gender juga telah diatur dalam sistem sertifikasi ISPO (Perpres No. 44 Tahun 2020 dan Permentan No. 38 Tahun 2020) serta Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (Inpres No. 6 Tahun 2019).
Ketiga, Pilar Pembangunan Lingkungan. Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-6 (Clean Water and Sanitation) berkaitan dengan manfaat perkebunan sawit (dan industri sawit) dalam meningkatkan pendapatan sehingga pelaku yang terlibat dapat mengakses air bersih yang berkualitas (PASPI, 2023). Pada level lokal, korporasi perkebunan juga menyediakan fasilitas sanitasi untuk karyawannya. Melalui program CSR, beberapa korporasi perkebunan sawit juga membantu pembangunan infrastruktur penyaluran air (pipa air) dan fasilitas sanitasi untuk masyarakat sekitar melalui program CSR (PASPI, 2022).
Selain itu, perkebunan sawit juga memiliki fungsi dalam konservasi siklus hidrologis (PASPI, 2023) yang berkaitan dengan penyediaan air bersih. Tanaman sawit memiliki struktur morfologi berupa struktur pelepah daun pohon yang berlapis (Turner dan Gillbanks, 1974; Harahap, 2006; Pambudi et al., 2016) dan sistem perakaran serabut massif, luas, dan dalam yang membentuk sistem biopori alamiah (Harahap, 2007; Harianja, 2009) yang berperan dalam meningkatkan kemampuan untuk menyerap/menahan air (water holding capacity) sehingga menyimpan cadangan air di dalam tanah, mengurangi aliran air permukaan (run–off), dan meminimumkan erosi tanah.
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-11 (Sustainable Cities and Communities) ditunjukkan dengan pemanfaatan biomassa dan limbah sawit sebagai sumber listrik yang menerangi desa-desa sekitar perkebunan sawit. Teknologi methane capture yang digunakan untuk mengolah limbah POME (Palm Oil Mill Effluent) dapat menghasilkan listrik (PASPI Monitor, 2020c). Sementara itu, berkaitam dengan kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-12 (Responsible Production and Consumption) ditunjukkan dengan komitmennya dalam menyediakan produk olahan sawit yang berkelanjutan melalui tata sistem sertifikasi berkelanjutan yakni ISPO dan RSPO (PASPI, 2023).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-13 (Climate Action) ditunjukkan dengan peran industri sawit sebagai solusi dari pemanasan global (PASPI Monitor, 2023a, 2024f). Peran tersebut sebagai implikasi dari lima fungsi yakni carbon sink (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023f), aforestasi dengan mengkonversi lahan stok karbon lebih rendah menjadi perkebunan sawit dengan karbon stok yang lebih tinggi, menyediakan renewable energy yang relatif lebih rendah emisi karbon sebagai substitut energi fosil yang non-renewable dan high carbon emission (Beyer et al., 2020; Beyer dan Rademacher, 2021; PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023e) menyediakan bahan pangan dengan emisi relatif rendah untuk mengganti minyak nabati lebih boros emisi (PASPI, 2023), serta memperbaiki teknologi dan manajemen sepanjang rantai pasok industri hilir untuk menurunkan emisi agar memperbesar Neto Carbon Sink di sepanjang rantai pasok hulu-hilir sawit (PASPI Monitor, 2021f, 2023c,, PASPI, 2023).
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-14 (Life Below Water) ditunjukkan dengan produksi minyak sawit yang relatif lebih rendah menghasilkan polutan air (residu pupuk dan pestisida) jika dibandingkan minyak nabati lainnya (PASPI Monitor, 2021e, 2024f; PASPI, 2023). Selain itu, industri sawit juga menghasilkan produk biosurfaktan (PASPI, 2023) dan bioplastik (PASPI Monitor, 2020c) yang lebih ramah lingkungan karena sifatnya biodegradable (mudah terurai). Penggunaan biosurfaktan dan bioplastik merupakan alternatif penggunaan produk turunan fosil (surfaktan dan plastik) yang non-degradable dan selama ini menjadi polusi/sampah perairan.
Kontribusi industri sawit dalam pencapaian SDG-15 (Life on Land) ditunjukkan dengan pengelolaan biodiversitas dan konservasi daratan (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023b). Dalam pengembangan kebun sawit, pemerintah Indonesia sudah membagi kawasan, dimana budidaya sawit terpisah dari kawasan lindung dan konservasi yang merupakan habitat biodiversitas. Selain itu, perkebunan sawit juga memiliki memiliki lima fungsi/mekanisme pelestarian biodiversitas yakni pelestarian dan pengembangan varietas tanaman sawit, pengembangan High Carbon Stock (HCS) dan High Carbon Value (HCV), regrowth biodiversity, pengembangan cover-crop dan recycling biomass, dan pengembangan integrasi tanaman pangan-ternak-sawit. Kelima mekanisme pelestarian biodiversitas tersebut semakin menambah keunggulan minyak sawit, dimana produksi minyak sawit relatif meminimumkan biodiversity loss jika dibandingkan produksi minyak nabati lainnya (Beyer et al., 2020; Beyer dan Rademacher, 2021).
Kehadiran kebun sawit di kawasan pedesaan berpotensi berkontribusi pada pelestarian satwa liar melalui peningkatan pendapatan dan penurunan kemiskinan masyarakat di kawasan pedesaan, program CSR perusahaan perkebunan sawit (PASPI Monitor, 2024d). Perbaikan tata kelola seperti penguatan ISPO dan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) juga dapat menjadi solusi peningkatan produksi minyak sawit melalui intensifikasi tanpa melakukan ekstensifikasi (penambahan luas areal) sehingga dapat menurunkan laju deforestasi dan mengurangi biodiversity loss.
Meskipun saat ini masalah legalitas dan ketidakpastian hukum di perkebunan sawit belum terselesaikan, namun komitmen stakeholder sawit nasional untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu diapresiasi. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah telah mengambil langkah-langkah melalui UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) dan Pembentukan Satuan Tugas (Satgas Sawit) melibatkan lintas kementerian/lembaga yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah legalitas secara tuntas dan sekaligus membangun kepastian hukum perkebunan sawit nasional (PASPI Monitor, 2024i). Selain itu, komitmen penyelesaian masalah legalitas juga tercermin dari persyaratan berbagai program pengembangan industri sawit berkelanjutan (seperti PSR dan ISPO) yang mensyaratkan legalitas lahan perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen dan upaya industri sawit untuk mewujudkan pilar hukum dan tata kelola yang mencakup SDG-16 (Peace, Justice, and Strong Institutions).
Uraian di atas menunjukkan bahwa industri sawit telah berkontribusi pada pencapaian 16 tujuan dalam SDGs pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan baik di level lokal, daerah, nasional hingga global. Seiring dengan perbaikan tata kelola industri sawit nasional baik melalui ISPO maupun tata kelola sawit nasional lainnya akan meningkatkan dan memperbesar kontribusi industri sawit terhadap pencapaian SDGs.
Kontribusi industri sawit nasional dalam pencapaian SDGs juga dapat dijadikan sebagai “bahasa” yang dapat digunakan dalam narasi advokasi dan promosi nilai positif sawit. Dengan mengaitkan industri sawit dengan SDGs sebagai platform pembangunan yang diakui secara global, diharapkan mampu membuka mata dunia terhadap manfaat positif dari keberadaan industri sawit sehingga dapat meningkatkan keberterimaan sawit di pasar global.
Mengingat pentingnya kontribusi industri sawit terhadap SDGs sebagai narasi advokasi dan promosi sawit sekaligus juga menjadi “senjata” untuk melawan kampanye negatif dan kebijakan yang mendiskriminasi sawit, maka penelitian mengenai topik tersebut dengan menggunakan data yang ter-update (dari hulu hingga hilir) dan pendekatan (metode analisis) yang komprehensif sangat dibutuhkan. Kajian tersebut dapat segera dilakukan dengan memanfaatkan dana riset sawit (program BPDPKS).
Kesimpulan
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan platform pembangunan global yang telah diadopsi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Seluruh sektor pembangunan baik pada level daerah maupun nasional harus berkontribusi terhadap pencapaian tujuan yang terdapat dalam SDGs tersebut.
Industri sawit sebagai salah satu sektor strategis Indonesia juga telah membuktikan dirinya sebagai bagian dari solusi pencapaian SDGs melalui kontribusi dalam pembangunan pilar ekonomi, sosial maupun lingkungan. Berdasarkan penelitian empiris menunjukkan industri sawit telah berkontribusi pada pencapaian 16 tujuan dari 17 tujuan SDGs baik pada tingkat lokal, daerah, nasional hingga global.
Besarnya kontribusi industri kelapa sawit terhadap pencapaian dan perwujudan SDGs secara global dapat dijadikan sebagai “narasi” dalam rangka kampanye dan promosi nilai positif sawit yang memiliki implikasi lebih lanjut terkait dengan peningkatan keberterimaan dunia, mengingat SDGs merupakan norma global (global value) yang diakui secara internasional. Selain itu, “narasi” ini juga dapat dijadikan sebagai “senjata” untuk melawan kampanye negatif dan kebijakan yang mendiskriminasi sawit.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam penyusunan artikel jurnal ini.
Daftar Pustaka (LINK)
- Adebo GM, Ayodele OJ. Olowokere K. 2015. Palm Oil Production as a Poverty Alleviation Strategy among Small-Scale Farmers in Nigeria. World Journal of Agriculture Research. 3(2): 43-48.
- Aldington TJ. 1998. Multifunctional Agriculture: A Brief Review from Developed and Developing Country Perspectives. FAO Agriculture Department, Internal Document.
- Alwarritzi W, Nanseki T, Chomei Y. 2016. Impact of Oil Palm Expansion on Farmers Crop Income and Poverty Reduction in Indonesia: An Application of Propensity Score Matching. Journal of Agricultural. 8(1): 119-131.
- Ayodele T. 2010. African Case Study: Palm Oil and Economic Development in Nigeria and Ghana. Lagos (NG): Initiative for Public Policy Analysis.
- Beyer RM, AP Durán, TT Rademacher, P Martin, C Tayleur, SE Brooks, D Coomes, PF Donald, FJ Sanderson. 2020. The Environmental Impacts of Palm Oil and Its Alternatives. Environmental Science bioRxiv.
- Beyer RM, Rademacher T. 2021. Species Richness and Carbon Footprints of Vegetable Oils: Can High Yields Outweigh Palm Oil’s Environmental Impact?. Sustainability. 13: 1813.
- Budidarsono S, Dewi S, Sofiyuddin M, Rahmanulloh A. 2012. Socioeconomic Impact Assessment of Palm Oil Production. Technical Brief No. 27: Palm Oil Series. World Agroforestry Centre -(ICRAF), SEA Regional Office.
- Chow CK. 1992. Fatty Acids in Foods and Their Health Implications. New York (USA): Marcel Dekker Inc.
- Dauqan E, Sani AH, Aminah A, Muhamad H, Top AGM. 2011. Vitamin E and Beta Carotene Composition in Four Different Vegetable Oils. American Journal of Applied Science. 8(5): 407-421.
- Dib JB, Alamsyah Z, Qaim M. 2018. Land-Use Change and Income Inequality in Rural Indonesia. Forest Policy and Economy. 94(C): 55–66.
- Edwards RB. 2019. Export Agriculture and Rural Poverty: Evidence from Indonesian Palm Oil. Working Paper Dartmouth College.
- [EFSA] European Food Safety Authority. 2008. Opinion on Mixed Tocopherols, Tocotrienol Tocopherol and Tocotrienols as Sources for Vitamin E Added as A Nutritional Substance in Food Supplements – Scientific Opinion of The Panel on Food Additives, Flavourings, Processing Aids and Materials in Contact with Food (AFC). EFSA Journal.
- European Economics. 2016. The Downstream Economic Impact of Palm Oil Exports.
- Feher I, Beke J. 2013. The Rationale Of Sustainable Agriculture. Iustum Aequum Salutare. 9(3): 73-87.
- Gatto M, Wollni M, Asnawi R, Qaim M. 2017. Oil Palm Boom, Contract Farming, and Rural Economic Development: Village-Level Evidence from Indonesia. World Development. 95(C): 127-140.
- Goh SH, Choo YM, Ong SH. 1985. Minor Constituents of Palm Oil. Journal of the American Oil Chemists’Society. 62. 237–240.
- Harahap IY. 2006. Penataan Ruang Pertanaman Kelapa Sawit Berdasar Pada Konsep Optimalisasi Pemanfaatan Cahaya Matahari. WARTA PPKS. 14(1): 9-15.
- Harahap EM. 2007. Peranan Tanaman Kelapa Sawit Pada Konservasi Tanah dan Air. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
- Harianja H. 2009. Infiltrasi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakkan Kelapa Sawit. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
- Hariyadi P. 2010. Mengenal Minyak Sawit dengan Berbagai Karakter Unggulnya.
- Hariyadi P. 2020. Food Safety & Nutrition Issues: Challenges and Opportunities for Indonesian Palm Oil. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 418 012003.
- Huylenbroeck GV, V Vandermulen, EM Penningen, A Verspecht. 2007. Multifunctionality of Agriculture: A Review Definition, Evidence, and Instruments. Living Review in Landscape Research. 1(3).
- Joni R. 2012. Dampak Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit Terhadap Kemiskinan, Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
- Kasryno F. 2015. The Economic Impacts of Palm Oil in Indonesia. The High Carbon Stock Science Study 2015.
- Kumar PKP, Krishna AGG. 2014. Physico-Chemical Characteristic and Nutraceutical Distribution of Crude Palm Oil and Its Fractions. Grasas Y Aceites. 65(652): 18-35.
- Loganathan R, Radhakrishnan AK, Selvaduray KR. 2010. Health Promoting Effects of Phytonutrients Found in Palm Oil. Malaysian Journal of Nutrition. 16(2): 309-322.
- Loganathan R, Kanthimathi MS, Radhakrishnan AK, Choo YM, Teng KT. 2017. Health Promoting Effects of Red Palm Oil: Evidence from Animal and Human Studies. Nutrition Review. 75(2): 98-113.
- Mayamol PN, Balachandran C, Samuel T, Sundaresan A, Arumughan C. 2007. Process Technology for the Production of Micronutrient Rich Red Palm Olein. Journal of the American Oil Chemists’Society. 84(6): 587-596.
- Mekhilef S, Siga S, Saidur R. 2011. A Review of Palm Oil Biodiesel as Source of Renewable Fuel. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 15(4): 1937-1949.
- Moon W. 2015. Conceptualizing Multifunctional Agriculture from a Global Perspective: Implications for Governing Agricultural Trade in the Post-Doha Round Era. Land Use Policy. 49: 252-263.
- Mukherjee S, Mitra A. 2009. Health Effects of Palm Oil. Journal of Human Ecology. 26(3): 197-203.
- Nagendran B, Unnithan UR, Choo YM, Sundram K. 2000. Characteristics of Red Palm Oil, a Carotene and Vitamin E-Rich Refined Oil for Food Uses. Food and Nutrition Bulletin. 21(2): 189-194.
- Norwana AABD, Kunjappan R, Chin M, Schoneveld G, Potter L, Andriani R. 2011. The Local Impacts of Oil Palm Expansion in Malaysia: An Assessment Based on Case Study in Sabah State – Working Paper 78. Bogor (ID): Centre for International Forestry Research (CIFOR).
- Pambudi IHT, Suwarto, S Yahya. 2016. Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc). Buletin Agrohorti. 4(1): 46-55.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2014. The Sustainability of Indonesian Palm Oil Industry Its role in: Economic Growth, Rural Development, Poverty Reduction, and Environmental Sustainability. Bogor (ID): PASPI.
- [PASPI] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2023. Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global. Edisi Keempat. Bogor (ID): PASPI.
- PASPI Monitor. 2020a. Perpres ISPO dan Kritisi terhadap Konsep Sustainability Minyak Sawit. Palm O’Journal”: Analisis Isu Strategis Sawit. 1(18): 115-122.
- PASPI Monitor. 2020b. Kontribusi Industri Sawit terhadap Pencapaian SDGs. Palm O’Journal”: Analisis Isu Strategis Sawit. 1(31): 214-220.
- PASPI Monitor. 2020c. Potensi Nilai Ekonomi Limbah Sawit yang Dapat Dinikmati oleh Petani Sawit Rakyat. Palm O’Journal”: Analisis Isu Strategis Sawit. 1(35): 241-248.
- PASPI Monitor. 2021a. Multifungsi Perkebunan Sawit dan Sustainable Development Goals. Palm O’Journal”: Analisis Isu Strategis Sawit. 2(1): 281-288.
- PASPI Monitor. 2021b. Minyak Sawit Menciptakan Kesempatan Kerja di Negara Importir. Palm O’Journal”: Analisis Isu Strategis Sawit. 2(2): 289-292.
- PASPI Monitor. 2021c. Penciptaan Pendapatan pada Hilirisasi Minyak Sawit di Negara Importir. Palm O’Journal”: Analisis Isu Strategis Sawit. 2(3): 293-298.
- PASPI Monitor. 2021d. Minyak Sawit Menyediakan Bahan Bakar Nabati (Biofueling) Bagi Dunia. Palm O’Journal”: Analisis Isu Strategis Sawit. 2(6): 311-316.
- PASPI Monitor. 2021e. Komparasi Polusi Tanah/Air antara Kebun Sawit, Kedelai, dan Rapeseed. Palm O’Journal”: Analisis Isu Strategis Sawit. 2(28): 451-454.
- PASPI Monitor. 2021f. Industri Sawit Menuju Net Carbon Sink. Palm Oil Journal Analysis of Palm Oil Strategic Issues. 2(47): 575-580.
- PASPI Monitor. 2023a. Global Warming dan Solusi dari Industri Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(7): 783-789.
- PASPI Monitor. 2023b. Pelestarian Biodiversitas dan Biodiversitas Kebun Sawit di Indonesia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(9): 799-805.
- PASPI Monitor. 2023c. Carbon Trading dan Potensi Perkebunan Sawit Indonesia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(10): 807-814.
- PASPI Monitor. 2023d. Perkebunan Sawit: Ruralisasi Ekonomi dan Integrasikan Ekonomi Desa-Kota. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(12): 821-826.
- PASPI Monitor. 2023e. COP-28 Dubai Summit, Emisi Energi Fosil, dan Bioenergi Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(14): 833-840.
- PASPI Monitor. 2023f. Keunggulan Perkebunan Sawit dalam Carbon Sink dan Produk Minyak Hemat Emisi. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(15): 841-848.
- PASPI Monitor. 2023g. Kebijakan Hilirisasi Sawit Domestik Merubah Komposisi Ekspor Sawit Indonesia Periode Tahun 2015-2022. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(1).
- PASPI Monitor. 2023h. Peran Strategis Kebijakan Mandatori Biodiesel Sawit dalam Ekonomi Indonesia. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(3).
- PASPI Monitor. 2023i. Minyak Makan Merah sebagai Solusi untuk Substitusi Impor, Cegah Stunting, dan Ketahanan Pangan Lokal. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(5).
- PASPI Monitor. 2024a. Kontribusi Sawit sebagai Sumber Devisa dan Surplus Neraca Perdagangan Indonesia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(19): 869-874.
- PASPI Monitor. 2024b. Perkebunan Sawit Bagian Penting dari Pencapaian SDG-4 (Quality Education). Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(20): 875-880.
- PASPI Monitor. 2024c. Isu Eksploitasi dan Kepuasan Pekerja Perkebunan Sawit. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(21): 881-888.
- PASPI Monitor. 2024d. Harmoni Kebun Sawit, Satwa Liar, dan Perkotaan di Indonesia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(22): 889-894.
- PASPI Monitor. 2024e. Inovasi Kemitraan untuk Penguatan Perkebunan Sawit Rakyat. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(23): 895-905.
- PASPI Monitor. 2024f. Bill Gates, Minyak Sawit, dan Top Emitter Gas Rumah Kaca Global. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(25): 910-916.
- PASPI Monitor. 2024g. Sawit adalah Anugerah Tuhan untuk Masyarakat Dunia. Journal of Analysis Palm Oil Strategic Issues. 4(26): 917-922.
- PASPI Monitor. 2024h. Strategi dan Kebijakan Hilirisasi Sawit Domestik. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(13).
- PASPI Monitor. 2024i. Kerugian Ekonomi Ketidakpastian Hukum dan Legalitas Perkebunan Sawit. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(19).
- PASPI Monitor. 2024j. Kebijakan Mandatori Biodiesel 2015-2013: Menanggung Manfaat dan Beban Biaya Bersama. Artikel Diseminasi dan Policy Brief. 1(20).
- Potter L. 2020. Colombia’s Oil Palm Development in Times of War and ‘Peace’: Myths, Enablers, and the Disparate Realities of Land Control. Journal of Rural Studies. 78: 491–502.
- Rifin A. 2011. The Role of Palm Oil Industry in Indonesian Economy and Its Competitiveness. [disertasi]. Tokyo (JP): University of Tokyo.
- Rist L, Feintrenie L, Levang P. 2010. The Livelihood Impacts of Oil Palm: Smallholders in Indonesia. Biodiversity and Conservation. 19(4): 1009–1024.
- Santika T, Wilson KA, Budiharta S, Law EA, Poh TM. 2019. Does Oil Palm Agriculture Help Alleviate Poverty? A Multidimensional Counterfactual Assessment of Oil Palm Development in Indonesia. World Development. 120:105–117.
- Sato Y. 1997. The Palm Oil Industry in Indonesia: Its Structural Changes and Competitiveness. In Waves of Change in Indonesia’s Manufacturing Industry (ed: M.E Pangestu and Y. Sato). Tokyo (JP): Institute of Developing Economics.
- Sheppard AJ, Pennington JAT, Weihrauch JL. 1993. Analysis and Distribution of Vitamin E in Vegetable Oils and Foods. New York (USA): Marcel Dekker Inc.
- Shigetomi Y, Shimura Y, Yamamoto Y. 2020. Trends in Global Dependency on the Indonesian Palm Oil and Resultant Environmental Impacts. Scientific Reports. 10: 206-224.
- Sipayung T. 2012. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. Bogor (ID): IPB Press
- Sipayung T. 2018. Politik Ekonomi Perkelapasawitan Indonesia. Bogor (ID): Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute.
- Susila WR. 2004. Contribution of Palm Oil Industry to Economic Growth and Poverty Alleviation in Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 23(3): 107-114.
- Susila WR, E Munadi. 2008. Dampak Pengembangan Biodiesel Berbasis CPO Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Informatika Pertanian. 17(2): 1173-1194.
- Syahza A. 2005. Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan di Riau. Jurnal Ekonomi. 10: 1-12.
- Syahza A. 2013. Strategi Pengembangan Daerah Tertinggal dalam Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 14(1): 126-139.
- Syahza A, Asmit B. 2019. Regional Economic Empowerment Through Oil Palm Economic Institutional Development. Management of Environmental Quality. 30(6): 1256-1278.
- Syahza A, Suwondo, Bakce D, Nasrul B, Mustofa R. 2020. Utilization of Peatlands Based on Local Wisdom and Community Welfare in Riau Province, Indonesia. International Journal of Sustainable Development and Planning. 15(7): 1119-1126.
- Tay B, Ping Y, Choo YM. 2000. Valuable Phytonutrients in Commercial Red Palm Olein. Palm Oil Development. 32(4): 20-25.
- [TNP2K] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2019. Ringkasan Kebijakan: Industri Kelapa Sawit, Penanggulangan Kemiskinan dan Ketimpangan. TNP2K dan Australian Government.
- Tomich TP, Mawardi MS. 1995. Evolution of Palm Oil Trade Policy in Indonesia 1978-1991. Journal of Oil Palm Research. 7(1): 87-102.
- Turner PD, Gillbanks RA. 1974. Oil Palm Cultivation and Management. Kuala Lumpur: The Incorporated Society of Planters.
- World Bank. 2012. Inclusive Green Growth: The Pathway to Sustainable Development.
- World Growth. 2011. The Economic Benefit of Palm Oil to Indonesia.